Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Zohri dan Peluang Kemitraan Prestasi
18 Juli 2018 12:39 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
Tulisan dari Prayoga Limantara tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kisah Lalu Muhammad Zohri, pemuda NTB yang tercatat sebagai pelari tercepat di dunia ini, masih ramai diperbincangkan. Banyak orang yang prihatin sekaligus kagum dengan perjuangan pemuda yang tinggal di rumah sederhana berbilik bambu itu. Andai saja pola kemitraan profesional antara dunia usaha dengan atlet di Indonesia telah terbina, nasib Zohri sebelum dan setelah menjadi juara dunia seharusnya bisa jauh lebih baik.
ADVERTISEMENT
Rekaman video itu masih membekas jelas di benak jutaan warga Indonesia. Delapan orang pemuda dari berbagai ras tengah melakukan pemanasan di belakang garis start sebuah stadion atletik.
Seorang pemuda Asia berpostur tegap berkulit sawo matang nampak bersiap di lintasan paling ujung. Kaos putih dan celana pendek kemerahannya seolah membaur dengan lintasan. Pandangannya fokus, napasnya teratur. Pemuda itu nampak tenang meski ditonton ribuan orang asing.
Dor! Pelatuk menyalak. Kedelapan pemuda itu segera lari melesat.
Pemuda bernomor dada 363 itu awalnya sedikit tertinggal. Namun, perlahan ia mulai menyusul. Dari lintasan luar ia terus memacu larinya. Dengan mantap ia menyalip pemuda berkulit gelap asal Afrika Selatan di sebelah kirinya, dan menyusul dua unggulan favorit asal Amerika Serikat di lintasan empat dan enam.
ADVERTISEMENT
Perlombaan berlangsung ketat dan menegangkan hingga garis akhir. Melalui siaran ulang, juri memutuskan bahwa Lalu Muhammad Zohri asal Indonesia memenangkan perlombaan mendapat medali emas.
Dalam perlombaan lari 100 meter di Kejuaraan Dunia Atletik U-20 di Tampere, Finlandia, Zohri finis pertama dengan catatan waktu 10,18 detik. Dia mengalahkan dua pelari asal Amerika Serikat, Anthony Schwartz dan Eric Harrison, yang finis di tempat kedua dan ketiga.
(Detik-detik kemenangan Zohri di Tampere, Finlandia. Sumber: IAAF )
Kemenangan Zohri menjadi perbincangan semua kalangan di tanah air. Salah satu hal yang ramai disoroti adalah rumah petaknya di Dusun Karang Pangsor, Lombok Utara.
Meski berprestasi mentereng, dalam kesehariannya Zohri masih harus tinggal dalam rumah sederhana berdinding anyaman bambu. Terlepas dari gerak cepat pemerintah dan kucuran bonus hadiah yang diberikan berbagai pihak di tanah air, termasuk renovasi rumah gratis, kondisi ini boleh dibilang cukup memprihatinkan.
ADVERTISEMENT
Kisah kesenjangan antara prestasi gemilang atlet dengan tingkat kesejahteraan mereka bukanlah barang baru di Indonesia. Banyak pihak menuding pemerintah kurang serius melakukan pembinaan dan peningkatan kesejahteraan atlet tanah air.
Masyarakat dan dunia usahanya sebenarnya bisa turut berkontribusi meningkatkan kesejahteraan atlet nasional. Jika dikelola secara profesional, prestasi dan kemenangan Zohri seharusnya dapat menguntungkan bagi dunia usaha dan masa depan olahraga nasional.
Ambil contoh Anthony Schwartz, lawan yang dikalahkan Zohri di final. Pelajar SMA asal Florida itu menjadi rebutan klub atletik dan american football tingkat universitas. Tawaran beasiswa dari kampus-kampus ternama datang mengalir. Kontrak dari merek produk olahraga terkenal, seperti Nike, pun sudah menanti.
Di Amerika Serikat kompetisi olahraga seperti ini sangat populer dan dikemas secara komersial, mulai dari tingkat SMA, kuliah, hingga profesional. Dalam bidang atletik, salah satu atlet yang meraup keuntungan finansial terbesar adalah Usain Bolt. Pada tahun 2017, Bolt mengantongi 30 juta dolar AS.
ADVERTISEMENT
Figur manusia tercepat dunia itu menghiasi iklan Puma, Visa, Gatorade, Hublot, Virgin Media, All Nippon Airways, dan lainnya. Kita bahkan bisa memainkan Usain Bolt sebagai salah satu karakter dalam game Temple Run 2 di telepon genggam kita.
(Nilai sponsor atlet kelas atas dunia di tahun 2017. Sumber: Telegraph )
Pola kemitraan tersebut sebenarnya sempat populer di Indonesia. Di masa lampau, beberapa produk makanan ringan dan minuman berenergi memanfaatkan popularitas dadakan atlet nasional berprestasi untuk menjadi model iklan produk mereka.
Sayang kemitraan ini kurang digarap dengan kreatif. Dalam iklan-iklan tersebut, sang atlet hanya diminta untuk melafalkan merek dagang tertentu secara monoton. Hampir tidak ada makna yang diberikan pada bidang keahlian sang atlet.
ADVERTISEMENT
Bandingkan misalnya dengan iklan produk telekomunikasi Virgin Media yang dibintangi Usain Bolt berikut. Iklan tersebut menampilkan beberapa adegan yang berkaitan dengan lomba lari. Secara tidak langsung, kecepatan lari Bolt dianalogikan dengan kecepatan koneksi dan pelayanan oleh produk Virgin Media.
(Kemitraan dunia usaha dengan atlet harus dikelola secara profesional. Sumber: Youtube )
Bentuk kemitraan profesional yang dijalin merek dagang dengan atlet profesional seperti di atas tentunya akan lebih relevan dan kontributif ketimbang bonus-bonus yang bersifat insidental.
Narasi kemitraan profesional tersebut juga sepatutnya diarahkan untuk mendukung pengembangan bidang olahraga terkait. Harapannya, hal itu dapat menginspirasi atlet-atlet baru dan mendorong siklus kemitraan profesional yang berkelanjutan.
Dengan durasi, nilai kontrak, dan konsep kemitraan yang dikemas secara profesional, para atlet nasional kebanggaan bangsa diharapkan bisa lebih fokus berlatih dan bertanding. Tidak harus pusing memikirkan genteng bocor di rumah.
ADVERTISEMENT