Konten dari Pengguna

Duck Syndrome, Bahagia atau Pura-Pura Bahagia?

Widya Pramesti Ariningtyas
Mahasiswa Psikologi Universitas Brawijaya
24 November 2022 21:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Widya Pramesti Ariningtyas tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://www.shutterstock.com/image-photo/birds-animals-wildlife-concept-amazing-mallard-416021665
zoom-in-whitePerbesar
https://www.shutterstock.com/image-photo/birds-animals-wildlife-concept-amazing-mallard-416021665
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pernahkah kalian melihat seseorang yang sibuk dengan segudang aktivitasnya tapi terlihat tenang dan enjoy? atau pernahkah kalian bertemu dengan seseorang yang telah sukses dan gemilang sepak terjangnya di dunia karir tampak sangat bahagia dalam menjalani kehidupannya?
ADVERTISEMENT
Kalian pasti mengira bahwa orang tersebut sangat menikmati hidup dan tidak punya masalah berarti dalam hidupnya. Namun, siapa sangka dibalik ketenangan dan kebahagiaan yang ditunjukkannya tersebut, terdapat banyak tekanan atau segudang masalah tersembunyi dibaliknya, namun ia senantiasa bersikap seolah baik-baik saja.
Nah, kondisi inilah yang disebut sebagai duck syndrome atau sindrom bebek. Kenapa disebut dengan sindrom bebek? Memang ada kaitannya kondisi ini dengan seekor bebek? Eits, daripada penasaran kalian bisa simak penjelasan mengenai duck syndrome berikut.

Apa Itu Duck Syndrome?

Duck Syndrome atau sindrom bebek ini pertama kali diperkenalkan di Stanford University, Amerika Serikat untuk menggambarkan keadaan para mahasiswa di Stanford University. Dimana mereka tampak tenang walaupun memiliki tekanan tinggi di dalam dirinya. Istilah ini sendiri mengacu pada kondisi dimana seseorang dari luar terlihat tenang dan baik-baik saja meskipun banyak tekanan, kesulitan, serta masalah yang dihadapinya.
fake smile, sumber: iStock
Para penderita duck syndrome sukar untuk mengakui maupun menunjukkan kesulitan yang dialaminya, mereka lebih memilih menyembunyikannya dari orang lain dan bersikap seolah-olah semua berjalan sempurna tanpa ada kendala sama sekali. Sebutan “duck syndrome” sendiri merupakan bentuk analogi dari seekor bebek yang sedang berenang. Saat kita melihat bebek yang sedang berenang pasti tubuhnya terlihat tenang, namun sebenarnya kakinya berusaha keras mendayung agar tubuhnya tetap stabil di atas permukaan air.
ADVERTISEMENT
Duck syndrome atau sindrom bebek ini sendiri belum secara resmi dapat diklasifikasikan sebagai sebuah gangguan mental. Walaupun begitu, gejala-gejala yang dialami penderita duck syndrome hampir mirip dengan gejala gangguan mental lainnya seperti sering cemas bahkan depresi.
Penderita sindrom ini sering mengalami rasa khawatir yang terus menerus, susah fokus, menjadi pelupa, sering merasa gugup dan cemas serta mengalami kesulitan untuk menenangkan pikirannya sendiri. Adapun gejala fisik yang dapat dilihat seperti otot tegang, tubuh terasa lemas dan tidak berenergi. Sindrom ini juga berdampak pada terganggunya kebiasaan tidur dan pola makan seseorang.

