Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.99.1
3 Ramadhan 1446 HSenin, 03 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Traktat Antartika dan Perang Dingin Memperebutkan Antartika
10 Desember 2020 14:38 WIB
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Traktat Antarktika atau Sistem Traktat Antarktika (bahasa Inggris: Antarctic Treaty System atau ATS) adalah perjanjian internasional mengenai Antarktika, satu-satunya benua di yang tidak memiliki penduduk asli. Sejak September 2004, markas Sekretariat Perjanjian Antartika telah berlokasi di Buenos Aires, Argentina.
ADVERTISEMENT
Perjanjian utama dibuka untuk ditandatangani pada tanggal 1 Desember 1959, dan secara resmi mulai berlaku pada tanggal 23 Juni 1961. Penandatangan perjanjian awal melibatkan 12 negara yang aktif di Antartika selama International Geophysical Year (IGY) atau Tahun Geofisika Internasional 1957–58. Dua belas negara yang memiliki kepentingan signifikan di Antartika pada saat itu adalah: Argentina, Australia, Belgia, Chili, Prancis, Jepang, Selandia Baru, Norwegia, Afrika Selatan, Uni Soviet, Inggris Raya, dan Amerika Serikat.
Negara-negara ini menyetujui jika Antartika sebagai tempat penelitian ilmu pengetahuan dan pelarangan aktivitas militer di benua tersebut.
Berbagai konflik internasional memotivasi terciptanya kesepakatan untuk Antartika. Setelah Perang Dunia Kedua, AS mempertimbangkan untuk mengajukan klaim di Antartika. Sejak 26 Agustus 1946, dan hingga awal tahun 1947, Operasi Highjump dilaksanakan, pasukan ekspedisi militer terbesar yang dikirim Amerika Serikat ke Antartika.
ADVERTISEMENT
Letak geografis yang jauh terisolir, ditambah keadaan cuaca yang tidak bersahabat membuat tidak banyak yang bisa dilakukan di daerah ini, selama ratusan tahun sampai sekarang, Antartika tidak menjadi tempat yang menarik minat kolonisasi bangsa-bangsa di penjuru dunia. Roald Amundsen, pria asal Norwegia, masih tercatat sebagai seorang penjelajah pertama di Kutub Selatan pada 19 Desember 1911.
Namun, sebenarnya wilayah Antartika diam-diam sudah dikaveling oleh berbagai negara. Setidaknya ada tujuh negara yang mengklaim kepemilikan teritori di Antartika, yaitu Inggris, Perancis, Norwegia, Australia, Selandia Baru, Cile, dan Argentina hingga saat ini.
Sejarah klaim negara-negara ini atas teritori Antartika memang mempunyai latar belakang yang panjang bahkan sebelum Sistem Traktat Antartika diberlakukan pada tahun 1961. Negara-negara ini menyatakan klaim yang mirip: warganegara mereka pernah mendarat untuk pertama kalinya di wilayah Antartika.
ADVERTISEMENT
Berlakunya sistem yang berdasar pada Traktat Antartika membuat klaim teritorial yang dilakukan negara-negara tersebut tidak diakui, tetapi niat tujuh negara tersebut untuk mengendurkan wilayah teritorinya di Antartika tak hilang. Dilansir dari BBC, cara yang paling memungkinkan untuk dilakukan adalah bertindak seolah-olah negara tersebut memiliki tempat di Antartika.
Contohnya adalah dengan memberi paspor. Ketika para wisatawan yang berkunjung ke Kutub Selatan, negara-negara tersebut akan menerbitkan stempel paspor sesuai batas-batas teritori yang mereka klaim di Antartika.
Setidaknya dalam beberapa tahun terakhir banyak negara di luar Inggris, Australia, Perancis, Norwegia, Cile, Argentina dan Selandia Baru yang ikut melirik Antartika. Seperti Iran telah menyatakan akan membangun pos penelitian di Antartika, sama halnya dengan Turki, India, dan Pakistan. Semua atas nama keperluan ilmiah.
ADVERTISEMENT
Tentu saja Cina tidak mau ketinggalan. Pada tahun 2013 lalu sebuah kapal besar pemecah es bernama Snow Dragon milik pemerintah Cina dilepas untuk memulai ekspedisi 155 hari menuju Antartika. Snow Dragon diketahui memuat 256 awak kapal yang mayoritas dari mereka adalah seorang ilmuwan. Termasuk berbagai macam jenis material untuk keperluan mendirikan pos penelitian bernama Taishan di Antartika Timur yang diketahui menyimpan kekayaan batu bara, bijih besi, mangan dan hidrokarbon.
**
Referensi: