Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Tindakan Represif Aparat Kepolisian dalam Menangani Unjuk Rasa di Masyarakat
14 Desember 2020 12:21 WIB
Tulisan dari presytanurhalida tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Unjuk rasa adalah pernyataan protes yang dilakukan secara massal atau demonstrasi. Unjuk rasa biasanya berupa menyatakan pendapat atau menentang kebijakan yang dilaksanakan suatu pihak. Unjuk rasa umumnya dilakukan oleh kelompok mahasiswa dan orang-orang yang tidak setuju dengan pemerintah atau menentang kebijakan pemerintah.
ADVERTISEMENT
Dalam unjuk rasa, para kelompok tersebut menyampaikan pendapat mereka di muka umum. Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di muka umum menyebutkan bahwa "Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan." Adanya undang undang tersebut, menjamin setiap warga negara Indonesia mempunyai hak kebebasan dalam menyampaikan pendapat serta undang undang tersebut mengatur bentuk, tata cara menyampaikan pendapat, hak dan kewajiban peserta serta sanksi bagi pengunjuk rasa.
Dalam unjuk rasa, masyarakat seringkali kurang menaati peraturan yang sudah ditentukan sesuai undang-undang pada setiap pelaksanaan unjuk rasa di muka umum. Hal tersebut dapat menimbulkan kericuhan yang bersifat anarkis atau tidak kondusif, dalam hal ini peran kepolisian sangat penting dalam menangani atau menertibkan unjuk rasa tersebut. Sebagaimana telah diketahui bahwa kepolisian memiliki dua fungsi yakni fungsi preventif yang dilaksanakan dalam rangka memberi perlindungan, pengayoman, pelayanan pada masyarakat dan fungsi represif yaitu sebagai penegak hukum.
ADVERTISEMENT
Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan pada masyarakat. Oleh karena itu, Polisi paling sering bersinggungan dengan masyarakat sebab polisi dan masyarakat memiliki keterkaitan satu sama lain. Menurut Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, S.H., bahwa Polri dalam menjalankan tugasnya memiliki peran ganda baik sebagai penegak hukum maupun sebagai pekerja sosial (social worker) pada aspek sosial dan kemasyarakatan (pelayanan dan pengabdian)
Dalam konteks unjuk rasa, terdapat Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pengendalian Massa, sikap Polri dalam menghadapi unjuk rasa harus disiplin tanpa melibatkan emosi. Namun faktanya, banyak tindakan polri dalam menangani unjuk rasa dilakukan secara represif. Dalam hal ini anggota kepolisian sering kali bukan melakukan pengamanan dan meredam aksi massa, melainkan anggota kepolisian juga tidak dapat mengendalikan emosi dan ikut terpancing. Hal tersebut menimbulkan sikap arogan dan emosional polisi yang langsung mengejar, membalas melempar pelaku aksi demonstrasi, bahkan melakukan penangkapan pelaku unjuk rasa dengan cara kekerasan seperti menganiaya dan memukul.
ADVERTISEMENT
Penggunaan kekerasan merupakan pilihan paling murah dan mudah dalam rangka penanganan masalah sosial. Saat kepolisian menggunakan kekerasan atau penganiayaan untuk mengamankan unjuk rasa, sudah jelas merupakan tindakan yang melawan hukum. Aparat kepolisian di lapangan seringkali menerjemahkan perintah “amankan” dari atasan dengan melakukan represif demi mencapai stabilitas keamanan. Dalam penggunaan kekerasan polisi seringkali mengesampingkan hak-hak konstitusional warga dan mengedepankan isu keamanan.
Dilansir dari Detik News, terdapat dua orang mahasiswa yang tewas dalam unjuk rasa di kendari, yaitu Immawan Randi dan Yusuf Kardawi mahasiswa dari Universitas Haluoleo, Kendari. Telah ditetapkan tersangka dalam kasus tewasnya tersebut, yaitu Brigadir Abdul Malik yang merupakan oknum kepolisian. Tindakan Brigadir Abdul Malik melanggar pasal 351 ayat 3 yang dikategorikan penganiayaan. Ayat tersebut berbunyi “Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun” atau pasal 359 KUHP “Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.”
ADVERTISEMENT
Maka dari paparan di atas dapat disimpulkan, dalam aksi unjuk rasa masyarakat harus tetap mengikuti peraturan yang ada mengenai tata cara penyampaian pendapat di muka umum. Berjalanya aksi unjuk rasa tidak ada yang menjamin aksi tersebut akan berjalan dengan tertib, oleh karena itu peran polisi sangat penting untuk mengawasi aksi unjuk rasa tersebut. Dalam menangani kerusuhan kepolisian harus tetap mengikuti peraturan tentang pengendalian massa dan menjauhi sikap represif berupa kekerasan dalam menangani aksi unjuk rasa tersebut.