Konten dari Pengguna

Politik Dinasti Jokowi: Ancaman atau Evolusi Demokrasi?

Prastyo Gunawan
Saya mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya yang suka menggeluti dunia audio visual
16 Oktober 2024 9:54 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Prastyo Gunawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto Jokowi, Kaesang, Gibran dan Bobby. Gambar dari Kumparan.com
zoom-in-whitePerbesar
Foto Jokowi, Kaesang, Gibran dan Bobby. Gambar dari Kumparan.com
ADVERTISEMENT
Politik Indonesia dalam beberapa tahun terakhir diwarnai dengan semakin tegangnya diskusi mengenai politik dinasti.
ADVERTISEMENT
Yang patut dicermati adalah potensi politik dinasti yang dibangun Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Meskipun Jokowi muncul di kancah politik nasional sebagai “manusia biasa” yang tersingkir dari elit politik tradisional, terdapat tanda-tanda bahwa kekuasaan politiknya mulai didistribusikan ke dalam keluarga.
Apakah politik dinasti merupakan ancaman terhadap demokrasi atau merupakan bagian tak terelakkan dari evolusi politik?

Munculnya Dinasti Politik di Keluarga Jokowi

Politik dinasti mengacu pada kecenderungan kekuasaan politik diwariskan dalam sebuah keluarga.
Dalam konteks Jokowi, dua anggota keluarganya, yakni putra sulungnya Gibran Rakabuming Raka yang menjabat Wali Kota Solo dan menantunya Bobby Nasution yang menjadi Wali Kota Medan menjadi contoh nyata fenomena tersebut.
Keduanya memasuki dunia politik di bawah bayang-bayang ketenaran dan pengaruh Jokowi.
ADVERTISEMENT
Kemenangan keduanya di pilkada tak lepas dari kepemimpinan Jokowi, meski sudah berusaha menunjukkan kemampuan dan independensinya.
Hal ini menimbulkan pertanyaan penting: Apakah merupakan hasil kerja keras dan politik populis mereka sendiri, ataukah pengaruh besar Jokowi sebagai orang nomor satu di Indonesia?
Dalam demokrasi, idealnya pegawai negeri dipilih berdasarkan kemampuan dan integritas mereka.
Jika dinasti politik berkembang, hal ini dapat membuka ruang bagi oligarki dan mengurangi persaingan sehat dalam demokrasi kita.
Proses seleksi politik yang seharusnya demokratis, namun bisa saja terdistorsi karena anggota keluarga elit politik akan selalu mempunyai akses dan keunggulan dukungan yang tidak dimiliki calon lain.
Namun di sisi lain, ada juga yang berpendapat bahwa politik dinasti tidak selalu negatif jika anggota keluarga yang ikut berpolitik menunjukkan kemampuan dan kebijakan yang baik.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks Jokowi, beberapa orang berpendapat bahwa selama Gibran dan Bobby bisa memimpin dengan baik dan menerapkan kebijakan yang pro rakyat, politik dinasti mungkin tidak akan menimbulkan banyak ancaman.

Dinasti Politik di Sejarah Indonesia

Politik dinasti bukanlah fenomena baru dalam sejarah Indonesia.
Sejak masa Orde Baru di bawah Soharto, Indonesia telah menyaksikan berbagai upaya membangun dinasti politik.
Keluarga Soekarno, keluarga Megawati Soekarnoputri, dan keluarga Jusuf Kalla adalah beberapa contoh nama besar yang anggota keluarganya lebih dari satu menduduki posisi politik strategis.
Namun, perbedaan antara politik dinasti periode sebelumnya dan politik Jokowi terletak pada bagaimana citra “populis” Jokowi menyampaikan harapan bagi reformasi praktik politik tradisional.
Oleh karena itu, ketika Jokowi tampil mengikuti model dinasti, banyak pihak yang kecewa karena bertolak belakang dengan ekspektasi awal opini masyarakat.
ADVERTISEMENT

Tantangan untuk Demokrasi dan Revolusi

Bagi mereka yang skeptis, politik dinasti mengancam akan mengikis demokrasi substantif, di mana para pemimpin dipilih berdasarkan kemampuan dan integritas mereka.
Jika dinasti politik berkembang, hal ini dapat membuka ruang bagi oligarki dan mengurangi persaingan sehat dalam demokrasi kita.
Proses seleksi politik yang seharusnya demokratis, namun bisa saja terdistorsi karena anggota keluarga elit politik akan selalu mempunyai akses dan keunggulan dukungan yang tidak dimiliki calon lain.
Namun di sisi lain, ada juga yang berpendapat bahwa politik dinasti tidak selalu negatif jika anggota keluarga yang ikut berpolitik menunjukkan kemampuan dan kebijakan yang baik.
Dalam konteks Jokowi, beberapa orang berpendapat bahwa selama Gibran dan Bobby bisa memimpin dengan baik dan menerapkan kebijakan yang pro rakyat, politik dinasti mungkin tidak akan menimbulkan banyak ancaman.
ADVERTISEMENT

Jadi, Evolusi atau Kemunduran?

Kebijakan dinasti Jokowi telah memicu perdebatan mendalam mengenai masa depan demokrasi Indonesia.
Apakah ini merupakan tanda kemunduran menuju oligarki, ataukah sebuah evolusi politik di mana dinasti hanyalah jalur alami dari proses demokrasi?
Yang pasti manusia harus menjadi kerangka utama.
Demokrasi hanya akan berfungsi dengan baik jika opini publik masih mengkritik dan menilai para pemimpin bukan berdasarkan siapa mereka, namun berdasarkan apa yang mereka lakukan untuk rakyat.
Jokowi yang awalnya merupakan simbol perubahan dan manusia biasa, kini berada di persimpangan sejarah.
Akankah dia membiarkan keluarganya berasimilasi dengan status quo politik, atau akankah dia terus mempertahankan citra pemimpin rakyat yang berbeda dari para pendahulunya?
Ini adalah pertanyaan yang hanya bisa dijawab oleh waktu.
ADVERTISEMENT