Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Indonesia Dalam Perbudakan Energi
14 Oktober 2024 12:53 WIB
·
waktu baca 23 menitTulisan dari prayoga salim tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pendahuluan
Adanya bahan bakar bersubsidi yang sering disebut dengan Bahan Bakar Minyak (BBM) menjadi salah satu bentuk stimulus pemerintah dalam meningkatkan ekonomi di Indonesia. Pada penelitian yang dilakukan oleh (Muhammad Handry Imansyah, 2023) menyatakan bahwa BBM subsidi meningkatkan penghasilan rumah tangga sampai dengan 20%. Isu pembatasan BBM bersubsidi yaitu petralite yang diwacanakan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia pada 1 Oktober 2024 akan mempengaruhi secara langsung pada perekonomian nasional (CNN Indonesia, 2024).
ADVERTISEMENT
Hal ini tidak terlepas daripada isu global yaitu meningkatnya ekskalasi konflik di Timur Tengah dan kurangnya kemampuan negara Indonesia sendiri untuk memenuhi kebutuhan konsumsi minyak bumi di Indonesia. Meningkatnya ekskalasi konflik di Timur-Tengah seperti Iran-Israel yang mendorong adanya kenaikan harga minyak dari US$88 per barrel menjadi US$90 per barrel (Tempo, 2024). Hal ini diakibatkan terganggunya rantai pasokan minyak dunia, selain itu ekskalasi dari minyak dunia juga meningkatkan adanya kenaikan harga Surat Berharga Negara bertenor 10 tahun (SBN) senilai 6,88% dan juga adanya Gerakan untuk mengambil instrument investasi yang lebih aman seperti emas dan dollar U.S. Hal ini memukul rupiah lebih lemah lagi dan berimbas pada peningkatan subsidi dibidang energi dari IDR50 Trilliun menjadi IDR110 Trilliun. Dan tentus saja berakibat pada defisit fiskal dan terusnya melemahnya nilai rupiah (Ariesy Tri Mauleny, 2024).
ADVERTISEMENT
Ketidakmampuan Indonesia dalam memproduksi minyak sendiri menjadi permasalahan utama dalam kasus ini. Dalam sejarah Indonesia, industry minyak merupakan industry yang sangat penting. Pada periode 1974-199an perekonomian Indonesia dapat tumbuh dan meningkat rata- rata ekonomi nasional. Namun, setelah 1990-an produksi minyak mentak mengalami trend penurunan yang terus-menerus karena kurangnya eksplorasi dan investasi di sektor ini (Indonesia-investments, 2024).
Setelah tren penurunan yang dialami pada tahun 1990-an Indonesia terus gagal memenuhi kebutuhan konsumsi nasionalnya sejak 2004 dan akhirnya menjadi negara yang mengimpor minyak sampai dengan hari ini. Indonesia sendiri pada tahun 2022 memiliki konsumsi Energi sebesar 1,585,00 barrel per hari yang artinya hampir 3 kali lipat dibandingkan produksi minyak perhari yang bisa disediakan oleh Indonesia (Mona Siahaan, 2023).
ADVERTISEMENT
Hal ini sangat tidak sebanding jika melihat konsumsi Indonesia terhadap Minyak bumi yang terus meningkat dari tahun ke tahun sama sekali tidak diimbangin dengan produksi minyak bumi yang meningkat juga dan kencederungan yang terlihat adalah menurunnya produksi minyak bumi di Indonesia. Pada Gambar 3 Cadangan minyak bumi dari 8.21 miliar barel pada 2008 turun ke kisaran 3.8 miliar barel di tahun 2019.
Menurunnya jumlah produksi minyak Indonesia yang menurun tidak lain juga karena eksplorasi dan juga pengembangan dalam bidang energi yang tidak mendapatkan perhatian dan dorongan dari pemerintah ataupun investor, hal ini bisa dilihat dari data yang didapatkan dari kementrian ESDM pada tahun 2022. Reserve to Production terdapat pada kisaran 9 tahun. Hingga saat ini, hanya sekitar 42% dari total 128 cekungan migas yang telah dieksplorasi dan diproduksi. Dari jumlah tersebut, 19% atau 18 cekungan sudah berproduksi, 9% atau 12 cekungan telah dibor dan ditemukan minyak, sementara 24% atau 24 cekungan sudah dibor tetapi tidak menghasilkan minyak. Masih ada 58% cekungan yang belum dieksplorasi untuk mengetahui potensi cadangan migasnya. Pada tahun 2019, produksi nasional minyak dan kondensat mencapai 745,1 Mbopd, turun sebesar 26,96 Mbopd dibandingkan tahun 2018 yang mencapai 772,1 Mbopd. Penurunan produksi alamiah diperkirakan dapat dikendalikan antara 3-5% per tahun. Terdapat enam tantangan utama dalam mencapai target produksi migas pada tahun 2019, yaitu penurunan laju produksi yang lebih cepat dari perkiraan, hasil pemboran yang tidak sesuai harapan, kondisi cuaca yang menghambat kegiatan operasional, gangguan operasional, dan masalah curtailment produksi terkait isu komersial (SKK Migas, 2015).
