Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Jokowi Sindir Masih Ada Elite Politik yang Sebut Pemerintah Anti Islam
20 November 2017 11:52 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:13 WIB
ADVERTISEMENT
Presiden Joko Widodo menegaskan pemerintah tak mungkin tinggal diam jika Partai Komunis Indonesia (PKI) kembali bangkit di Indonesia. Jokowi menyayangkan saat ini masih banyak masyarakat yang curiga ada antek PKI di dalam sistem pemerintahan.
ADVERTISEMENT
"Coba kita lihat, banyak yang masih berteriak-teriak mengenai antek asing, mengenai PKI bangkit, kalau saya, PKI bangkit, gebuk saja sudah," ujarnya saat hadir dalam Simposium Nasional Purnawirawan TNI AD di Balai Kartini, Jakarta Pusat, Senin (20/11).
"Gampang. Payung hukumnya juga jelas. TAP MPRS-nya masih ada. Kenapa kita harus bicara banyak-banyak mengenai ini," imbuh Jokowi.
Jokowi melanjutkan, ia juga menyayangkan sikap sebagain masyarakat dan elite politik yang saat ini masih ada yang menilai pemerintah Indonesia anti-Islam dan antiulama.
"Yang kita lihat banyak juga elite-elite politik yang memberikan pendidikan tak baik pada anak-anak kita. Mengenai anti-Islam, antiulama. Saya pikir ada cara-cara berpolitik yang beretika, itu harus juga mulai kita sampaikan," ucap Jokowi.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu dalam kesempatan tersebut Jokowi berharap para anggota Purnawirawan TNI Angkatan Darat (PPAD), Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri TNI-Polri (FKPPI) dan Yayasan Suluh Nuswantara Bhakti (YSNB), bersedia mengedukasi masyarakat soal cara berpolitik yang baik.
"Oleh sebab itu nilai-nilai keindonesiaan kita, kesopanan, kesantunan, nilai-nilai semua yang terkandung dalam ideologi Pancasila, saya kira terus disampaikan ke anak-anak kita. Bagaimana mengenai kerukunan, toleransi," ucap Jokowi.
Dalam acara ini hadir pula Wakil Presiden keenam Try Sutrisno, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menkopolhukam Wiranto, dan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu.