Konten dari Pengguna

Membumikan Merdeka Belajar

LOCAL HISTORY EDUCATION RESEARCH GROUP (2)
Local History Education Research Group (RG 2) Universitas Jember adalah kelompok penelitian yang fokus pada integrasi sejarah lokal dalam pendidikan.
9 April 2023 19:13 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari LOCAL HISTORY EDUCATION RESEARCH GROUP (2) tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dokumentasi pribadi (Ahmad Haris Amirullah) mahasiswa program Kampus Mengajar yang sedang mengenalkan komputer dan internet. Foto: istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Dokumentasi pribadi (Ahmad Haris Amirullah) mahasiswa program Kampus Mengajar yang sedang mengenalkan komputer dan internet. Foto: istimewa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sejak setahun lalu pasca pandemi Covid-19 berangsur membaik, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan mencanangkan arah dan haluan baru dalam pendidikan Indonesia. Ini kita kenal sekarang dengan istilah “Merdeka Belajar”.
ADVERTISEMENT
Beberapa kalangan—mula-mula—skeptis dengan canangan pemerintah tentang kurikulum baru bernama merdeka belajar ini. Saya menjadi tertarik untuk membahas masalah konsep Merdeka Belajar baik dari segi historis dan filosofisnya.
Istilah Merdeka Belajar sebenarnya bukanlah barang baru. Konsep ini, walau tidak sama persis secara istilah, pernah juga dikemukakan oleh Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara, berpuluh tahun sebelumnya. Pemerintah sebenarnya hanya ingin kembali pada nilai-nilai luhur budaya kita sendiri. Pemikiran-pemikiran yang berakar pada bumi Indonesia.
Siswa yang sedang membacakan puisi. Dokumentasi pribadi (Ahmad Haris Amirullah) mahasiswa program Kampus Mengajar. Foto: istimewa
Merdeka Belajar adalah sebuah konsep pendidikan yang diperkenalkan oleh Ki Hajar Dewantara, salah satu tokoh pendidikan Indonesia yang terkenal. Konsep ini berfokus pada pemberdayaan siswa untuk menjadi individu yang mandiri, kreatif, dan inovatif.
Ki Hajar Dewantara merumuskan konsep Merdeka Belajar pada tahun 1922 ketika ia mendirikan Taman Siswa, sebuah sekolah yang menekankan pada pembelajaran yang bersifat humanis dan berpusat pada kebutuhan siswa.
ADVERTISEMENT
Ki Hajar Dewantara menekankan bahwa pendidikan harus diberikan kepada siswa dengan cara yang menyenangkan dan menarik minat mereka, sehingga mereka akan belajar dengan lebih efektif. Ia juga menekankan pentingnya memberikan kebebasan kepada siswa untuk menentukan sendiri jalur dan tempo pembelajaran mereka, sehingga mereka dapat mengembangkan minat dan bakat mereka secara optimal.
Konsep Merdeka Belajar juga menekankan pada pentingnya pengembangan keterampilan sosial dan kewirausahaan. Ki Hajar Dewantara percaya bahwa siswa harus diajarkan untuk membangun hubungan yang positif dengan orang lain dan mempunyai kemampuan untuk berinovasi dan mengembangkan ide-ide baru.
Dalam konsep Merdeka Belajar, Ki Hajar Dewantara juga menekankan pentingnya pendidikan karakter. Ia mengajarkan siswa untuk memiliki nilai-nilai seperti kejujuran, tanggung jawab, disiplin, dan kepedulian terhadap lingkungan dan masyarakat. Menurutnya, pendidikan karakter sangat penting karena dapat membantu siswa menjadi individu yang bertanggung jawab dan berkontribusi positif bagi masyarakat.
Bermain bersama siswa. Foto: istimewa
Dalam menjalankan konsep Merdeka Belajar, Ki Hajar Dewantara menekankan pentingnya peran guru sebagai fasilitator dan pendamping siswa, bukan hanya sebagai pemberi informasi. Guru harus membantu siswa menemukan jalur pembelajaran yang tepat dan mendukung mereka dalam mencapai tujuan mereka.
ADVERTISEMENT
Konsep Merdeka Belajar masih relevan hingga saat ini, dan banyak sekolah di Indonesia yang menerapkan prinsip-prinsipnya dalam pengajaran. Hal ini terbukti dapat meningkatkan minat siswa dalam belajar dan menghasilkan individu yang mandiri, kreatif, dan inovatif.