Pada Gambar 3 Investasi migas di Indonesia yang masih didominasi oleh bidang produksi, hal ini mencerminkan bahwa pemerintah hanya berfokus dalam investasi dibidang mengeksploitasi sektor produksi yang dimiliki oleh kilang-kilang minyak dibandingkan mengembangkan teknologi untuk memproduksi kilang minyak ataupun mengeksplorasi Cadangan minyak Indonesia itu sendiri. Jika berbicara soal potensi Cadangan minyak di Indonesia, Indonesia memiliki Cadangan minyak yang cukup besar namun belum di eksplorasi dengan baik oleh sebab itu kurangnya dorongan investasi dibidang migas berpengaruh secara signifikan rendahnya angka produksi minyak dan gas di Indonesia.
Seperti yang sudah dibahas sebelumnya Indonesia bahkan belum berhasil mengeksplorasi sebagian besar cadangan minyak buminya seperti yang terlihat pada Gambar 4 Indonesia masih memiliki Cadangan minyak yang cukup melimpah dan belum tereksplorasi dengan baik. Hal ini yang membuat Indonesia tidak sepenuhnya berhasil berdikari dari kebutuhan energi dalam negerinya. Tantangan lainnya adalah dampak lingkungan yang dihasilkan jika mengeskpolitasi minyak lebih dalam. Seperti yang diketahui bahwa jika pemerintah Indonesia terus mendorong adanya eksploitasi penggunaan kendaraan yang menggunakan bahan bakar fossil maka Indonesia akan menghadapi perjanjian internasional.
ADVERTISEMENT
Hal lain yang akan menghambat daripada tercapainya kebutuhan minyak di Indonesia adalah Perjanjian Internasional. Bedasarkan konferensi Paris yang diadakan Desember 2015 lalu, negara-negara G20 yang merupakan negara yang bertanggung jawab atas 75% emisi karbon di dunia harus mendorong adanya penurunan emisi gas karbon sebesar 29% dengan Upaya sendiri, dan hingga 41% dengan bantuan dan Kerjasama internasional. COP21 di Paris mengadopsi Kesepakatan Paris, yang bertujuan untuk membatasi kenaikan suhu rata-rata global tidak lebih dari 2°C di atas tingkat sebelum Revolusi Industri, dengan upaya untuk membatasi kenaikan tersebut hingga 1,5°C. Kesepakatan ini juga memberikan dasar hukum untuk implementasi yang menjadikan pengendalian perubahan iklim bersifat universal dan wajib bagi semua Negara Pihak (Sekertaris Negara, 2016).
ADVERTISEMENT
Seperti yang diketahui Bersama Karbon monoksida (CO) merupakan suatu gas yang tidak berwarna dan tidak berbauGas ini dihasilkan dari aktivitas pembakaran bahan bakar fosil yang tidak sempurna. Karbon monoksida disebut sebagai CO ini juga memiliki sifat mudah terbakar dan sangat berbahaya tetapi tidak mengiritasi, dan tidak berasa, sehingga sulit dideteksi oleh indera manusia. Karbon monoksida (CO) bisa terbentuk secara alami dan bisa terbentuk secara buatan, kegiatan manusia merupakan sumber utama pembentuknya. Karbon monoksida (CO) yang berasal dari alam adalah gas CO yang berasal dari lautan, pegunungan, kebakaran hutan, badai listrik dan oksidasi metal di lapisan atmosfir. Peningkatan bahan bakar fosil sendiri meningkat berbanding lurus dengan peningkatan karbon yang dilepas ke atmosfer bumi, sehingga terbentuklah emisi karbon yang meningkatkan suhu bumi. Peningkatan emisi gas dunia dari tahun 1750 hingga sekarang. Ketika awal masa revolusi industri di tahun 1760, terlihat emisi masih sangat rendah sekitar belum 1 milyar ton. Pertumbuhan emisi dunia mulia meningkat di tahun 1950 menjadi 6 milyar ton karbondioksida. Emisi karbon meningkat hingga hampir empat kali lipat di tahun 1990, mencapai lebih dari 22 miliar ton. Hingga kini karbon terus meningkat mencapai lebih dari 34 milyar ton setiap tahunnya (Galih et al., 2023).
