Konten dari Pengguna

Dulu Dicontoh, Sekarang Mencontoh: Sports Diplomacy dalam Sepak Bola Jepang

Ni Made Pradnya Naraswari
Mahasiswa Universitas Airlangga
10 Desember 2024 15:50 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ni Made Pradnya Naraswari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kekalahan Indonesia melawan Jepang 0 – 4 dalam Pertandingan Babak 3 Kualifikasi Piala Dunia 2026 mengundang perhatian berbagai kalangan. Pasalnya, pemerintah Indonesia melalui PSSI dalam beberapa tahun terakhir sangat serius merekrut pemain asing melalui kebijakan naturalisasi yang digadang-gadang sebagai harapan dalam Piala Dunia 2026 nanti. Sayangnya, hal tersebut nampak belum membuahkan hasil sesuai yang diharapkan. Hal ini mengindikasikan
Sumber: YouTube AFC Asian Cup Indonesia vs. Japan\
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: YouTube AFC Asian Cup Indonesia vs. Japan\
bahwa sekadar memiliki pemain naturalisasi tidak cukup untuk menjamin kesuksesan di tingkat internasional. Berdasarkan ranking FIFA (Fédération Internationale de Football Association) November 2024, Jepang tercatat berada di posisi 15 dunia, sedangkan Indonesia masih berada jauh di peringkat 125. Peringkat tersebut menunjukkan adanya kesenjangan yang signifikan dalam kualitas sepak bola antara kedua negara. Kekalahan melawan Jepang menjadi sinyal bahwa strategi yang diterapkan perlu dievaluasi dan diperbaiki.
ADVERTISEMENT
Olahraga dan politik mungkin terdengar sebagai dua hal yang sangat bertolak belakang. Namun, sebenarnya kedua aspek ini memiliki keterkaitan mendalam melebihi ruang yang orang-orang pada umumnya pahami. Kobierecki (2020) dalam bukunya yang berjudul “Sports Diplomacy: Sports in the Diplomatic Activities of States and Non-State Actors” menyebutkan bahwa olahraga dapat membangun hubungan internasional, meredakan konflik, memperkuat kerjasama, membentuk citra atau prestise suatu negara, dan masih banyak lagi. Sports diplomacy merupakan salah bentuk public diplomacy yang sangat erat kaitannya dengan konsep soft power dalam hubungan internasional. Singkatnya, sports diplomacy adalah upaya menggunakan olahraga untuk mempromosikan hubungan internasional di tingkat regional maupun internasional.
Sekilas Jejak Jepang di Kancah Internasional Melalui Sports Diplomacy
ADVERTISEMENT
Dilihat dari rekam jejaknya, Jepang telah berhasil menggunakan sepak bola sebagai sarana diplomasi yang efektif, membangun hubungan baik dengan negara-negara lain melalui prestasi dan partisipasi aktif di kancah internasional. Jepang selalu berhasil mendapat posisi di putaran final piala dunia. Penampilan mengesankan Jepang di Piala Dunia FIFA pada tahun 2022, di mana mereka meraih kemenangan penting melawan tim-tim kuat seperti Spanyol dan Jerman, telah secara signifikan meningkatkan profil sepak bola mereka di Asia Tenggara. Hal ini sangat kontras dengan Indonesia yang seringkali hanya mampu menapaki babak kualifikasi tanpa melangkah lebih jauh. Padahal, dalam sejarahnya disebutkan pada tahun 1979, Jepang justru belajar dari Indonesia perihal pengelolaan kompetisi sepak bola. Pada awal tahun 2024, PSSI bahkan merekrut Satoru Mochizuki, pelatih berkebangsaan Jepang, untuk melatih Timnas Putri Indonesia. Fenomena kebalikan kini terjadi di Indonesia sendiri. Sungguh ironi bukan?
