Konten dari Pengguna

Mengungkap Daftar Raja Mataram Kuno: Berdasarkan Dua Prasasti Penting

Shinta Dwi Prasasti
Penyuka Sejarah, Arkeologi dan Heritage, bekerja di Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah X
6 September 2024 17:47 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Shinta Dwi Prasasti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Candi Sewu, salah peninggalan masa Mataram Kuno (Dokumentasi pribadi, 2024)
zoom-in-whitePerbesar
Candi Sewu, salah peninggalan masa Mataram Kuno (Dokumentasi pribadi, 2024)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kerajaan Mataram Kuno, yang merupakan salah satu kerajaan besar di Jawa diperintah oleh beberapa raja. Meski ke semuanya berasal dari Dinasti Syailendra. Kerajaan ini meninggalkan sejumlah prasasti.
ADVERTISEMENT
Prasasti-prasasti tersebut dapat menjadi rujukan untuk mengetahui tentang keberadaan kerajaan tersebut. Ada dua prasasti yang memuat daftar raja-raja yang pernah memerintah kerajaan ini. Prasasti tersebut adalah Prasasti Mantyasih (907 Masehi) dan Prasasti Wanua Tengah III (908 Masehi).
Kedua prasasti tersebut memuat daftar penguasa Mataram Kuno. Kusen dalam artikelnya yang berjudul Raja-raja Mataram Kuna dari Sanjaya sampai Balitung sebuah Rekonstruksi berdasarkan Prasasti Wanua Tengah III, yang dimuat dalam Berkala Arkeologi 1994 edisi khusus, membahasnya. Kusen menyebut bahwa meski sama-sama memuat daftar nama raja penguasa Mataram Kuno, kedua prasasti ini menampilkan susunan yang tidak sama persis.
Prasasti Mantyasih (907 Masehi)
Prasasti Mantyasih ditemukan di Daerah Mateseh, Magelang, Jawa Tengah. Prasasti ini berangkat tahun 907 Masehi. Prasasti ini dibuat atas perintah salah satu raja, yaitu Balitung yang berkuasa pada 899-910 Masehi.
ADVERTISEMENT
Marwati Djoened Poesponegoro dalam buku Sejarah Nasional Indonesia II (1984) menyebut bahwa Prasasti Mantyasih ditulis untuk memperingati pemberian anugerah sima kepada 5 orang patih di daerah Mantyasih karena jasa-jasa mereka. Mereka berjasa dalam mempersembahkan kerja bakti pada waktu perkawinan raja. Mereka juga telah menjaga keamanan di desa Kuning, yang penduduknya selalu merasa ketakutan, serta tidak pernah alpa dalam mempersembahkan kebaktian kepada bangunan suci Malangkuseswara, Puteswara, Kutusan, Silabhedeswara, dan Tuleswara.
Bahkan, Poesponegoro berintepretasi bahwa perkawinan itu sangat penting artinya bagi Raja Balitung. Mungkin tanpa perkawinan itu ia tidak akan pernah duduk di atas tahta kerajaan Mataram Kuna, sehingga perlu mencantumkan alasan detailnya dalam sebuah prasasti. Oleh karena itu, untuk melegitimasi kedudukannya sebagai raja di Mataram Kuno, Balitung menerbitkan prasasti Mantyasih yang berisi genelaogi raja-raja Mataram Kuna sejak Sanjaya hingga dirinya.
ADVERTISEMENT
Prasasti Mantyasih memuat 9 raja penguasa kerajaan Mataram Kuno. Mereka adalah Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya, Sri Maharaja Rakai Panangkaran, Rakai Panunggalan, Rakai Warak, Rakai Garung, Rakai Pikatan, Rakai Kayuwangi, Rakai Watuhumalang dan Rakai Watukura Dyah Balitung.