Gambar 5 Emisi CO2 Tahunan
ADVERTISEMENT
Menurut ikhtisar dari (Climate Transparency., 2020)emisi karbon di Indonesia meningkat sebesar 140% antara tahun 1990 dan 2017. Peningkatan terbesar berasal dari emisi CO2 akibat pembakaran bahan bakar. Pada tahun 2019, total emisi karbon di Indonesia mencapai 581 MtCO2 (Metrik Ton Karbon Dioksida Setara). Sektor yang menyumbang emisi terbesar adalah industri (37%), diikuti oleh transportasi (27%) dan sektor listrik serta panas (27%). Ini menunjukkan bahwa kontribusi Indonesia dalam mengurangi emisi karbon masih belum memadai. Untuk memenuhi target yang sesuai dengan skenario IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) demi menjaga suhu bumi di bawah 1,5°C, Indonesia perlu menurunkan emisi di bawah 662 MtCO2 pada tahun 2030 dan di bawah 51 MtCO2 pada tahun 2050. Oleh sebab itu penting melakukan kajian mendalam bahwa penggunaan energi fossil menjadi sebuah masalah yang perlu dilakukan pengkajian lebih dalam apakah akan menguntungkan negara Indonesia atau akan membawa dampak kerugian bagi Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pembahasan
Energi Dan Pengaruhnya Pada Ekonomi
Energi adalah hal yang paling krusial di dunia, bukan hanya karena berpengaruh kepada kegiatan individu tapi juga untuk negara itu sendiri. Dunia sudah disadarkan bagaimana Uni Eropa sebagai salah satu raksasa ekonomi dunia harus merasakan goncangan hebat dampak uni eropa dampak perang Russia dan ukraina. Uni Eropa yang belum sepenuhnya bangkit setelah pandemi yang menghantam sejak 2019 lalu, saat ini harus menghadapi Krisis energi karena keegoisan mereka sendiri.
Bedasarkan Gambar 6 Kenaikan harga energi dalam waktu yang sama juga mendorong kenaikan harga kebutuhan pokok yang lain. International Monetary Fund (IMF) sendiri sudah menurunkan proyeksi Gross domestic product (GDP) pada forum ekonomi dunia yang dilaksanakan pada bulan April ini. Dibandingkan dengan bulan januari. Dalam kasus krisis ini terjadinya inflasi yang tinggi dan juga stagnansi dalam pertumbuhan ekonomi yang terakhir terjadi pada tahun 1970-an (Robert Schuman Centre, 2022). Inflasi yang disebabkan oleh
ADVERTISEMENT
kenaikan harga Bahan bakar atau energi memang sering terjadi di Indonesia sendiri sama halnya Ketika terjadi krisis moneter pada tahun 1998, walaupun bukan menjadi faktor utama dari krisis moneter kenaikan harga minyak dunia adalah salah satu faktor pendukung terbesar dalam terjadi krisis pada tahun 1998.
Kenaikan harga bahan pokok karena harga BBM di Indonesia juga terpengaruh terjadi saat ini penelitian yang dilakukan oleh (Fitra Dila Lestari & Hisyam Asyiqin, 2022) melihat adanya kenaikan tersebut yang beraksioma dengan BBM itu sendiri. Terlihat dari Gambar berikut yang menyatakan adanya mempengaruhi tingkat inflasi di Indonesia dan ketika harga BBMmelonjak tinggi juga selalu diikuti dengan meningkatnya tingkat inflasi. Hal ini menunjukkanpengaruh kenaikan harga BBM terhadap tingkat inflasi hanya cukup besar meskipun terdapat variabel lain diluar penelitian ini yang mempengaruhi tingkat inflasi.
Dampak langsung bagi masyarakat terhadap kenaikan BBM menyebabkan perekonomian Indonesia terpuruk, karena harga-harga barang semakin melambung. Akibatnya, banyak orang cenderung lebih memilih untuk membuat barang sendiri atau membeli dari luar negeri, terutama dari Cina, yang menawarkan harga lebih murah. Berbagai platform kini menawarkan kebutuhan dengan harga yang lebih kompetitif, sementara barang-barang dalam negeri semakin mahal. Selain itu, tarif transportasi umum juga ikut meningkat akibat kenaikan harga
ADVERTISEMENT
BBM. Masyarakat yang biasanya menggunakan transportasi umum beralih karena dianggap lebih ekonomis dibandingkan kendaraan pribadi, tetapi kini tarif tersebut juga naik. Hal ini menyulitkan mobilitas masyarakat, terutama bagi mereka yang tidak memiliki kendaraan pribadi untuk berangkat ke tempat kerja atau sekolah. Dengan demikian, kenaikan harga BBM berdampak luas pada hampir semua aspek kehidupan masyarakat di Indonesia (Tambunan et al., 2022).
Jatuhnya Kelas Menengah
Kelas menengah adalah yang dikategorikan orang-orang yang memiliki modal namun tidak memiliki buruh, Perbedaan kelas sosial di Indonesia berbeda dengan eropa dan juga amerika Serikat. Presiden pertama Republik Indonesia mengenalkan golongan kelas menengah sebagai seorang kapitalis yang tidak mengeksploitasi Masyarakat lainnya dan memberikan kelas menegah ini sebagai golongan Marhaen. Kelas menengah menjadi salah satu tingkatan Kelas menengah berada di antara kelas atas dan kelas bawah atau kelas pekerja. Pada abad kesembilan, kelas menengah terdiri dari kelompok borjuis yang berasal dari kelas pekerja, yang sering disebut sebagai bangsawan buruh atau borjuis kecil (Nancy K. SUHUT, 1985).
