Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Kabut Asap, Fenomena Alam yang Meresahkan
4 Oktober 2021 19:56 WIB
Tulisan dari Pricilia Grasela tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Fenomena kabut asap adalah bencana yang mengerikan. Hari-hari tanpa langit biru, sinar mentari perlahan memudar menyisakan jejak yang fana, hamparan hijau pepohonan berganti menjadi kelabu. Sementara itu, asap tebal membumbung tinggi dari kejauhan. Bukan hanya mata yang tersiksa, nafas juga turut merengek meminta udara segar. Kemana udara segar yang biasa kita hirup? Kemana perginya langit biru? Bicara tentang kabut asap memang tidak ada habisnya, baik dari faktor penyebab, masalah yang ditimbulkan, maupun keluh kesah para masyarakat yang merasa dirugikan oleh fenomena ini.
ADVERTISEMENT
Ironisnya, beberapa tahun terakhir ini, fenomena kabut asap menjadi topik utama dalam kategori kerusakan alam. Hampir setiap tahun, masalah kabut asap akibat kebakaran lahan terulang. Hal ini seperti terjebak dalam nostalgia yang kelam, dimana kita semua tahu penyebab dan bahaya dari kabut asap, namun beberapa pihak masih melakukan pembakaran lahan secara besar-besaran yang memicu fenomena kabut asap.
Ada banyak bahaya yang ditimbulkan dari fenomena tersebut, diantaranya tercemarnya udara dan air, perekonomian lumpuh, sekolah diliburkan, bandara tutup, ribuan masyarakat terjangkit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), bahkan ada yang meninggal dunia. Hal yang paling mengerikan, Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) telah berhenti di angka > 300. Udara sangat berbahaya dan berpotensi menyebabkan masalah kesehatan yang serius.
ADVERTISEMENT
Sudah jatuh, tertimpa tangga. Begitulah peribahasa yang tepat untuk menggambarkan keadaan kita. Pekerjaan terganggu, kesehatan terganggu, aktivitas harian juga terganggu. Hal yang menarik untuk ditanyakan, mengapa kabut asap terjadi hampir setiap tahun di musim kemarau?
Dilansir dari tirto.id, penyebab fenomena kabut asap di Sumatera dan Kalimantan pada tahun 2019 adalah kebakaran hutan secara besar-besaran. Sejauh ini, penyebab kebakaran hutan diduga karena praktik land clearing yang memanfaatkan musim kemarau karena dinilai lebih mudah dan murah. Musim kemarau menjadi waktu yang tepat untuk pembakaran lahan karena kadar air mulai menyusut sehingga memudahkan proses pengeringan lahan. Dalam kondisi seperti ini, api akan mudah membakar bahan-bahan yang ada di permukaan tanah, kemudian menyebar tanpa arah. Celakanya, jika tanpa pengairan yang baik, kondisi ini menjadi bom waktu kebakaran ketika ada yang menyulut api di sana.
ADVERTISEMENT
Kemudian dilansir dari Kompas.com, penyebab lain dari fenomena kabut asap adalah asap kendaraan bermotor. Kandungan dan reaksi beberapa bahan kimia dalam asap kendaraan bermotor akan menimbulkan kabut asap. Asap kendaraan bermotor mengandung bahan kimia seperti karbon monoksida, hidrokarbon, dan lainnya. Saat kandungan bahan kimia ini terkena sinar matahari, akan timbul reaksi kimiawi, dan akibatnya kabut asap terjadi.
Lantas, apakah kita tetap bertahan di tengah situasi kelabu ini? Saatnya keluar dari situasi mengerikan yang menyesakkan ini. Kerja sama serta solusi yang tepat perlu dilakukan untuk menyelesaikan fenomena kabut asap ini.
Pemerintah dan masyarakat perlu melakukan pengawasan terhadap manajemen pembakaran lahan yang dilakukan oleh pihak bersangkutan. Pengawasan tidak hanya meninjau surat izin pembakaran lahan saja, namun perlu meninjau lokasi lahan, ketersediaan air yang memadai, serta proses pembakaran lahan tersebut. Tugas pengawasan ini tidak hanya dibebankan kepada pemerintah saja, namun masyarakat wajib ambil andil dalam pelaksanaannya. Maka, perlu kerja sama yang baik antara pemerintah dan masyarakat. Pemerintah harus mampu merangkul masyarakat agar menjadi rekan kerja yang saling mendukung dan membantu dalam tugas pengawasan tersebut.
ADVERTISEMENT
Kita dapat turut berpartisipasi mencegah fenomena kabut asap walaupun tidak terlibat dalam tugas pengawasan. Upaya mengurangi penggunaan kendaraan bermotor termasuk salah satu bentuk partisipasi kita. Mulailah berjalan kaki atau menggunakan sepeda jika pergi ke sekolah, tempat kerja, pasar sayur, atau supermarket. Hal ini mampu mengurangi produksi asap kendaraan yang berlebihan. Hal baik untuk kesehatan kita. Udara lebih segar, tubuh kita akan sehat.
Fenomena kabut asap bukanlah tanggung jawab segelintir pihak saja, namun tanggung jawab kita bersama. Dukungan dan tindakan pencegahan kabut asap harus berjalan beriringan guna menyelesaikan permasalahan ini. Saatnya bertindak, bukan hanya wacana belaka. Kabut asap tidak akan tidur, jika kita tidak bertindak tegas.
Live Update
PSSI resmi mengumumkan Patrick Kluivert sebagai pelatih baru timnas Indonesia, Rabu (8/1). Pelatih asal Belanda ini akan menjalani kontrak selama dua tahun, mulai 2025 hingga 2027, dengan opsi perpanjangan kontrak. Kluivert hadir menggantikan STY.
Updated 8 Januari 2025, 18:59 WIB
Aktifkan Notifikasi Breaking News Ini