Sosok Setyowati, Wanita Asal Tuban yang Jadi Juragan Tempe di Kenya

Konten dari Pengguna
20 November 2023 7:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pradono Anindito tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Setyowati bersama anak bungsunya. Sumber: dokumetasi pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Setyowati bersama anak bungsunya. Sumber: dokumetasi pribadi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sore itu Setyowati tampak sibuk. Sembari menggendong anak bungsunya yang berusia 10 bulan ia mengawasi proses pencucian kedelai. “Pesanan sedang lumayan banyak nih. Hari ini saya proses 10 kilo kedelai,” ujarnya sambil memastikan agar tidak ada lagi kotoran yang menempel di kedelai. “Nanti setelah bersih, saya rendam, rebus, terus digiling pakai alat itu,” jelasnya sambil menunjuk mesin penggiling kecil berwarna biru.
ADVERTISEMENT
Tidak ada yang aneh dari proses produksi tempe di rumah Wati, panggilan akrab Setyowati. Seluruh tahapannya dikerjakan seperti layaknya usaha tempe skala kecil. Yang menarik, usaha itu tidak dilakoninya di Indonesia, melainkan di benua Afrika, tepatnya di Kenya.
Berawal dari iseng-iseng membuat tempe untuk konsumsi sendiri, tak terasa kini sudah empat tahun Wati melakoni bisnis produksi tempe. Usahanya pun berkembang dengan cukup pesat. Saat ini ia telah menjadi supplier tetap penganan kebanggaan Indonesia tersebut untuk dua supermarket segar di Nairobi.
Tidak hanya itu, ia juga menyuplai tempe ke beberapa restoran di ibu kota Kenya tersebut. Pesanan tidak hanya datang dari Kenya, sesekali ia juga mendapat pesanan dari negara-negara yang berbatasan dengan Kenya, seperti Uganda dan Tanzania.
ADVERTISEMENT
Awal Membuat Tempe
Wati adalah warga Indonesia yang sudah sekitar 13 tahun tinggal di Kenya. Ia berasal dari Jlodro, sebuah desa kecil di Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Ketika melanjutkan kuliah di Malang, ia bertemu dengan seorang pria berkewarganegaraan Kenya, yang saat ini menjadi suaminya.
Bersama suaminya tersebut Wati mulai merintis usaha tempe dalam skala kecil. Ia mulai membuat tempe secara otodidak, dengan belajar dari beberapa grup di media sosial. Setelah akhirnya berhasil membuat tempe dalam skala kecil, ia mulai memasarkannya ke komunitas Indonesia di Nairobi.
Proses fermentasi tempe. Sumber: dokumentasi pribadi
Promosi dari mulut ke mulut menyebar dengan cepat. Dalam waktu singkat, tempe produksi Wati segera menjadi populer. Didukung dengan promosi melalui media sosial, dalam waktu tidak terlalu lama, ia mulai kewalahan untuk memenuhi permintaan yang datang. Kesulitan terbesar adalah mencari bahan baku utama tempe: kacang kedelai.
ADVERTISEMENT
“Awalnya saya beli kedelai dari supermarket, tapi jarang ada stok besar,” ceritanya. Lulusan sarjana pendidikan UNISMA ini tidak habis pikir. Berbagai cara dicobanya, mulai dari mencari supplier kedelai, hingga membeli langsung ke petani setempat. Saat ini ia telah mendapatkan pasokan yang stabil, langsung dari petani.
Satu-satunya bahan baku produksi yang tidak dapat ditemukannya di Kenya adalah ragi tempe. Beruntung, komunitas masyarakat Indonesia di Nairobi selalu siap dititipkan ragi, setiap kali ada yang pulang ke tanah air.
Deretan tempe yang sudah jadi. Sumber: dokumentasi pribadi.
Cita-Cita Jadi Pengusaha Tempe Skala Afrika Timur
Saat ini, Wati membuat tempe empat kali seminggu. Jumlah tempe yang dibuat tergantung dengan pesanan yang diterimanya. Ketika sedang tidak banyak pesanan, ia hanya membuat tempe dari 3 kg kedelai, namun ketika pesanan sedang banyak, 25 kilogram tempe dapat dihabisakannya dalam sekali proses.
ADVERTISEMENT
Ibu dua anak ini punya cita-cita besar yaitu mendirikan pabrik tempe. Tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan di Kenya, tetapi juga dapat menyuplai tempe untuk kawasan Afrika Timur. “Saya berharap tempe semakin dikenal di Kenya dan juga Afrika secara keseluruhan,” ujarnya bersemangat.
Seiring dengan meningkatnya citra tempe sebagai ‘superfood’ yang kaya nutrisi dan masyarakat yang mengonsumsinya sebagai sumber protein alternatif, di masa depan bukan tak mungkin tempe semakin melokal di benua Afrika.