ADVERTISEMENT
Kenaikan harga BBM telah terbukti menjadi beban bagi kehidupan ekonomi masyarakat secara keseluruhan serta bagi pengusaha di Indonesia. Hal ini berpengaruh pada masyarakat sebagai konsumen akhir. Kenaikan biaya produksi dan operasional di berbagai sektor industri menunjukkan bahwa lonjakan harga BBM yang signifikan telah menimbulkan kesulitan bagi para pelaku industri. Sektor-sektor yang memproduksi barang harus beroperasi dengan biaya yang lebih tinggi, sehingga menyebabkan kenaikan harga produk yang dihasilkan, bersama dengan harga BBM yang wajar. Di samping itu, kenaikan harga BBM diyakini berpengaruh terhadap biaya produksi dan operasional di berbagai sektor industri, mengingat semua sektor bergantung pada bahan bakar seperti premium, minyak tanah, solar, diesel, dan minyak bakar. Dengan demikian, kenaikan harga bahan bakar tersebut telah berkontribusi pada peningkatan biaya produksi dan operasional di berbagai sektor industri (Saarah Deannisa et al., 2023).
ADVERTISEMENT
Pada 2 tahun terakhir yaitu 2023 sampai dengan hari ini suatu kondisi pasca-pandemi yang sudah menghantam beberapa waktu ini, beberapa kondisi lain yang mengakibatkan selain daripada adanya kenaikan BBM. faktor risiko lain yang menjadi permasalahan ekonomi yaitu pandemi, tingginya suku bunga bank Bank Indonesia (BI), dan pemilihan umum (Pemilu) serentak yang terjadi. Adalah jelas bagaimana pandemi melambatkan ekonomi di Indonesia dan juga Pemilihan umum memberikan goncangan ekonomi pada pasar saham, Indeks Harga
Saham Gabungan (ISHG) Indeks yang mengukur kinerja harga semua saham yang tercatat di Papan Utama dan Papan Pengembangan Bursa Efek Indonesia mengalami perguncangan di setiap pemilu.
Dampak dari pandemi COVID-19 menyebabkan rendahnya sentimen investor terhadap pasar, yang akhirnya mendorong pasar menuju tren negatif. Namun, setelah tercapainya perjanjian fase 1 pada Januari 2020, ketegangan dalam perang dagang antara Amerika Serikat dan China mulai menunjukkan tanda-tanda penurunan. Monthly Bulletin edisi Februari 2020 yang diterbitkan oleh PT. Syailendra Capital melaporkan bahwa Indonesia masih berada dalam kondisi ekonomi yang stabil. Selain itu, langkah-langkah strategis terkait kebijakan fiskal dan moneter diperkirakan masih memiliki ruang untuk memberikan stimulus ekonomi jika diperlukan. Namun seiring berkembangnya kasus pandemi COVID-19, pasar memang lebih berfluktuasi ke arah yang negatif.
Pandemi COVID-19 yang naik signifikan mulai akhir Januari 2020 telah menjangkit 28.000 ribu orang. terhitung 24 Februari 2020, dicatat bahwa 79.930 manusia telah terjangkit COVID- 19 serta sebanyak 2.469 manusia dicatat tewas dalam pandemi ini. Pandemi COVID 19 juga berpengaruh signifikan terhadap obligasi dan juga pasar saham. Pengaruh pandemi COVID-19 terhadap obligasi dan pasar saham dapat dilihat pada kinerja Indeks Harga Saham Gabungan dan obligasi pemerintah dalam 10 tahun terakhir (Dito Aditia Darma Nasution et al., 2020). Penurunan pertumbuhan penjualan ritel telah diprediksi sebelumnya oleh Syailendra Capital, yang mengungkapkan bahwa pandemi COVID-19 akan berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi China, dengan perkiraan penurunan antara 0,5 hingga 1 persen pada kuartal I 2020. Selain itu, melambatnya kegiatan ekspor Indonesia ke China juga diperkirakan
ADVERTISEMENT
akan memberikan dampak besar terhadap perekonomian nasional. Perlambatan ekonomi global ini sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, seperti yang terlihat dalam analisis sensitivitas terhadap ekonomi Indonesia. Berdasarkan analisis tersebut, ditemukan bahwa penurunan 1% dalam ekonomi China akan mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar -0,09%. Analisis sensitivitas lebih lanjut menunjukkan bahwa setiap penurunan 1% dalam ekonomi Uni Eropa akan berdampak pada laju pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar -0,07%, sementara dampak dari India adalah -0,02%, Jepang -0,05%, dan Amerika Serikat -0,06%. Gambaran serupa juga berlaku untuk sebagian besar komoditas, di mana setiap penurunan 10% dalam harga minyak sawit mentah (CPO) akan berdampak pada ekonomi Indonesia sebesar -0,08%, harga minyak sebesar 0,02%, dan batu bara sebesar -0,07% (Dito Aditia Darma Nasution et al., 2020). Hal lain juga yang mengguncang ekonomi Indonesia hari ini adalah pemilu itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, peristiwa politik domestik berskala nasional, yaitu Pemilihan Umum Presiden, diadakan setiap lima tahun. Penelitian ini akan fokus pada kajian Pemilu Capres yang berlangsung pada tahun 2009, 2014, dan 2019. Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 2009 diikuti oleh tiga calon kandidat dan dilaksanakan pada tanggal 8 Juli 2009. Gambar 1 menunjukkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada tahun 2009, di mana terlihat bahwa satu hari sebelum pelaksanaan pemilu terjadi kenaikan signifikan yang bertahan hingga satu hari setelah pemilu. Namun, dua hari setelah pelaksanaan pemilu, IHSG kembali mengalami penurunan.
