Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
Konten dari Pengguna
Waruga, Kuburan Masyarakat Minahasa di Masa Lampau yang Dilarang oleh Belanda
13 Desember 2020 21:21 WIB
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Masyarakat suku Minahasa di Sulawesi Utara pada masa lampau memiliki tradisi kubur yang unik. Anggota masyarakat yang telah meninggal dikuburkan dalam sebuah kotak batu berongga. Jenazah diletakkan dalam posisi meringkuk. Wadah tersebut kemudian ditutup dengan penutup berbentuk segitiga. Kubur batu tersebut kemudian disebut Waruga.
ADVERTISEMENT
Waruga sendiri berasal dari dua kata “waru” yang berarti “rumah” dan “ruga” yang berarti “badan”. Jadi secara harfiah, waruga berarti “rumah tempat badan yang akan kembali ke surga”. Saat jenazah dimasukkan ke dalam waruga, jenazah akan berada dalam posisi tumit yang bersentuhan dengan bokong, dan mulut seolah mencium lutut. Persis seperti posisi bayi dalam rahim.
Posisi ini bagi masyarakat Minahasa mengandungi makna bahwa manusia mengawali kehidupan dengan posisi bayi dalam rahim, maka semestinya mengakhiri hidup juga dalam posisi yang sama. Tidak hanya itu, jenazah juga ditempatkan dalam posisi menghadap ke arah utara yang menandakan nenek moyang suku Minahasa yang berasal dari utara.
Jejak mahakarya zaman Megalitikum itu bisa kita ditemui di Taman Purbakala Waruga Sawangan, Kabupaten Minahasa Utara. Taman purbakala ini menjadi destinasi wisata sejarah favorit para pelancong baik dalam maupun luar negeri.
ADVERTISEMENT
Di taman ini, setidaknya ada 143 waruga yang bisa ditemui. Dulu taman tersebut sangat terbengkalai. kuburan-kuburan tersebar di area pemukiman warga. Hingga akhirnya pemerintah setempat melakukan pengumpulan dan pemugaran di tahun 1977. Kini Taman Purbakala Waruga Sawangan dapat dikunjungi oleh wisatawan.
Ketika masuk ke komplek taman, kamu akan melihat relief di kiri kanan. Relief tersebut menggambarkan bagaimana pembuatan hingga pemakaian Waruga. Meski ada ratusan Waruga, hanya 31 yang bisa diidentifikasi.
Waruga mulai digunakan oleh orang Minahasa pada abad ke IX. Namun sekitar tahun 1860, kebiasaan mengubur dalam Waruga mulai dilarang oleh Belanda. Alasanya adalah saat itu mulai berkembang wabah pes, tipus dan kolera. Maka muncul kekhawatiran apabila orang yang dikubur membawa penyakit, maka penyakit akan menyebar melalui rembesan dari celah kotak Waruga.
“Sewaktu agama Kristiani masuk oleh Belanda, masyarakat Minahasa mulai menguburkan jasad dalam peti mati lalu dikubur kedalam tanah.
ADVERTISEMENT
Pada masa lampau hanya orang-orang yang mempunyai kelas sosial cukup tinggi yang dikubur dalam waruga. Hal itu ditandai dengan ukiran yang ada di penutupnya. Seperti motif wanita beranak menunjukkan yang dikubur adalah dukun beranak, gambar binatang menunjukkan yang dikubur dalam Waruga adalah pemburu. Penutup yang diukir gambar beberapa orang menunjukkan yang dikubur adalah satu keluarga.
Jumlah orang yang dikubur dalam waruga ditandai dengan ukiran berupa garis di samping penutup Waruga. Sementara penutup yang polos kemungkinan merupakan Waruga tua dimana saat itu belum ada kebiasaan mengukir atau memahat penutup Waruga.
Sumber artikel: indonesia.go.id