Konten dari Pengguna

Dinasti dalam Kerajaan Mataram Kuno: Satu atau Dua Dinasti?

Shinta Dwi Prasasti
Penyuka Sejarah, Arkeologi dan Heritage, bekerja di Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah X
14 Mei 2024 16:36 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Shinta Dwi Prasasti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Candi Borobudur. Sumber : Dokumentasi Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Candi Borobudur. Sumber : Dokumentasi Pribadi
ADVERTISEMENT
Kerajaan Mataram Kuno merupakan salah satu kerajaan besar yang pernah berkuasa Pulau Jawa. Sejumlah peninggalan berupa bangunan candi, seperti candi Dieng, Gedongsongo, Kalasan, Borobudur, Prambanan, Sambisari, dan Sari adalah bukti keberadaannya.
ADVERTISEMENT
Selama ini masih didapati perbedaan pendapat tentang dinasti yang berkuasa di kerajaan tersebut. Pendapat pertama menyebut bahwa ada dua dinasti yang pernah berkuasa dan memerintah di kerajaan tersebut. Sementara pendapat lain, menyatakan hanya satu dinasti saja. Lantas manakah yang benar?
Kedua pendapat ini sama-sama didukung oleh data yang kuat. Teori tentang Dinasti Sailendra sebagai satu satunya dinasti di masa Mataram Kuno disampaikan oleh epigraf Prof. Poerbatjaraka. Hal ini juga diperkuat oleh epigraf senior lainnya, Boechari. Tulisan ini mencoba mengurai pendapat dari Boechari tentang perbedaan pendapat tersebut. Boechari dalam tulisannya yang berjudul Satu atau Dua Dinasti di Kerajaan Mataram Kuno? dalam buku Melacak Sejarah Kuno Indonesia lewat Prasasti (2012) menjabarkan secara detail alasannya.
ADVERTISEMENT
Tulisan kedua yang mendukung pendapat satu dinasti tersebut adalah tulisan Arkeolog Baskoro Daru Tjahjono yang berjudul Syailendrawangsa: Sang Penguasa Mataram Kuna. Tulisan ini dimuat dalam Berkala Arkeologi Sangkhakala Volume 16 No. 2, November 2013.
Berikut adalah sejumlah fakta yang dirangkum dari kedua tulisan tersebut:
1. Kata Dinasti Sailendra tercantum dalam prasasti
Di dalam sumber-sumber sejarah, baik prasasti maupun naskah susastra, tidak pernah dijumpai istilah Sanjayawamsa (Wangsa/Dinasti Sanjaya). Istilah ini hanya ada dalam naskah Pustaka Rajya I Bhumi Nusantara. Naskah ini diketahui sebagai naskah yang baru, tidak semasa dengan masa Mataram Kuno.
Sementara istilah Sailendrawamsa (Dinasti Sailendra) termuat dalam prasasti Kalasan (778 M), Kelurak (782 M), dan Abhayagiriwihara (792 M). Bahkan sejak pertengahan abad 9 Masehi, dinasti ini juga berkuasa di Sriwijaya. Hal ini dapat diketahui dari prasasti Ligor B, prasasti Nalanda dam prasasti-prasasti raja Cola yang kini disimpan di perpustakaan Universitas Leiden.
ADVERTISEMENT
Istilah Sanjayawamsa ditampilkan W.F. Stutterheim ketika menerbitkan prasasti Mantyasih (907 M). Prasasti ini memuat daftar raja Mataram dari Rakai Mataram sang Ratu Sanjaya sampai Rakai Watukura Dyah Balitung. Daftar tersebut sebenarnya bukan silsilah, tetapi hanya daftar raja yang pernah memerintah di kerajaan Mataram Kuno semata.
Boechari menegaskan bahwa Raja Sanjaya dengan para penggantinya ialah raja-raja dari dinasti Sailendra. Sanjaya adalah anak dari Sannaha, saudara Sanna. Sanna adalah keturunan dari Dapuntan Selendra.