Penelitian yang berfokus pada analisis reaksi pasar modal terhadap peristiwa politik dalam negeri meliputi studi tentang respons pasar modal Indonesia terhadap pengumuman kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden Amerika Serikat 2016. Selain itu, terdapat juga penelitian yang mengkaji perbedaan reaksi pasar sebelum dan sesudah pelantikan Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia ke-7. Dalam hal ini, peristiwa pelantikan Joko Widodo tidak memberikan informasi yang signifikan bagi investor, sehingga pasar tidak menunjukkan reaksi yang berarti (Wahyuni, 2019).
ADVERTISEMENT
Poin terakhir yang juga menganggu ekonomi nasional adalah tingginya suku bunga bank. Suku bank Indonesia yang tinggi diakibatkan kebijakan moneter sebuah negara. Tujuan utama dari kebijakan moneter adalah untuk menjaga stabilitas nilai rupiah, yang tercermin melalui tingkat inflasi yang rendah dan stabil. Untuk mencapai tujuan ini, Bank Indonesia mengandalkan suku bunga kebijakan, atau BI rate, sebagai instrumen utama untuk mempengaruhi aktivitas ekonomi dan mengatur inflasi. BI rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan posisi kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Dalam praktiknya, penentuan proyeksi BI rate dilakukan dengan mempertimbangkan informasi keuangan yang ada, yang akan memengaruhi tingkat suku bunga deposito, suku bunga pasar uang, dan suku bunga kredit bank. Perubahan suku bunga ini dapat berimbas pada defisit transaksi, serta pada nilai rupiah, tingkat inflasi, investasi, dan pasar modal.
ADVERTISEMENT
Bagi individu atau perusahaan yang mengandalkan pinjaman, kenaikan suku bunga dapat menambah beban pembayaran bunga mereka, yang berdampak pada likuiditas dan laba bersih. Jika suku bunga meningkat secara signifikan, konsumen mungkin akan lebih cenderung mengurangi pengeluaran untuk barang dan jasa karena biaya pinjaman yang lebih tinggi. Ini dapat mengakibatkan penurunan daya beli masyarakat. Selain itu, kenaikan suku bunga dapat membuat investasi yang lebih aman, seperti obligasi, menjadi lebih menarik dibandingkan investasi yang lebih berisiko, sehingga mengubah preferensi nasabah dalam portofolio investasi mereka. Di sisi lain, nasabah yang memiliki tabungan atau deposito mungkin akan diuntungkan oleh kenaikan suku bunga karena mereka bisa mendapatkan tingkat bunga yang lebih tinggi untuk simpanan atau investasi mereka. Namun, kenaikan suku bunga juga dapat meningkatkan risiko kredit macet karena pembayaran pinjaman menjadi lebih mahal, yang berpotensi memengaruhi nasabah yang sedang menghadapi kesulitan finansial. Penting untuk dicatat bahwa dampak dari kenaikan suku bunga dapat bervariasi tergantung pada kondisi ekonomi secara keseluruhan, termasuk tingkat pengangguran, pertumbuhan ekonomi, dan kebijakan fiskal yang diterapkan(Margaret Pangaribuan et al., 2024) .
ADVERTISEMENT
Pada dewasa ini, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 23-24 April 2024 memutuskan untuk menaikkan BI-Rate sebesar 25 bps menjadi 6,25%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 5,50% dan suku Bungan Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 25 bps menjadi 7,00%. Kenaikan suku bunga ini untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dari dampak memburuknya risiko global serta sebagai Langkah pre-emptive dan Dengan pandangan ke depan, upaya dilakukan untuk menjaga inflasi dalam kisaran sasaran 2,5±1% pada tahun 2024 dan 2025, sejalan dengan arah kebijakan moneter yang mendukung stabilitas. Di sisi lain, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran akan tetap berfokus pada pertumbuhan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Hal ini dilakukan sebagai Langkah antisipatif dinamika ekonomi keuangan global berubah karena risiko dan ketidakpastian meningkat karena perubahan arah kebijakan moneter AS, memberuknya ketegangan geopolitik Timur-Tengah, dan juga gangguan eknomi di Uni Eropa. Mendorong Bank Indonesia untuk mengambil langkah antisipasi untuk meningkatkan daya tahan rupiah yang jika nilainya jatuh maka kejadian seperti tahun 1998 akan Kembali terulang (Bank Indonesia, 2024).
ADVERTISEMENT
Bedasarkan alasan diatas perhari ini telah terjadi PHK massal yang terjadi dalam kurun waktu 2022-2024. Bisa dilihat dari data berikut:
Dengan jumlah PHK yang tercatat pada 3 tahun tercatat bahwa terdapat 115,101 jumlah karyawan yang di PHK terakhir menunjukan ekonomi Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Indonesia hari ini memiliki angka pengangguran tertinggi se-ASEAN dengan angka pengangguran 7,195,000 pengangguran atau orang. ketakutan adanya meningginya dampak-
dampak sosial lainnya seperti meningkatnya kriminalitas membayang-bayangi masalah sosial ini.