Penyebab Duck Syndrome

depresi, sumber: iStock
Diketahui bahwa sindrom ini banyak dialami oleh kalangan muda, seperti pelajar, mahasiswa, maupun pekerja. Namun, penderita duck syndrome dapat berisiko mengalami masalah kejiwaan, seperti gangguan kecemasan maupun depresi. Untuk itu kita perlu memperhatikan beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami duck syndrome, di antaranya:
ADVERTISEMENT
1. Tuntutan akademik
Bagi seorang pelajar akademik merupakan suatu hal yang penting. Dalam kehidupan akademik tentunya banyak tuntutan dan kesulitan yang akan dihadapi. Apabila seseorang tidak mampu merespon kesulitan tersebut dengan baik, maka akan berakibat munculnya duck syndrome.
2. Sifat perfeksionis
Seseorang yang perfeksionis cenderung mengharapkan kesempurnaan di dalam dirinya berdasarkan standar yang telah mereka ciptakan. Mereka akan selalu berusaha mengejar kesempurnaan tersebut dengan tanpa melakukan kesalahan.
3. Pola asuh helikopter
Pola asuh ini memberikan banyak tuntutan bagi diri seseorang, sifatnya yang terlalu berlebihan dan ikut campur akan mengakibatkan kesulitan pada seseorang saat menghadapi dan menyelesaikan suatu masalah sehingga mereka akan cenderung memilih untuk menyembunyikan masalah yang dihadapinya.
4. Ekspektasi dari lingkungan terlalu tinggi
ADVERTISEMENT
Faktor eksternal, seperti lingkungan juga berpengaruh besar terhadap seseorang. Ekspektasi lingkungan yang terlalu tinggi, membuat seseorang rentan merasa cemas apabila gagal untuk memenuhi ekspektasi tersebut. Seorang individu akan berusaha keras dan semaksimal mungkin untuk dapat memenuhi ekspektasi lingkungan dimana ia berada.
5. Pengaruh media sosial
Kita semua tahu melalui media sosial kita mudah untuk berkomunikasi dan bersosialisasi dengan orang lain. Namun, tahukah kalian bahwa penggunaan media sosial dapat memicu duck syndrome. Saat melihat postingan orang lain di media sosial yang kehidupannya tampak sempurna dan tanpa cela, dapat mengakibatkan munculnya standar di dalam seseorang untuk senantiasa tampil sempurna pula. Oleh karena itu, mereka akan memaksakan diri untuk senantiasa menunjukkan sisi “sempurna” untuk memenuhi standar yang diciptakannya tersebut.
ADVERTISEMENT

Cara Mengatasi Duck Syndrome

love yourself, sumber : iStock
Duck Syndrome dapat disebabkan oleh banyak faktor baik internal maupun eksternal dan gangguan ini rentan terjadi pada kalangan muda karena mendapatkan tekanan yang berat untuk dapat bersaing dan survive dengan lingkungan sekitarnya. Hal ini tidak boleh dianggap remeh karena apabila kondisi ini diabaikan, penderita duck syndrome berisiko mengalami depresi berat bahkan pada kemungkinan terburuknya adalah bunuh diri.
Untuk menghindari kemungkinan buruk tersebut. Langkah awal yang dapat ditempuh untuk mengatasinya adalah dengan berkonsultasi dengan dokter atau psikolog apabila telah dianggap berisiko tinggi untuk mengalami gangguan psikologis tersebut. Langkah lain yang dapat kita lakukan adalah dengan mengenali kapasitas diri, senantiasa mencintai diri sendiri, ubah pola pikir menjadi positif, dan berhenti membandingkan diri dengan orang lain.
ADVERTISEMENT
Nah, kalian tentunya sudah tahu dan paham mengenai apa itu duck syndrome bukan? Perlu diingat bahwa dalam kehidupan, setiap orang pasti memiliki jalannya masing-masing yang tentunya akan berbeda satu dengan yang lainnya. Fokus pada dirimu sendiri dan jadikan setiap pencapaianmu sebagai bagian terbaik hidup versimu!
Referensi :
https://id.theasianparent.com/duck-syndrome
https://www.gramedia.com/best-seller/duck-syndrome/com)
https://www.alodokter.com/duck-syndrome-gangguan-psikologis-yang-banyak-dialami-orang-dewasa-muda