Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Fenomena Terorisme Kelompok Ekstremis Sayap Kanan
15 Juli 2021 12:18 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari prihandono wibowo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam benak banyak orang, ketika mendengar istilah terorisme, maka yang terbayang adalah kekerasan atas nama agama. Padahal, fenomen terorisme tidak selalu identik dengan agama. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa kelompok seperti ISIS sering kali melakukan aksi terorisme dengan retorika agama. Sehingga kesan yang timbul adalah terorisme identik dengan agama. Selain itu, karena pemberitaan media banyak berfokus pada keberadaan kelompok teroris di Timur Tengah, maka terdapat anggapan umum bahwa pelaku terorisme pasti identik berasal dari kelompok-kelompok ekstrem di Timur Tengah.
ADVERTISEMENT
Namun beragam anggapan tersebut dapat dibantah dengan dua argumen. Pertama, dalam sejarahnya, aksi terorisme dilakukan oleh beragam kelompok, mulai kelompok Marxisme, Anarkis, maupun Nasionalis. Lokasi aksi terorisme pun juga dilakukan di berbagai benua. Kedua, pada tren terkini, didapati bahwa aksi terorisme dilakukan oleh kelompok ekstremis sayap kanan yang berasal dari negara-negara Barat. Tren terorisme kelompok ekstremis sayap kanan kini adalah objek penelitian dalam kajian terorisme. Aksi ekstremis sayap kanan yang terkenal misalnya adalah aksi terorisme yang dilakukan oleh Anders Breivik pada tahun 2011.
Aksi terorisme Breivik pada 2011 menyasar kompleks kantor pemerintahan Norwegia dan kegiatan kamp perkemahan pemuda Partai Buruh. Dalam kasus tersebut, Anders Breivik menewaskan sekitar tujuh puluh orang dan melukai puluhan orang lainnya. Lantas apa motif aksi terorisme yang dilakukan ekstremis sayap kanan seperti Breivik ?
ADVERTISEMENT
Kita dapat merujuk pada manifesto karya Anders Breivik setebal 1.500 halaman yang tersebar bebas di dunia maya. Dalam manifesto tersebut, Breivik ingin "menyelamatkan" peradaban Barat dari ancaman eksternal. Breivik memersepsikan keberadaan kelompok imigran Timur Tengah di berbagai negara Eropa sebagai sebuah ancaman bagi peradaban Barat. Dalam manifestonya pula, Breivik menjelaskan bahwa nilai-nilai peradaban Barat terancam oleh kelompok pendatang dari Timur Tengah yang tersebar di Benua Eropa. Kelompok pendatang dituduh menyebarkan nilai-nilai yang bertolak belakang dengan peradaban Barat. Lebih spesifik, Breivik meyakini bahwa salah satu identitas yang dinilai mengancam identitas peradaban Barat adalah Islam. Breivik berusaha membenarkan pemikirannya dengan mengutip beragam tulisan dari tokoh-tokoh anti Islam. Breivik meyakini bahwa umat Islam, baik Sunni ataupun Syiah, berpura-pura menunjukkan dapat hidup berdampingan dengan masyarakat Eropa, namun pada aslinya muslim akan melakukan Islamisasi Eropa.
ADVERTISEMENT
Dengan pertumbuhan demografis muslim di Benua Eropa, Breivik mengkhawatirkan akan terciptanya Eropa yang didominasi Islam. Hal ini dinilai sebagai ancaman terhadap peradaban Eropa. Breivik mengistilahkan dengan nama The Rape of Europe. Yang menarik, Breivik mengklasifikasi derajat ancaman bentuk-bentuk Islamisasi sesuai persentase jumlah muslim di sebuah negara. Selain itu, peristiwa terorisme di Benua Eropa yang melibatkan oknum kelompok muslim, memperkuat keyakinan Breivik akan ancaman Islam.
Breivik meyakini bahwa tersebarnya imigran muslim dan Islam di Benua Eropa adalah akibat adanya politik multikulturalisme yang berkembang di benua tersebut. Ancaman eksternal ini masuk ke Eropa karena diizinkan berkembang oleh kelompok-kelompok kiri dan liberal yang berkuasa di Benua Eropa. Sehingga untuk menghentikan ancaman eksternal ini, maka juga perlu memusuhi kelompok kiri dan liberal Eropa. Breivik berpandangan bahwa multikulturalisme harus dihilangkan dari sistem politik dan kurikulum pendidikan di Benua Eropa. Kebijakan negara-negara Eropa harus ditujukan untuk memperkuat warisan budaya dan tradisi dari masyarakat Eropa. Bagi Breivik, sumber ancaman yang fundamental bagi Eropa datang dari ancaman eksternal. Karena itu, menurut Breivik, sudah saatnya masyarakat Eropa menolak politik multikulturalisme di Benua Eropa serta melawan ancaman eksternal.
ADVERTISEMENT
Dalam manifestonya, Breivik menyatakan bahwa untuk melindungi peradaban Barat, dilakukan dengan cara kekerasan. Hal ini adalah kewajiban bagi seluruh elemen masyarakat Eropa untuk melakukan perlawanan bersenjata. Bagi Breivik perlawanan senjata dan teror adalah pendekatan yang paling rasional. Bagi Breivik, perang ini bertujuan untuk mempertahankan identitas Eropa. Breivik menyatakan bahwa kelompoknya terlatih untuk melakukan serangan. Akan tetapi, serangan ini dilakukan untuk tujuan defensif, yaitu sebagai serangan permulaan demi mempertahankan Eropa dari ancaman eksternal.
Dalam manifestonya, Breivik membahas metode membangun sel, persiapan senjata, pembiayaan, dan peringatan untuk menghindari kesalahan dalam aksi teror. Breivik menyadari bahwa strategi teror ini bukan untuk menciptakan kerusakan secara langsung dalam jangka pendek, tetapi lebih kepada serangan terhadap psikologis yang menyebabkan keruntuhan ideologi musuh dalam jangka panjang. Breivik mewujudkan idenya yang tertuang dalam manifesto dengan tindakan terorisme pada 2011.
ADVERTISEMENT
Kasus dari Breivik ini adalah salah satu contoh contoh kasus terorisme yang dilakukan kelompok-kelompok ekstrem sayap kanan di berbagai negara Barat. Kasus penembakan terhadap jemaah dua masjid di negara New Zealand pada 2019, serta penembakan sinagoge di negara Jerman pada 2019, adalah contoh lain yang menunjukkan tren terorisme yang dilakukan kelompok ekstremis sayap kanan. Yang menarik, pelaku terorisme di negara New Zealand tersebut, mengaku terinspirasi oleh ideologi aksi terorisme oleh Breivik. Beragam publikasi yang diedarkan kelompok-kelompok ekstremis sayap kanan ini juga jelas mendorong aksi fenomena terorisme secara mandiri. Manifesto oleh Anders Breivik ini memberi gambaran umum mengenai "kebangkitan" ideologi sayap kanan di Benua Eropa, meski tidak dapat dipungkiri bahwa beragam kelompok sayap kanan di Benua Eropa memiliki metode yang beragam.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya kita dapat mengambil pelajaran dari kasus terorisme sayap kanan ini. Salah satunya, fenomena terorisme sayap kanan menunjukkan bahwa terorisme tidak selalu berkaitan dengan isu agama. Fenomena terorisme sayap kanan menunjukkan bahwa agama bukan faktor dominan dalam penyebab aksi terorisme. Isu rasial yang lebih dominan menyebabkan terorisme ini. Dengan demikian, tidak tepat jika selalu menyatakan bahwa terorisme pasti selalu terkait dengan agama.