Dampak daripada kejatuhan kelas menengah ini adalah kehilangan Indonesia dalam menghadapi daripada bencana-bencana nasional seperti tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2008 dan 2019 Indonesia menjadi salah satu negara yang tidak menghadapi bencana ekonomi yang besar saat pandemi COVID-19 seperti yang lalu. Golongan kelas menengah secara signifikan tidak terlalu berdampak pada permasalahan global karena mayoritasnya tidak menggunakan utang luar negeri seperti dollar ataupun menggunakan suku bunga bank dalam transaksinya namun jika adanya penurunan jumlah lapangan kerja akan berdampak buruk pada ekonomi Makro yang berimbas terhantamnya ekonomi para kelas menengah. Hal ini terlihat Penduduk kelas menengah Indonesia pada 2019 berjumlah 57,33 juta orang dengan kontribusi 43,3% terhadap total konsumsi rumah tangga. Angkanya terus menyusut hingga 48,27 juta orang pada 2023, dengan sumbangan hanya 36,8% ke konsumsi. Penyusutan ini akan menghilangkan ketahanan ekonomi yang selama ini mampu menyelamatkan Indonesia dari banyak krisis (Nicky Aulia Widadio & Viriya Singgih, 2024).
Bedasarkan penjabaran diatas menunjukkan betapa rentannya kelas menengah dan calon kelas menengah Indonesia untuk “turun kelas” dan dampak buruk yang menghantui turun kelasnya masalah ini menjadi sebuah alasan. Bahwa kenaikan BBM yang dalam waktu dekat akan menjadi katalisator terbesar untuk jatuhnya ekonomi masyarakat menengah dan Indonesia akan kehilangan ketahanan ekonomi yang dimiliki selama ini.
ADVERTISEMENT
Transisi Energi di Indonesia
Indonesia masih bergantung pada sumber energi tidak terbarukan, khususnya Bahan Bakar Minyak (BBM) yang berasal dari pengolahan minyak mentah. BBM digunakan dalam berbagai sektor, termasuk transportasi, industri, dan rumah tangga. Total konsumsi BBM nasional mencapai sekitar 1,63 juta barel per hari. Dengan bertambahnya jumlah penduduk dan peningkatan produktivitas masyarakat, konsumsi BBM diperkirakan akan terus meningkat. Ketidakcocokan antara konsumsi minyak dan produksi nasional dapat menyebabkan ancaman kelangkaan sumber energi minyak, yang ditandai dengan mulai langkanya BBM, kenaikan harga BBM, terhambatnya aktivitas industri, dan penurunan devisa negara. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri, Indonesia terpaksa melakukan impor minyak. Ancaman-ancaman ini dapat mempengaruhi ketahanan energi nasional, sehingga perlu dilakukan upaya penghematan energi (konservasi energi) (Rosyid Ridlo Al Hakim, 2020).
ADVERTISEMENT
Pemerintah Republik Indonesia bertanggung jawab untuk mencari solusi dalam memenuhi kebutuhan energi nasional, yang mencakup kebijakan pengembangan energi baru dan terbarukan, efisiensi energi, konservasi energi, serta diversifikasi sumber energi. Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2006 mengatur tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) dan bauran energi di dalamnya. Mengingat tingginya konsumsi energi tidak terbarukan (dari
sumber fosil), Undang-Undang No. 30 Tahun 2007 tentang Energi diterbitkan pada tahun 2007 untuk mengatur pemanfaatan energi secara nasional. Indonesia memiliki banyak potensi sumber energi baru dan terbarukan yang dapat digunakan untuk menggantikan ketergantungan pada energi tidak terbarukan yang berasal dari produk fosil (minyak) (Silitonga & Ahmad, 2020). Energi alternatif baru dan terbarukan adalah jenis energi yang dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dan tersedia di alam. Penggunaan energi ini telah diatur oleh pemerintah melalui Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional untuk periode 2006-2025, yang menetapkan bahwa 17% dari pasokan energi harus berasal dari sumber energi terbarukan. Di Indonesia, bentuk energi baru dan terbarukan (EBT) yang tersedia meliputi panas bumi, air, biomassa, dan energi surya. Selain itu, perkembangan energi baru terbarukan yang sedang dikembangkan di Indonesia juga disajikan. Potensi Indonesia dalam bidang energi terbarukan antara lain.