Hal-hal yang menjadi perhatian pemikiran Ki Hajar Dewantara di atas saat ini juga dihadapi oleh negara kita hari ini. Murid di sekolah banyak tertekan karena materi yang terlalu banyak, guru yang berlaku seperti dewa maha benar di dalam kelas, sampai persoalan penugasan yang berlebihan. Problem-problem semacam itu tak ayal membuat persepsi siswa terhadap pendidikan di sekolah menjadi buruk.
Survei PISA 2018 menunjukkan bahwa siswa Indonesia menempati peringkat ke-74 dari 79 negara dalam hal kemampuan membaca. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas pembelajaran di Indonesia masih perlu ditingkatkan.
ADVERTISEMENT
Survei yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2020 menunjukkan bahwa sebanyak 70 persen siswa di Indonesia merasa terbebani oleh tugas sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa ada kemungkinan terlalu banyak tugas yang diberikan kepada siswa, sehingga menyebabkan tingkat stres yang tinggi dan mengganggu proses belajar.
Data-data di atas menunjukkan bahwa pendidikan di Indonesia memang sedang tidak baik-baik saja. Maka harus ada langkah-langkah yang diambil sebagai upaya untuk menyelesaikan persoalan-persoalan sebagaimana diurai di atas.
Oleh sebab itulah, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan kebijakan baru berupa Kurikulum Merdeka menggantikan Kurikulum 2013 sebelumnya.
Konsep Merdeka Belajar yang diterapkan pemerintah mencakup tiga elemen utama: belajar mandiri, belajar bersama, dan belajar dari pengalaman. Tujuan utama dari program ini adalah untuk memberikan kebebasan kepada siswa dalam memilih jenis pembelajaran yang sesuai dengan minat dan kemampuan mereka, serta memberikan akses yang lebih luas terhadap sumber daya pendidikan yang berkualitas.
ADVERTISEMENT
Dalam artikel ini, kita akan membahas penerapan Merdeka Belajar di Indonesia dan dampaknya terhadap sistem pendidikan negara. Pertama-tama, penting untuk diingat bahwa Merdeka Belajar adalah sebuah program yang sangat baru di Indonesia.
Program ini diluncurkan pada tahun 2019 dan baru diimplementasikan secara penuh pada tahun 2020, sehingga masih terlalu dini untuk mengevaluasi dampaknya secara menyeluruh. Namun, meskipun masih terlalu dini, ada beberapa tanda positif bahwa program ini dapat membantu meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Salah satu contoh penerapan Merdeka Belajar yang sukses adalah pelaksanaan program "Kelas Inspirasi" oleh Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB) di Jakarta.
Program ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar langsung dari orang-orang yang bekerja di bidang yang diminati oleh siswa, sehingga mereka dapat lebih memahami apa yang dibutuhkan untuk sukses dalam bidang tersebut. Program ini telah diikuti oleh ribuan siswa di seluruh Indonesia, dan telah memberikan dampak positif pada minat belajar siswa.
ADVERTISEMENT
Selain itu, penerapan Merdeka Belajar juga memungkinkan siswa untuk memilih jenis pembelajaran yang sesuai dengan minat dan kemampuan mereka. Ini berarti bahwa siswa memiliki kontrol yang lebih besar atas proses pembelajaran mereka, sehingga mereka lebih termotivasi untuk belajar. Dalam beberapa kasus, Merdeka Belajar bahkan telah membantu siswa yang sebelumnya kurang termotivasi untuk belajar menjadi lebih bersemangat dalam mengikuti pelajaran.
Namun, implementasi Merdeka Belajar di Indonesia masih dihadapkan dengan beberapa tantangan. Salah satu tantangan utama adalah kurangnya sumber daya pendidikan yang memadai, terutama di daerah-daerah yang terpencil.
Sumber daya pendidikan yang berkualitas sangat penting untuk mendukung Merdeka Belajar, karena siswa membutuhkan akses yang mudah terhadap berbagai jenis materi pembelajaran dan sumber daya lainnya untuk mendukung pembelajaran mandiri dan berkolaborasi. Tanpa sumber daya pendidikan yang memadai, program ini tidak dapat diimplementasikan secara efektif.
ADVERTISEMENT
Tantangan lainnya adalah kurangnya pemahaman tentang Merdeka Belajar di kalangan guru dan orang tua. Beberapa guru dan orang tua mungkin merasa khawatir bahwa Merdeka Belajar akan mengganggu kurikulum yang telah ditetapkan atau mengurangi peran mereka dalam proses pembelajaran.
Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan organisasi untuk memastikan bahwa kurikulum merdeka ini akan dapat dipahami dan diterapkan oleh semua stakeholder pendidikan.
Penulis: Chita Putri Lustiahayu