Konten dari Pengguna

Layanan Berhenti Merokok: Saatnya Dokter Gigi Turun Tangan

Pramesti Rahayu Dewi Larasati
Mahasiswa Pre-Klinik Kedokteran Gigi Universitas Jember
28 April 2025 14:43 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pramesti Rahayu Dewi Larasati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Meningkatkan Kesadaran Berhenti Merokok di Kalangan Generasi Muda: Mengapa Dokter Gigi Juga Perlu Terlibat?

sumber gambar: https://www.freepik.com/premium-photo/male-is-being-examined-by-dentist-with-explorere-mirror-while-lying-protective-glasses_16076153.htm?epik=dj0yJnU9VURoczg5eGJoY1dXdjhMVU5fQVZOX19GWjVGNE5Ta1MmcD0wJm49VUdHbnl6cEQzdTJsa0pnTldGQW1MUSZ0PUFBQUFBR2dPN1Fr
zoom-in-whitePerbesar
sumber gambar: https://www.freepik.com/premium-photo/male-is-being-examined-by-dentist-with-explorere-mirror-while-lying-protective-glasses_16076153.htm?epik=dj0yJnU9VURoczg5eGJoY1dXdjhMVU5fQVZOX19GWjVGNE5Ta1MmcD0wJm49VUdHbnl6cEQzdTJsa0pnTldGQW1MUSZ0PUFBQUFBR2dPN1Fr
ADVERTISEMENT
Seandainya diminta untuk menyebutkan satu kebiasaan yang alih-alih bermanfaat justru merugikan dari segi kesehatan, ekonomi, dan lingkungan, maka merokok merupakan jawaban yang pas. Merokok pada masyarakat kita dianggap sebagai ciri atau kebiasaan yang maskulin, jantan, atau simbol keren. Entah dari mana dan bagaimana stigma ini berkembang, yang jelas sudah menjadi pemandangan biasa, khususnya di kalangan pria. Malah, pria yang tidak merokok sering dianggap ‘spesial’.
ADVERTISEMENT
Merokok menyebabkan lebih dari 8 juta kematian setiap tahun di seluruh dunia. Bagaimana bisa sebanyak itu? Klasik, kita sudah sering dengar kalimat: “Merokok menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan dan janin." Selain berdampak pada kesehatan, harga rokok yang tidak murah telah banyak mengganggu stabilitas ekonomi keluarga, yang berujung pada masalah sosial, sering kali itu tidak berakhir menyenangkan. Belum lagi perihal rokok yang mencemari udara, sehingga merugikan para non-perokok. Merokok selepas makan siang di warung, saat berkendara, atau bahkan di dekat anak-anak, menyebabkan pencemaran udara yang tidak hanya mengganggu penciuman, tetapi juga penyakit yang kemungkinan didapat karena menjadi perokok pasif tidak lebih ringan dibandingkan perokok aktif di kemudian hari. Belakangan ini, semakin sering diberitakan kasus anak-anak yang harus menjalani perawatan intensif akibat paparan asap rokok orang tua mereka.
ADVERTISEMENT
Selain merugikan diri sendiri dan orang-orang di sekitarnya, perokok juga membebani negara karena anggaran kesehatan harus dikeluarkan lebih besar untuk menangani penyakit terkait rokok. Mengingat masalah kesehatan yang disebabkan oleh rokok tidak sedikit dan sepele, penting untuk menyadari betapa merokok merupakan kegiatan tidak sehat dan egois, alih-alih memandangnya sebagai hal yang jantan dan keren.
sumber gambar: https://naturalandcosmeticdentistry.com/smoking-and-tobacco-how-is-your-dental-health-at-risk/
Dikutip dari laman resmi Kementerian Kesehatan, saat ini terdapat sekitar 70 juta perokok aktif di Indonesia. Mirisnya, mayoritas justru berasal dari kalangan anak muda. Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 mencatat bahwa 7,4% perokok aktif berasal dari kelompok usia 10–18 tahun. Tak hanya itu, remaja usia 15–19 tahun menjadi kelompok dengan persentase perokok terbanyak, mencapai 56,5%, disusul oleh anak usia 10–14 tahun sebesar 18,4%.
ADVERTISEMENT
Walaupun mungkin terdengar mustahil untuk menghapuskan kebiasaan merokok sepenuhnya, setidaknya upaya menekan prevalensi merokok pada generasi muda perlu menjadi prioritas utama.
Pada poster iklan rokok, baik di jalan raya maupun pada bagian akhir iklan rokok televisi, selalu dicantumkan layanan berhenti merokok yang dapat dihubungi. Namun sayang, biasanya tulisan ini terletak di pojok, dengan latar hitam yang tidak menarik, dan ukuran font yang hampir kasat mata. Mungkin tidak akan sia-sia untuk membuat tulisan-tulisan seperti ini menjadi lebih mencolok dan sekurang-kurangnya masyarakat harus tahu bahwa mereka dapat mengakses layanan konseling berhenti merokok yang disediakan pemerintah ini secara gratis. Apalagi, banyak puskesmas daerah yang juga menawarkan layanan serupa. Namun, sepertinya bagaimana program ini dan seperti apa alurnya masih tidak sampai dengan baik pada telinga masyarakat.
