Konten dari Pengguna

K-pop dan Jerat Sensitivitas Geopolitik Asia Timur

Prima
Member of Sesdilu 78 7he 8est
6 April 2025 13:39 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Prima tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam satu dekade terakhir, K-pop telah menjadi kekuatan budaya global. Idol K-pop kini tidak hanya menjadi simbol hiburan, tetapi juga duta tidak resmi dari Korea Selatan yang membawa pengaruh budaya ke berbagai penjuru dunia. Namun demikian, ia tidak bisa menghindar dari bayang-bayang sejarah dan geopolitik, terutama di kawasan yang sarat ketegangan seperti Asia Timur.
ADVERTISEMENT
Asia Timur merupakan kawasan yang sangat sensitif secara historis. Kawasan tersebut juga menjadi pangsa pasar yang besar dan penting bagi popularitas Kpop. Tiga negara utama—Korea Selatan, Jepang, dan Tiongkok—memiliki hubungan rumit yang masih dipenuhi luka sejarah, mulai dari pendudukan Jepang atas Korea dan Tiongkok, hingga perselisihan wilayah seperti Pulau Dokdo/Takeshima dan Laut Tiongkok Timur. Dalam konteks ini, setiap pernyataan publik atau tindakan dari idol K-pop, dapat menjadi pemicu kontroversi besar.
Konser BTS Love Yourself Tour Amsterdam/ Sumber: pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Konser BTS Love Yourself Tour Amsterdam/ Sumber: pribadi
Contoh nyata adalah kasus Jimin dari BTS pada tahun 2020, yang mengenakan kaus bergambar bom atom saat memperingati pembebasan Korea dari penjajahan Jepang. Meskipun maksudnya adalah nasionalisme Korea, media Jepang menilai tindakan itu sebagai tidak sensitif terhadap korban bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Kasus ini memicu kemarahan publik Jepang dan memicu boikot terhadap BTS oleh beberapa media lokal.
ADVERTISEMENT
Sebaliknya, baru-baru ini Ni-ki, anggota boy grup Enhypen, mendapat kecaman setelah menyatakan “iri” kepada penggemar yang mendapat hari libur untuk Independence Movement Day pada 1 Maret di Korea Selatan. Ucapan tersebut dianggap tidak sensitif karena tanggal tersebut memperingati gerakan perlawanan terhadap penjajahan Jepang pada tahun 1919. Karena latar belakang kebangsaan Ni-ki sebagai warga Jepang, pernyataannya memicu reaksi keras dari penggemar Korea.
Apa yang tampak sebagai ekspresi budaya atau patriotisme sederhana bagi seorang idol, dapat menjadi hal yang memantik isu politik dan sejarah.
Hal ini menunjukkan bahwa popularitas global membawa tanggung jawab besar. Agensi hiburan Korea perlu menyadari bahwa pasar mereka tidak hanya lokal tapi juga mencakup negara-negara dengan luka sejarah yang belum sepenuhnya pulih. Pelatihan terhadap idol K-pop seharusnya tidak hanya mencakup vokal dan koreografi, tetapi juga pendidikan lintas budaya dan sejarah kawasan. Dengan pemahaman yang lebih dalam tentang konteks geopolitik Asia Timur, mereka dapat menghindari kontroversi yang tak perlu dan membangun jembatan yang lebih sehat di antara budaya-budaya yang bersinggungan.
ADVERTISEMENT