Penyebutan Sri Maharaja Tejahpurnapana Panangkarana (putra Raja Sanjaya) sebagai Permata Wangsa Sailendra dalam prasasti Kalasan semakin memperkuat pendapat bahwa Sanjaya adalah keturunan Sailendra. Istilah permata wangsa karena Sang Raja yang memerintah di kerajaan Dinasti Sailendra yang Makmur.
2. Pendiri Dinasti Sailendra adalah Dapunta Selendra
ADVERTISEMENT
Berdasarkan prasasti Sojomerto yang ditemukan di wilayah kabupaten Batang, Jawa Tengah. Di dalam prasasti ini disebutkan nama Dapunta Selendra. Dapunta Selendra ini memiliki ayah bernama Santanu, ibunya Bhadrawati dan istrinya bernama Sampula. Tokoh ini diyakini Boechari sebagai cikal bakal dari raja-raja penguasa Mataram Kuno.
Dapunta Selendra ini juga orang asli Indonesia bukan berasal dari India. Keyakinan ini disebabkan penggunaan bahasa Melayu Kuna pada prasasti Sojomerto.
3. Tidak ada pembagian gaya arsitektur candi di Jawa Tengah sebelah utara dan selatan
Fakta menunjukkan bahwa di seluruh Jawa Tengah dan Yogyakarta, mulai pantai utara sampai ke pantai selatan bertaburan sisa ratusan candi agama Siwa dengan berbagai ukuran. Banyak yang ukurannya lebih kecil dari Candi Prambanan.
ADVERTISEMENT
Keberadaan Candi Prambanan sebagai candi kerajaan menjadikan ukuran besar dan mewah pada masa itu. Sementara, sejumlah candi yang berukuran kecil dibangun di wilayah daerah kekuasaan dari para bawahan raja. Candi-candi juga banyak dibangun di wanua (desa) masing-masing.
Peninggalan candi agama Buddha Mahayana memang lebih terbatas. Mereka dijumpai di daerah Kedu Selatan, sekitar Prambanan, Boyolali, dan Selomerto, Wonosobo. Beberapa candi Buddha Mahayana ini juga merupakan candi kerajaan sebut saja Candi Sewu maupun Candi Borobudur – Mendut - Pawon.
4. Ada pergantian agama pada raja yang berkuasa
Perbedaan latar belakang agama pada candi yang ada pada masa Mataram Kuno, disebabkan adanya pergantian agama pada raja yang berkuasa. Dari yang semula beragama Hindu menjadi Buddha. Peristiwa ini diterangkan dalam prasasti Sankara (berada di Museum Adam Malik) dan Carita Parahyangan.
ADVERTISEMENT
Pada prasasti Sankara, disebutkan tentang raja Sankara yang berpindah agama dari agama Siwa ke Buddha Mahayana. Keputusan ini diambil setelah melihat sang ayah sakit keras dan meninggal. Sankara menganggap guru ayahnya tidak benar.
Sementara Carita Parahyangan menceritakan bahwa Rahyanta Sanjaya berpesan kepada anaknya, Rahyanta Panaraban, untuk meninggalkan agama yang dianutnya, karena ia ditakuti oleh rakyatnya. Nama Panaraban juga muncul dalam prasasti Wanua Tengah III, setelah nama Panangkaran.
Berdasar kedua sumber sejarah tersebut maka muncullah gambaran sejarah bahwa dinasti Sailendra sejak Dapunta Selendra sampai Rakai Mataram sang Ratu Sanjaya adalah penganut agama Siwa. Sementara Rakai Panangkaran dan Panaraban berpindah menjadi penganut agama Buddha Mahayana.
Inilah yang membuat sejumlah bangunan candi peninggalan Mataram Kuno memiliki perbedaan latar keagamaan. Ada yang berlatar agama Hindu, ada juga yang Buddha.
ADVERTISEMENT
Semoga uraian fakta di atas dapat menambah pengetahuan tentang keberadaan Dinasti Sailendra sebagai penguasa di Kerajaan Mataram Kuno . Salam Budaya.