news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Indonesia Tak Boleh Goyah Dukung Palestina Merdeka

1 Agustus 2017 20:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warga Palestina dihalau gas air mata aparat Israel (Foto: REUTERS/Ammar Awad)
zoom-in-whitePerbesar
Warga Palestina dihalau gas air mata aparat Israel (Foto: REUTERS/Ammar Awad)
ADVERTISEMENT
Pemerintah Indonesia diminta konsisten untuk mendukung kemerdekaan Palestina. Hal itu disampaikan oleh kandidat PhD bidang Hukum Transnasional Fakultas Hukum Vrije Universiteit Amsterdam, Hadi Rahmat Purnama, S.H, LLM, dalam dialog bertajuk Palestina Merana, Indonesia Harus Bagaimana.
ADVERTISEMENT
Dialog yang digelar pada Senin (31/7) di Vrije Universiteit Amsterdam itu, diselenggarakan oleh Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU) Belanda, bekerjasama dengan PPI Amsterdam, dan ILUNI UI untuk menanggapi konflik Israel-Palestina.
Hadi menegaskan, Indonesia saat ini harus konsisten dengan kebijakan politik mendukung kemerdekaan Palestina, dan menolak hubungan diplomatik dengan Israel.
"Sampai nanti situasi berubah, yaitu saat konflik Israel-Palestina mereda. Palestina merdeka secara utuh, baru kita pikirkan langkah membangun hubungan diplomasi dengan Israel," ujar Hadi kepada kumparan (kumparan.com) Deen Hag, Selasa (1/8).
Dalam dialog tersebut, Ketua Iluni UI dan anggota Lakpesdam PCINU Belanda ini juga menjelaskan perihal pentingnya melihat konflik Israel-Palestina dari dua sudut pandang Hukum Internasional.
"Pertama peremptory norms (ius cogens, red) artinya bahwa wilayah mandat mempunyai hak untuk menentukan nasib sendiri. Kedua, pelarangan penguasaan wilayah yang dianeksasi melalui perang," jelas dia.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan Partition Plan Majelis Umum PBB 1947, menurut Hadi, 43% wilayah mandat Palestina adalah klaim sah dari populasi Arab. Oleh karena itu, tambahan 25% klaim wilayah dari Israel atas wilayah Palestina setelah perang kemerdekaan Israel tahun 1948, dinilai tidak sah.
"Diperkuat dengan Resolusi 242 dan 338 dari Dewan Keamanan PBB, yang mengharuskan Israel untuk mundur sampai garis Armistice 1949 bukan garis Paritition Plan 1947," ucap Hadi.
Anak Palestina (Foto: Dok. Nico Adam/KBRI Palestina)
zoom-in-whitePerbesar
Anak Palestina (Foto: Dok. Nico Adam/KBRI Palestina)
Sementara itu di sisi lain dalam Perjanjian Oslo 1988 dan 1993, PLO mengakui batas wilayah Israel yang diperluas. Oleh karena itu pemukiman Israel yang saat ini berada di wilayah Palestina dan Yerusalem Timur merupakan pelanggaran atas kesepakatan antara Israel dan PLO.
Hal ini diperkuat oleh putusan Mahkamah Internasional (MI) pada 2004 tentang Legal Consequences of the Construction of a Wall in the Occupied Palestinian Territory.
ADVERTISEMENT
"Tindakan Israel dan negara-negara pendukungnya yang menolak resolusi Majelis Umum PBB merupakan pelanggaran hukum internasional yang serius," tegas Hadi.