Prasasti Wanua Tengah III (908 Masehi)
Prasasti Wanua Tengah III ditemukan di Dukuh Kedunglo, Desa Gandulan, Temanggung, Jawa Tengah. Prasasti ini berisi tentang riwayat penetapan tanah Sima di desa Wanua Tengah pada masa Mataram Kuno. Wanua Tengah III memuat daftar nama raja-raja yang mengesahkan dan mencabut status sima di desa tersebut. Maka muncullah nama ketiga belas raja penguasa Mataram Kuno dengan kebijakan masing – masing pada tanah tersebut. Ada yang menetapkan dan ada yang mencabut statusnya.
ADVERTISEMENT
Di dalamnya terdapat tambahan nama-nama Dyah Gula, Dyah Tagwas, Dyah Dewendra dan Dyah Badhra. Mereka tercatat pernah berkuasa di Mataram Kuno dan memiliki kebijakan pada tanah sima di Wanua Tengah tersebut. Berikut adalah urutan penguasa Mataram Kuno dalam prasasti ini, Rahyangta ri Mdang (disamakan dengan Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya), Rake Panangkaran, Rake Panaraban, Rake Warak Dyah Manara, Dyah Gula, Rake Garung, Rake Pikatan Dyah Saladu, Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala, Dyah Tagwas, Rake Panumwangan Dyah Dewendra, Rake Gurunwangi Dyah Bhadra, Rake Wungkalhumalang Dyah Jbang dan Rake Watukura Dyah Balitung.
Prasasti ini memuat data secara kronologis tentang penguasaan raja-raja tersebut. Bahkan juga ada sejumlah peristiwa yang mengiringi masa kekuasaan raja tersebut. Narasi dalam peristiwa tersebut menunjukkan dinamika politik yang terjadi pada masa pemerintahan ketiga belas raja tersebut.
ADVERTISEMENT
Penamaan prasasti Wanua Tengah III ini disebabkan adanya dua prasasti lain yang lebih dahulu ditemukan. Keduanya bahkan berasal dari raja sebelum Balitung. Prasasti tersebut adalah prasasti Wanua Tengah I dan II. Keduanya berangka tahun 875 Saka, yaitu masa pemerintahan Rakai Kayuwangi Pu Lokapala.
Perbedaan Prasasti Mantyasih dan Wanua Tengah III
Sesuai penjelasan di atas, terdapat perbedaan jumlah raja yang berkuasa berdasar kedua prasasti tersebut. Menurut Kusen, alasannya ada pada perbedaan latar belakang dikeluarkannya prasasti.
Prasasti Mantyasih diterbitkan dalam rangka melegitimasi Raja Balitung sebagai pewaris tahta Mataram yang sah. Para raja yang dicantumkan dalam prasasti ini adalah raja – raja yang berdaulat penuh di masa Mataram Kuno dalam pandangan Balitung. Nama Dyah Gula, Dyah Tagwas, Dyah Dewendra dan Dyah Badhra, tidak ada karena dianggap tidak berdaulat. Salah satu indikatornya yang bisa digunakan adalah, karena masa kekuasaannya yang tergolong singkat.
ADVERTISEMENT
Sementara prasasti Wanua Tengah III dikeluarkan untuk menunjukkan adanya perubahan status sawah di Wanua Tengah. Ini membuat semua penguasa yang memiliki hubungan dengan perubahan status sawah tersebut harus dicantumkan. Nama raja Mataram yang tidak disebut di sini adalah Sanjaya. Alasan logisnya adalah karena riwayat penetapan status sawah dimulai dari Rakai Panangkaran, putra Sanjaya. Sanjaya hanya disebut sebagai Rahyangta ri Mdang.
Meskipun terdapat perbedaan dalam kedua prasasti tersebut, namun keduanya dianggap penting karena menunjukkan nama urutan raja-raja Mataram Kuno. Keduanya juga menjadi sumber sejarah yang penting, yang menunjukkan dinamika politik yang terjadi pada masa Mataram Kuno.
Maka, jangan lupa untuk mempelajari sejarah kerajaan kuno dengan mempelajari prasasti.