Ternate Sebagai Pintu Gerbang Jalur Rempah Nusantara

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
Konten dari Pengguna
9 Januari 2018 18:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Peta Kuno Indonesia (Foto: YouTube/WISATA YOGYA)
zoom-in-whitePerbesar
Peta Kuno Indonesia (Foto: YouTube/WISATA YOGYA)
ADVERTISEMENT
Hingga abad ke-17, Kesultanan Ternate menjadi kerajaan yang menguasi wilayah Indonesia bagian Timur.
ADVERTISEMENT
Kesultanan Ternate sebenarnya hanya memiliki luas kerajaan kurang lebih 92 km², tetapi cakupan wilayah kekuasaannya meliputi Maluku, Sulawesi, bagian Selatan Filipina, Papua, hingga mencapai beberapa kepulauan di Pasifik. Sebuah kekuatan yang sangat luar biasa bagi kerajaan yang memiliki luas tidak lebih besar dari Kota Bandung saat ini.
Penemuan jalur rempah-rempah menuju Ternate pertama kali terjadi tahun 1506 oleh seorang petualang dari Italia bernama Ludovico di Varthema. Ketika pertama kali ditemukan, Ternate dipimpin oleh Sultan Bayanullah yang berkuasa antara tahun 1500-1521. Sejak pertama kali ditemukan, banyak pedagang dari Eropa yang merencanakan ekspedisi mencari rempah ke Ternate. Barulah pada 1512, pedagang dari Portugis yang dipimpin oleh Fransisco Serrao datang ke Ternate dengan maksud menguasai jalur rempah tersebut.
ADVERTISEMENT
Perliku para pedagang dari Portugis ini ternyata berbeda dengan pedagang dari Italia sehingga mereka tidak diterima oleh semua suku di wilayah Timur Indonesia pada waktu itu. Di bawah pimpinan Sultan Baabullah, yang disebut sebagai penguasa 72 pulau, pada 1575 Ternate mengusir orang-orang Portugis dari wilayah Maluku. Mundurnya Portugis tersebut ternyata memberikan dampak yang besar pada semangat orang-orang Eropa untuk mencari rempah-rempah ke Nusantara, terutama ke wilayah Maluku.
Ternate menjadi awal mula munculnya jalur rempah dari Eropa menuju Nusantara. Wilayah Timur Indonesia menjadi “medan pertempuran” bagi negara-negara besar yang memiliki semangat nasionalisme mencari sumber daya bagi negaranya. Tidak peduli bagaimana mereka mendapatkannya, semangat mencari kekuatan itu akan selalu berkobar.
Sumber: Didik Heru Purnomo, dkk. 2012. Tahun 1511 : Lima Ratus Tahun Kemudian. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
ADVERTISEMENT