Tulisan yang biasanya ada pada akhir iklan rokok di televisi dan pojok bawah poster-poster rokok jalan raya.
Selain solusi tersebut, peran dokter gigi sangatlah penting. Dokter gigi berada dalam posisi yang unik dan cukup ideal untuk memantau perkembangan konsumsi nikotin pasien. Contohnya dalam perawatan gigi yang melibatkan beberapa kali kunjungan, baik di puskesmas, klinik, ataupun rumah sakit, dokter gigi dapat melihat kondisi kesehatan mulut pasien, yang mencakup kesehatan gigi maupun jaringan penyokong gigi lainnya. Faktor-faktor seperti kalkulus (karang gigi), ligamen periodontal, dan kondisi gusi pasien dapat menggambarkan bagaimana konsumsi nikotin pasien. Dalam hal ini, dokter gigi dapat dengan mudah memperoleh informasi terkini terkait kebiasaan merokok pasien yang dapat memengaruhi kesehatan oral mereka, sedemikian kesehatan pasien secara keseluruhan.
ADVERTISEMENT
Namun, yang menjadi masalah adalah pasien mungkin merasa kurang nyaman membicarakan kebiasaan merokok mereka, seperti halnya kebiasaan mengonsumsi alkohol dan kebiasaan jelek lainnya. Selain itu, dokter gigi mungkin membutuhkan pembekalan lebih untuk memberikan pendampingan layanan berhenti merokok.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Turkey oleh Beklen et al. (2021) dalam penelitiannya yang berjudul “The Impact of Smoking on Oral Health and Patient Assessment of Tobacco Cessation Support from Turkish Dentists”, menunjukkan bahwa para perokok yang dijadikan narasumber, sebanyak 89% dari 226 orang, bersedia untuk membicarakan kebiasaan merokok mereka dan mendapatkan pengarahan terkait berhenti merokok dari dokter gigi mereka. Oleh karena itu, untuk mengetahui apakah hal serupa juga berlaku di Indonesia, perlu dilakukan survei.
ADVERTISEMENT
Penulis mencoba melakukan mini riset sederhana berupa melakukan wawancara kepada 8 mahasiswa rentang usia 18–20 tahun. Pertanyaan-pertanyaan terkait setidaknya berupa: kapan mereka memulai merokok? apakah mereka merasa nyaman untuk membicarakan kebiasaan merokok mereka dengan dokter gigi? dan apakah mereka merasa nyaman untuk diberikan saran dan edukasi terkait hal itu? juga pertanyaan terkait apakah mereka bersedia seandainya diberikan pendampingan dokter gigi untuk berhenti merokok?
Hasil yang didapat adalah sebagian besar mulai merokok pada usia 15 tahun, sebanyak 7 orang merasa nyaman untuk membicarakan kebiasaan merokok mereka dan diberi edukasi, dan 4 orang menolak untuk diberikan pendampingan berhenti merokok.
Selain itu, penulis juga mencoba melakukan sedikit wawancara pada 20 orang mahasiswa kedokteran gigi yang merupakan campuran komunitas perokok dan non-perokok. Ironisnya, hanya 1 dari mereka yang mengetahui perihal layanan konseling berhenti merokok yang dikelola pemerintah—dalam hal ini KEMENKES RI—tersebut. Sekali lagi, ini jelas menunjukkan bahwa belum baiknya penyuluhan terkait. Jika kalangan mahasiswa prodi kesehatan saja tidak tahu-menahu soal itu, bagaimana dengan masyarakat awam?
ADVERTISEMENT
Sedemikian, sehingga untuk mengetahui pendapat masyarakat perokok secara luas tentang hal ini perlu dilakukan penelitian yang adequate. Selain itu, bagaimana pendapat para dokter gigi terkait hal ini, apakah mereka bersedia untuk digandeng secara langsung?
Dengan data yang lebih lengkap, diharapkan dapat menjadi pondasi kebijakan pemerintah di masa depan untuk menangani masalah-masalah yang ditimbulkan karena perokok. Misalnya, supaya edukasi terkait program ini bisa sampai ke masyarakat, mempermudah pendampingan oleh dokter gigi puskesmas setempat, pembekalan kepada dokter-dokter gigi, atau kebijakan-kebijakan lainnya. Namun, tentunya hal ini butuh dukungan dan kerja sama dari banyak pihak.