Transisi menuju energi ramah lingkungan memerlukan biaya yang sangat besar, diperkirakan mencapai USD 50 miliar untuk transformasi Energi Baru Terbarukan (EBT) dan USD 37 miliar untuk sektor kehutanan, penggunaan lahan, dan karbon laut (Bisnis Indonesia, 5 Juni 2023). Menurut Institute for Essential Services Reform (IESR), pemerintah membutuhkan biaya antara USD 100 miliar hingga USD 125 miliar, dengan sektor kelistrikan saja memerlukan investasi sebesar USD 20 miliar setiap tahunnya. Sementara itu, International Renewable Energy Agency (IRENA) mengungkapkan bahwa Indonesia membutuhkan investasi sebesar USD 314,5 miliar dalam periode 2018-2030, atau rata-rata sekitar USD 17,4 miliar per tahun (katadata.co.id, 2023). Namun, realisasi investasi untuk pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) masih sangat rendah. Pada tahun 2017, investasi mencapai USD 2 miliar, tetapi mengalami penurunan menjadi hanya USD 1,6 miliar pada tahun 2022. Upaya transisi energi ini sangat penting, mengingat sektor energi ditargetkan untuk mengalami penurunan
ADVERTISEMENT
yang paling signifikan dibandingkan sektor-sektor lainnya. Tulisan ini menganalisis tantangan- tantangan yang dihadapi dalam investasi untuk transisi energi di Indonesia (Sony Hendra Permana, 2023). Hal ini menjadi tantangan bagi permasalahan energi di Indonesia karena tanpa uang transisi energi akan mustahil untuk dicapai, masalah lainnya adalah Investasi dalam bidang energi bukanlah hal mudah karena waktu dalam investasi energi terbarukan bukanlah hal yang cepat.
ADVERTISEMENT
Negara-negara yang seperti Swedia butuh 8 tahun untuk mencapai 50% penggunaan energi terbarukan dan proyeksinya adalah 100% dicapai pada tahun 2040. Negara seperti Jerman membutuhkan waktu sampai dengan 2034 untukmencapai penggunaan 100% pada energi terbarukan (Climate Council, 2022). Negara dengan ekonomi terbesar di asia hanya mampu memproyeksikan untuk bisa mencapai di tahun 2060 dengan proyeksi sekitar 70% yang berhasil ditransisikan dari mesin yang berbasis karbon (dnv, 2024). Sedangkan negara tetangga seperti Malaysia memproyeksikan di tahun 2050 untuk melakukan transisi energi terbarukan. Hal ini menandakan selain daripada kekurangan energi Indonesia juga harus memiliki konsistensi dalam memajukan energi terbarukan.
ADVERTISEMENT
Penutup
Dalam mewujudkan ketahanan energi nasional Indonesia perlu memiliki investasi, kompetensi, dan konsistensi dalam mewujudkannya. Penulis meminjam perkataan dari Scoot Galoway yang menulis Pasca-Corona Dari Krisis ke Peluang. Sejarah Indonesia tidak sepi dari krisis atau peluang yang terlewatkan. Dosa dan kegagalannya sama bersejarahnya dengan keutamaan dan kesuksesannya. Dalam kondisinya yang terbaik, Amerika meneladankan kemurahan hati, keberanian, inovasi, dan kesediaan untuk berkorban satu sama lain dan demi generasi mendatang. Kalau kita kehilangan wawasan tentang hal-hal ini, kita tersesat ke dalam eksploitasi dan krisis. Seluruh Sejarah kita, juga masa depan kita adalah milik kita. Kesejahteraan kita Bersama bukanlah sesuatu yang ada begitu aja, melainkan sesuatu yang diupayakan. Kitalah yang memilih jalan ini tak ada satupun tren yang permanen dan tak bisa memburuk atau diperbaiki. Indonesia bukan “ditakdirkan begini”, melainkan hasil perbuatan kita.
ADVERTISEMENT
Daftar Pustaka
Ariesy Tri Mauleny. (2024). Looking at The Indonesian Economy Post-Escalation Tensions Between Iran–Israel. A BRIEF STUDY OF ACTUAL AND STRATEGIC ISSUES, 16(8), 6–10.
Badan Pusat Statistik. (2023). Data Inflasi dan IHK.
Bank Indonesia. (2024). BI-Rate Naik 25 bps Menjadi 6,25%: Memperkuat Stabilitas dan Menjaga Pertumbuhan dari Dampak Rambatan Global. BI.
Bayu Prasetya Putra. (2021). Mengenal Enhanced Oil Recovery (EOR) Sebagai Solusi Meningkatkan Produksi Minyak Indonesia. Berkah Fajar Tamtomo Kiono, 2(2), 84–100.
Chandra Dwi. (2024, June). Pengangguran RI Katanya Turun Tapi Kok di ASEAN Paling Tinggi? CNBC Indonesia.
Climate Council. (2022). 11 countries leading the charge on renewable energy. Climate Council. Climate Transparency. (2020). Indonesia Climate Transparency Report.
CNN Indonesia. (2024). Bukan 1 September, Bahlil Sebut Pembatasan Pertalite Mulai 1 Oktober Baca artikel CNN Indonesia “Bukan 1 September, Bahlil Sebut Pembatasan Pertalite Mulai 1
ADVERTISEMENT
Oktober.” CNN Indonesia.
Dito Aditia Darma Nasution, Erlina, & Iskandar Muda. (2020). Dampak Pandemi COVID-19 Terhadap Perekonomian Indonesia. Jurnal Benefita, 212–224.
dnv. (2024). DNV’s Energy Transition Outlook gives insights into China’s complex energy landscape and its enormous green energy shift. Dnv.Com.
ESDM. (2022). Statistik Minyak dan Gas Semester I 2021.
