Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Tragedi Pembantaian Lapangan Tiananmen Tahun 1989
13 September 2018 19:55 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tragedi Tiananmen menjadi peristiwa bersejarah yang tidak akan pernah dilupakan oleh rakyat China, dan akan selalu dikenang sebagai kenangan buruk dalam proses perubahan negara tersebut.
ADVERTISEMENT
Sejak pertengahan April hingga awal Juni 1989, Beijing diguncang oleh serangkaian demonstrasi yang dilakukan oleh kelompok-kelompok oposisi. Lapangan Tiananmen menjadi panggung utama yang dipilih oleh para oposisi untuk menyuarakan aksinya tersebut. Kelompok oposisi yang diinisiasi oleh para mahasiswa berkumpul di sana, dengan kekuatan yang sangat besar.
Aksi ribuan mahasiswa itu adalah reaksi terhadap dilengserkannya Hu Yaobang, sekjen Partai Komunis China, karena dianggap membahayakan pemerintah. Ditambah, saat itu China sedang dalam keadaan yang tidak stabil akibat krisis ekonomi dan kasus korupsi yang merajalela di dalam pemerintahan. Alasan itu dirasa cukup oleh kelompok-kelompok oposisi memantapkan gerakannya melakukan serangkaian demonstrasi.
Di lapangan Tiananmen para mahasiswa meneriakan tuntutan-tuntutannya terhadap demokrasi di China. Suasana semakin keruh ketika 50.000 mahasiswa turun ke jalan-jalan meneriakkan kebebasan pers dan dialog terbuka dengan pemerintah pada 27 April 1989. Semakin hari aksi demonstrasi yang dilakukan oleh para mahasiswa semakin tidak terkendali. Pemerintah mulai tertekan dengan serangkaian aksi demonstrasi besar tersebut.
Tidak ada jalan lain yang harus dilakukan pemerintah selain menghentikan aksi demonstrasi walaupun menggunakan cara yang sangat kejam. Pada 20 Mei 1989, pemerintah mengumumkan status darurat, dan Tentara Pembebasan Rakyat (TPR) dikerahkan untuk menguasai keadaan di Beijing. Namun status darurat itu hanya sesaat, pemerintah tidak dapat berbuat banyak meredakan aksi demonstrasi yang semakin besar.
ADVERTISEMENT
Di tengah-tengah situasi yang mengkhawatirkan itu, para pemimpin komunis menggelar pertemuan untuk membahas mengenai situasi yang sedang terjadi. Saat itulah disepakati bahwa serangkaian demonstrasi itu harus dihentikan menggunakan kekuatan militer.
Beijing berada pada situasi perang, masyarakat yang tinggal di sana mulai mengungsi karena kondisi yang tidak aman. Tentara dan tank-tank brigade 27 dan 28 dari TPR diterjunkan untuk menggentarkan para mahasiswa. Namun bukannya mundur, ribuan mahasiswa dengan berani menyerang pasukan militer. Di sinilah awal mula pembantaian massal terjadi di Beijing. Pasukan militer, dengan segala kelengkapannya, berhasil menguasai lapangan Tiananmen, tempat ribuan demonstrasi berkumpul.
Terjadi aksi saling serang hingga banyak korban yang jatuh, terutama dari kelompok oposisi. Banyak sumber yang menyebutkan bahwa korban tewas dalam insiden penyerangan itu sekitar 3.000 mahasiswa. Tetapi ada juga yang menyebut bahwa korban tewas dalam peristiwa itu mencapai 7.000 orang. Selama peristiwa di Tiananmen, pasukan militer dengan leluasa menembaki para demonstran pro-demokrasi tersebut, hingga lapangan Tiananmen dipenuhi oleh darah dan tumpukan mayat.
ADVERTISEMENT
Sumber : Elga, A. Yusrianto. 2013. Kisah-Kisah Pembantaian Kejam dalam Peperangan Dunia. Yogyakarta : Palapa