Kain di Jawa: Dari Penutup Tubuh hingga Komoditas Dagang

Shinta Dwi Prasasti
Penyuka Sejarah, Arkeologi dan Heritage, bekerja di Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah X
Konten dari Pengguna
10 Februari 2023 18:05 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Shinta Dwi Prasasti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Buku Kain di Jawa (Sumber : Dokumentasi Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Buku Kain di Jawa (Sumber : Dokumentasi Pribadi)
ADVERTISEMENT
Sandang merupakan salah satu kebutuhan primer manusia yang wajib dipenuhi. Maka setiap peradaban akan mengenal keberadaan sandang. Bagaimana dengan masyarakat Jawa di masa lampau?
ADVERTISEMENT
Sebuah buku yang berasal dari disertasi program doktor arkeologi Universitas Gajah Mada ini menampilkan jawabannya. Buku berjudul Kain di Jawa: Dari Era Mataram Kuno hingga Majapahit ini berupaya mengisi kekosongan terkait kajian bahan pakaian yang komprehensif di masa Mataram Kuno hingga Majapahit. Sumber-sumber yang digunakan dalam penulisan ini adalah prasasti, relief candi, arca, naskah susastra, berita asing sezaman, dan data etnografi.
Buku ini merekonstruksi sejarah, teknik pembuatan, serta fungsi kain pada masyarakat Jawa Kuno antara abad ke-9 hingga ke-15. Pada masyarakat Jawa Kuno, kain adalah pakaian yang digunakan untuk sehari-hari. Kain atau pakaian juga telah dikenal oleh masyarakat Jawa Kuno dengan berbagai istilah. Prasasti sebagai sumber data utama tertulis dalam buku ini memberikan informasi tentang pakaian pada masyarakat masa itu.
ADVERTISEMENT
Rekonstruksi dilakukan melalui tiga pendekatan, yakni sejarah, filoarkeologi, dan etnoarkeologi. Pendekatan etnoarkeologi dipakai untuk melengkapi keterbatasan data artefaktual. Lokasinya adalah Desa Gaji, Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Penentuan lokasi disebabkan karena masyarakat desa tersebut memiliki kesamaan dengan masyarakat Jawa Kuno. Kesamaannya adalah dalam penyebutan istilah-istilah produksi kain, seperti proses pemintalan benang, menenun, mewarnai benang, dan istilah-istilah untuk menyebut beberapa alat tenun.

Kebaruan dalam buku ini

Karya ini menunjukkan kebaruan data dibanding karya lain. Ada 7 fenomena yang ditampilkan dalam buku ini. Pertama, masyarakat Jawa Kuno memiliki dua jenis teknik dalam pembuatan kain, yaitu mengempa dan menenun. Kedua, masyarakat telah memiliki kepandaian dalam membuat motif hias kain. Ketiga, ragam jenis kain yang disebutkan dalam prasasti dapat menunjukkan asal usulnya. Misalnya kain berasal dari berbagai lapisan sosial masyarakat Jawa Kuno dan beberapa pulau di Nusantara, atau sejumlah negara lain di Kawasan Asia.
ADVERTISEMENT
Keempat, berbagai jenis kain hasil perdagangan itu, oleh masyarakat Jawa Kuno tetap diminati selama beberapa abad kemudian. Kelima, masyarakat Jawa Kuno pada abad 9 hingga abad ke-15 telah memiliki stratifikasi sosial yang ditunjukkan melalui cara berpakaiannya. Setiap golongan memiliki ciri pakaiannya sendiri. Keenam, masyarakat Jawa Kuno mengalami perkembangan dalam penggunaan baju atau kurug, yaitu pakaian untuk menutup tubuh bagian atas. Ketujuh, beberapa motif kain yang disakralkan pada masa Jawa Kuno masih dapat dijumpai hingga saat ini. Motif tersebut antara lain adalah kawung dan motif turunan patola seperti jlamprang dan nitik.
Ketujuh fenomena di atas membuktikan bahwa masyarakat Jawa Kuno telah mengenal pembuatan dan penggunaan sandang dengan baik pada masanya. Bahkan beberapa di antaranya masih berlangsung sampai masa sekarang.
ADVERTISEMENT

