Upacara Pengangkatan R.A. Kartini Sebagai Pahlawan Nasional

Raden Ajeng Kartini (Foto: Arsip Nasional)

Tanggal 3 Agustus 1964 menjadi hari yang bersejarah bagi bangsa Indonesia. Kota Semarang menjadi saksi digelarnya sebuah upacara penting penyerahan Surat Keputusan Presiden No.108, tertanggal 2 Mei 1964, berisi penganugerahan gelar pahlawan nasional. Ya, gelar pahlawan ini ditujukan untuk seorang perempuan hebat yang berjasa dalam pergerakan roda perjuangan bangsa Indonesia, Raden Ajeng Kartini.

Upacara itu dihadiri oleh para pejabat pemerintah, baik tingkat daerah maupun tingkat pusat. Masyarakat pun banyak yang hadir untuk melihat proses penyerahan gelar pahlawan tersebut. Tidak lupa, keluarga besar R.A. Kartini pun turut hadir sebagai tamu penting dalam upacara itu.

Penyerahan piagam dilakukan oleh Wakil Gubernur Jawa Tengah saat itu, Soejono Atmo, atas nama Pemerintah Pusat. Keluarga Kartini yang menerima piagam itu adalah cucu Kartini, R.M. Budhy Setia Soesalit, didampingi oleh adik R.A. Kartini, R.A.A.A. Kardinah Reksonegoro.

Pidato peresmian, selain dilakukan oleh Soejono Atmo sebagai wakil pemerintah, juga dilakukan oleh Brigadir Jenderal M. Sarbini sebagai Panglima Kodam VII/Diponegoro, atas nama Panca Tunggal Jawa Tengah. Penganugerahan gelar pahlawan kepada R.A. Kartini tidak hanya penting bagi keluarga, namun juga sangat penting bagi seluruh bangsa Indonesia.

Surat Keputusan ini menegaskan secara resmi posisi Kartini sebagai Pahlawan bagi seluruh bangsa Indonesia, dan menepis anggapan yang mengatakan bahwa Kartini hanya dianggap sebagai pelopor pergerakan emansipasi wanita. Oleh karenanya, peringatan Hari Kartini tidak hanya dilakukan di wilayah tertentu saja, tetapi dilakukan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk kedutaan besar RI di negara manapun, dan perwakilan Indonesia lainnya.

Dalam pidatonya, Wakil Gubernur Jawa Tengah berbicara mengenai pengaruh yang dibuat oleh Kartini terhadap pergerakan bangsa. Ia mengatakan bahwa pengaruh Kartini awalnya dirasakan oleh kaum terpelajar Indonesia pada masa Hindia Belanda. Mereka yang menuntut ilmu di sekolah-sekolah Belanda merasa tertekan dengan semangat nasionalisme mereka yang tidak dapat tersalurkan.

Namun ketika mereka membaca karya-karya Kartini mengenai semangat perjuangan dan nasionalisem, golongan pelajar ini mulai berani melakukan pergerakan dan mengobarkan semangat kebangsaannya. Hal itulah yang terlihat dalam Budi Utomo, Jong Java, dan pergerakan lainnya hingga puncaknya dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Soejono Atmo pun menambahkan dalam pidatonya, bahwa Kartini adalah pembuka jalan bagi perjuangan perempuan Indonesia, terutama untuk mengangkat harkat martabat perempuan Indonesia. Berkat Kartini, perempuan Indonesia dapat masuk dalam berbagai sektor pekerjaan.

Banyak perguruan tinggi yang telah menghasilkan sarjana-sarjana perempuan yang banyak menyumbangkan tenaganya untuk kemajuan bangsa dan pembangunan negara, sesuai dengan apa yang dicita-citakan oleh Kartini.

Sebagai perwakilan dari keluarga, R.M. Budhy Setia Soesalit, dalam pidato sambutannya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Presiden Soekarno dan pemerintah daerah Jawa Tengah, atas pengangkatan R.A.Kartini sebagai pahlawan bangsa Indonesia.

Keluarga sangat berharap semangat perjuangan yang ditunjukan oleh R.A. Kartini selalu dapat membakar semangat rakyat Indonesia dalam memperjuangankan bangsa dan negara, terutama untuk perempuan Indonesia.

Sumber : Soeroto, Sitisoemandari. 1979. Kartini : Sebuah Biografi. Jakarta : PT Gunung Agung Foto : bersatoe.com