ADVERTISEMENT
Jepang sukses memanfaatkan sepak bola sebagai jembatan budaya antara Jepang dan Asia Tenggara. Dengan mempromosikan nilai-nilai tradisional Jepang melalui olahraga, Jepang berupaya meningkatkan rasa saling pengertian dan hubungan baik antar bangsa. Dampak budaya bola semakin diperkuat oleh popularitas serial anime Jepang, seperti “Captain Tsubasa” (1981). Serial Captain Tsubasa tidak diciptakan sebagai sekadar tontonan hiburan. Dalam anime tersebut ditampilkan bagaimana Japan Football Association (JFA) berkomitmen untuk mengembangkan pemain muda melalui kompetisi antar sekolah dasar, menengah pertama, dan menengah atas. Ini menciptakan ekosistem yang mendukung pertumbuhan bakat-bakat muda. Sebelum tahun 1988, sepak bola Jepang tidak dianggap sebagai kekuatan di Asia. Namun, setelah pengaruh Captain Tsubasa, Jepang berhasil meraih juara Piala Asia pada tahun 1992 dan kemudian lolos ke Piala Dunia untuk pertama kalinya pada tahun 1998. Banyak pemain tim nasional Jepang yang lahir di sekitar waktu ketika Captain Tsubasa populer karena terinspirasi oleh cerita tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa karakter dan kisah dalam manga tersebut tidak hanya fiksi, tetapi juga menciptakan realitas baru bagi sepak bola Jepang. Mulai tahun 2000-an, serial tersebut kemudian fenomenal di berbagai belahan dunia.
ADVERTISEMENT
Pendekatan Baru untuk Reformasi Sepak Bola Indonesia
Perkara wasit dan konflik yang melanda PSSI (Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia) saat ini mencerminkan sering kali dikeluhkan sebagai tantangan pengelolaan sepak bola di Indonesia. Kedua poin sebelumnya benar sama pentingnya. Namun, berkaca dari Jepang, Indonesia kini harus belajar untuk tidak hanya fokus pada aspek teknis, seperti pelatihan dan fasilitas, tetapi juga pada pengembangan kecintaan anak muda terhadap olahraga. Jepang berhasil mengintegrasikan olahraga ke dalam budaya pop, salah satunya anime. Ini adalah strategi yang sangat inovatif dan jarang dipikirkan oleh negara lain, termasuk Indonesia. Hal ini berbeda dengan pendekatan di Indonesia yang sering kali melupakan bagaimana membangun fondasi cinta terhadap olahraga di kalangan generasi muda. Penting bagi Indonesia untuk meniru langkah Jepang dalam menciptakan program-program yang juga mendidik anak-anak tentang nilai-nilai olahraga, kerja sama tim, dan semangat sportivitas.
ADVERTISEMENT
Identifikasi bakat merupakan langkah awal yang krusial dalam pengembangan pemain lokal. PSSI perlu melakukan scouting secara aktif di berbagai daerah untuk menemukan anak-anak berbakat yang mungkin belum mendapatkan kesempatan. Potensi bakat dapat ditemukan lebih awal dengan melibatkan pelatih dan scout di tingkat lokal. Memperbanyak kompetisi-kompetisi lokal berjenjang bisa memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk berpartisipasi aktif dalam olahraga, menyaring bakat-bakat muda, serta meningkatkan rasa percaya diri mereka. Dengan bertambahnya anak-anak muda Indonesia dalam Timnas, niscaya akan menarik perhatian lebih banyak sponsor dan media, sekaligus meningkatkan popularitas bola di kalangan masyarakat.
PSSI lagi-lagi perlu mengevaluasi kembali kebijakan naturalisasi pemain asing dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap pengembangan pemain lokal. Mengandalkan pemain naturalisasi dapat menjadi solusi jangka pendek, tetapi untuk keberlanjutan tim nasional, penting bagi Indonesia untuk memiliki generasi pemain lokal yang siap bersaing di tingkat internasional. Pemain lokal akan lebih memahami budaya sepak bola Indonesia dan dapat menciptakan identitas tim yang kuat. Ini penting untuk membangun koneksi emosional antara tim dan pendukungnya. Fokus pada pembinaan bakat lokal harus menjadi prioritas agar Indonesia tidak hanya bergantung pada pemain asing tetapi juga mampu menghasilkan talenta-talenta berkualitas dari dalam negeri.
ADVERTISEMENT
Dengan langkah-langkah ini, diharapkan Indonesia dapat meningkatkan sports diplomacy melalui modal sepak bola nasional dan bersaing lebih baik di kancah internasional, tanpa harus sepenuhnya bergantung pada pemain asing. Ini adalah investasi jangka panjang yang akan membawa manfaat besar bagi perkembangan olahraga di tanah air serta menciptakan generasi baru pesepak bola berbakat yang siap mengharumkan nama bangsa di pentas dunia.