Fungsi Kain bagi masyarakat Jawa Kuno

Seorang pembatik menyelesaikan pembuatan kain batik teknik coletan di Desa Kadokan, Grogol, Sukoharjo, Jawa Tengah, Selasa (29/11/2022). Foto: Mohammad Ayudha/ANTARA FOTO
Kain bagi masyarakat memiliki sejumlah fungsi. Pertama adalah sebagai pakaian. Kain juga menjadi penanda adanya lapisan sosial. Semakin tinggi status sosial seseorang di masyarakat, kain yang digunakan akan semakin panjang. Hal yang sama berlaku pada perhiasan dan pakaian pelengkap. Fenomena ini dibuktikan dengan penggambaran pada relief dan arca.
Kain yang digunakan masyarakat tersebut terus berkembang. Salah satunya adalah penggunaan pakaian penutup bagian atas, kurug. Kurug merupakan pakaian yang istimewa. Pada prasati Waharu dari abad 10, disebutkan bahwa kurug digunakan oleh sang makudur, pendeta yang memimpin upacara penetapan sima.
Satu abad kemudian terdapat data yang menyebutkan bahwa hak pemakaiannya juga diberikan kepada rakyat biasa. Prasasti Kakurugan dari abad 11 menyebut tentang anugerah kepada rakyat yang mengenakan kurug. Mereka mendapat anugerah berupa tempat tinggal khusus yang disebut Kakurugan.
ADVERTISEMENT
Penggunaan kurug bisa kita saksikan pada sejumlah arca yang berasal dari Candi Singasari. Arca-arca ini berasal dari abad ke-13. Arca-arca tersebut kini tersimpan di Rijksmuseum, Leiden, Belanda.
Penjelasan di atas menunjukkan jika masyarakat sudah bisa memakai kurug sejak abad ke-10, era Mpu Sindok. Kebijakan ini kemudian dilanjutkan pada masa raja-raja berikutnya, yaitu Airlangga pada abad ke-11.
Kain juga memiliki fungsi ekonomi. Kain menjadi komoditas perdagangan yang banyak dijumpai dalam sejumlah prasasti dan naskah susastra. Ada sejumlah kain yang dibuat masyarakat Jawa sendiri maupun kain yang berasal dari sejumlah daerah. Kain yang berasal dari luar (impor) lebih diminati masyarakat, karena membawa nilai status sosial yang tinggi. Sedangkan kain buatan lokal menjadi konsumsi masyarakat lokal saja. Kain ini juga memiliki tingkat kualitas berbeda.
ADVERTISEMENT
Kain juga memiliki fungsi idiofak. Fungsi idiofak adalah fungsi artefak yang berkaitan dengan pemikiran terhadap hal-hal religius, supernatural, ide dan abstrak. Fungsi ini bisa dapat dilihat dari motif yang dimiliki kain. Motifnya memiliki kesamaan dengan motif yang ada di relief candi maupun pada arca perwujudan dewa. Motif kain yang masih digunakan lebih dikarenakan fungsi religius dari motif yang masih dipercaya.
Motif kain yang masih dijumpai sampai sekarang adalah motif kawung dan turunan motif patola berbentuk bunga. Turunan motif ini menunjukkan adanya delapan arah mata angin.

Epilog

Buku Kain di Jawa ini memberikan kontribusi pada perkembangan ilmu arkeologi dan epigrafi di Indonesia. Buku ini juga memberikan pengetahuan pada masyarakat luas tentang sejarah kain di Jawa. Kain bukan sekadar sebuah penutup tubuh semata. Kain memiliki nilai sosial dan ekonomi yang amat penting pada masa itu. Kain juga menjadi tanda terjadinya hubungan dagang dengan sejumlah bangsa yang berkunjung ke Nusantara.
ADVERTISEMENT
Membaca buku ini bukan sekadar membaca sejarah kain di Jawa. Sejumlah detail kehidupan sosial pada masa Jawa Kuno juga ditampilkan. Mari membaca dan bersiap berpetualang ke masa lalu.
Judul Buku: Kain di Jawa: Dari Era Mataram Kuno hingga Majapahit
Penulis: Siti Maziyah
Penerbit: Sinar Hidoep
Cetakan: Pertama, Desember 2022
Tebal: xxxiv +335 hlm
ISBN : 978-623-88040-1-6