Eurostat. (2022). Euro area annual inflation and its main components, June 2012 - June 2022 (estimated) (%). Eurostat Statistics Explained.
Fitra Dila Lestari, & Hisyam Asyiqin. (2022). Kenaikan Harga BBM Dan Pengaruhnya Terhadap Tingkat Inflasi Di Indonesia. Journal Of Islamic Business Management Studies, 3(2), 87–96.
Galih, P., Palupi, S., Masruri Muchtar, ) ;, Pardomuan, ) ;, & Sihombing, R. (2023). Pengaruh Pajak Karbon, Penggunaan Bahan Bakar Fosil, Dan Pertumbuhan Pdb TERHADAP Emisi Karbon.
ADVERTISEMENT
Jurnalku, 3(2), 119–127.
Indonesia-Investment. (2023).
Wind Power Generation in Indonesia; What Arethe Challenges & Opportunities? Indonesia- Investment.
Indonesia-investments. (2024). Home Bisnis Komoditas Minyak Bumi . Www.Indonesia- Investments.Com.
katadata.co.id. (2023). Investasi di Sektor Energi Terbarukan Masih Minim Sampai 2022.
Katadata.Co.Id.
KESDM. (2019). Handbook Of Energy & Economic Statistics of Indonesia.
macrotrends. (2024). Crude Oil Prices - 70 Year Historical Chart. Www.Macrotrends.Net. Margaret Pangaribuan, Fatiya Nur Rahma, Widya Helen Grace Michael, & Tiur Malasari Siregar.
(2024). Pengaruh Tingkat Suku Bunga Terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Journal of Management Accounting, Tax and Production, 2(1), 300–303.
Mona Siahaan. (2023). Oil consumption in Indonesia from 2012 to 2022.
Https://Www.Statista.Com/Statistics/610015/Indonesia-Oil-Consumption/.
Muhammad Handry Imansyah. (2023). The Impact of Fuel Subsidy To The Income Distribution: The Case Of Indonesia. JOURNAL OF TREASURY, STATE FINANCE AND PUBLIC POLICIES, 8(3), 189– 203.
ADVERTISEMENT
Nancy K. SUHUT. (1985). Kelas Menengah di Indonesia: Tinjauan Sosial-Ekonomi. Analisa.
Nicky Aulia Widadio, & Viriya Singgih. (2024). Nasib jadi kelas menengah di Indonesia – Banting tulang, makan tabungan, dan penuh kekhawatiran. BBC News Indonesia.
Robert Schuman Centre. (2022). The impact of the Ukraine crisis in the EU economic and financial union. Policy Brief.
Rosyid Ridlo Al Hakim. (2020). Model Energi Indonesia, Tinjauan Potensi Energy Terbarukan Untuk Ketahanan Energi Di Indonesia: Literatur Review. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 1(1), 1–11.
Saarah Deannisa, Achmad Fauzi, Leo Andri Yulius Caesar, Adnin SheshianAl Mahdini,
Rama Afif Arya, Nurul Hasanah, Nabella Azzahra Taramadina, & Aura Ning Anjani Widadari. (2023). Analisis Pengaruh Kebijakan Pemerintah Indonesia dengan Menyesuaikan Harga dan Menjamin Kualitas Bahan Bakar Minyak (BBM) Terhadap Keputusan Pembelian: Studi Kasus Nahasiswa Universitas Bina Nusantara(LiteratureReview Manajemen Pemasaran).
ADVERTISEMENT
JurnalilmumanajemenTerapan, 4(4).
Sekertaris Negara. (2016). Tindak Lanjut Kesepakatan Global Perubahan Iklim COP21 Paris .
Sekertaris Kabinet Negara.
Silitonga, J. A. , W. P., & Ahmad, I. (2020). Analisis Kebijakan Biodiesel B-20 Sebagai Bahan Bakar Nabati Dalam Mendukung Ketahanan Energi Di Indonesia Biodiesel. Ketahanan Energi, 6(1), 61–79.
SKK Migas. (2015). Pedoman Tata Kerja Tentang Peningkatan Recovery Factor Melalui Kegiatan Pilot Tertiary Recovery.
Sony Hendra Permana. (2023). Tantangan Investasi Energi Baru Dan Energi Terbarukan Menuju Indonesia Net Zero Emission. Kajian Singkat Terhadap Isu Aktual Dan Strategis, 15(11).
Tambunan, N., Aprilia, S., & Pangesti Rahayu, N. (2022). Study Literature: Dampak Kenaikan BBM Bagi Perekonomian Rakyat. SIBATIK JOURNAL: Jurnal Ilmiah Bidang Sosial, Ekonomi, Budaya, Teknologi, Dan Pendidikan, 2(1), 329–336. https://doi.org/10.54443/sibatik.v2i1.550
ADVERTISEMENT
Tempo. (2024). Sri Mulyani Talks of Impact of Middle East Conflict on Indonesia. Tempo.Com.
Wahyuni. (2019). Dampak Pilpres Terhadap Gejolak Ekonomi: Efek Perbedaan 3 Pemilu Masa Capres Terhadap Volatilitas IHSG. Jurnal Hukum Dan Ekonomi Syariah, 07(2).