Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Cerita Kebaikan Yang Menular di Tanah Papua
13 September 2021 20:41 WIB
Tulisan dari Primadi Wicaksana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pandemi Covid-19 yang melanda sejak awal tahun 2020 telah memberikan dampak luar biasa terhadap kehidupan manusia di seluruh dunia. Indonesia menjadi salah satu negara yang terdampak paling parah karena wabah Covid 19. Data yang dikeluarkan oleh pemerintah mencatat bahwa hingga Agustus 2021 jumlah kasus positif mencapai 4.170.088 orang dengan jumlah kematian 139.165 orang (data per 13 September 2021. Sumber: kumparan.com ). Data jumlah yang positif dan kematian tersebut bukanlah angka yang kecil dan menunjukkan bahwa Indonesia sedang tidak baik-baik saja.
ADVERTISEMENT
Pemerintah melakukan berbagai usaha agar Indonesia bisa keluar dari pandemi. Sejumlah kebijakan dilakukan untuk meredam laju penularan virus Covid-19. Pemerintah terpaksa membatasi berbagai macam kegiatan seperti pembatasan pergerakan orang untuk meminimalkan kerumunan yang dapat meningkatkan resiko penularan. Akibatnya, masyarakat pun tidak dapat beraktivitas normal seperti sedia kala.
Berbagai sektor kehidupan masyarakat menjadi terdampak karena pembatasan tersebut. Sektor ekonomi dan pendidikan menjadi yang paling terpukul selain sektor kesehatan. Beberapa pengusaha terpaksa gulung tikar akibat tekanan berat pandemi ini, akibatnya angka pengangguran menjadi meningkat. Selain itu, pengalihan sistem sekolah menjadi online ternyata memberikan masalah baru. Warga yang tidak mampu kesulitan untuk membeli gawai dan kuota, sementara daerah terluar Indonesia tidak memiliki fasilitas internet yang memadai untuk sistem online.
ADVERTISEMENT
Dampak pandemi dirasakan tidak hanya di Pulau Jawa, tetapi juga di seluruh wilayah Indonesia. Wilayah Papua juga menjadi wilayah yang terdampak pandemi. Papua hingga saat ini masih dikenal sebagai daerah paling tertinggal di Indonesia. 80% desa di dua provinsi paling timur Indonesia, yakni Papua Barat dan Papua masih berstatus tertinggal. Dari 5 ribu desa yang ada di Provinsi Papua, sebanyak 87,12% masuk kategori tertinggal, 12,7% masuk kategori berkembang, dan hanya 0,18% yang masuk kategori mandiri (katadata.co.id ). Pandemi telah membuat Papua yang tertinggal semakin terpuruk. Banyak warga yang kehilangan penghasilan karena pemutusan hubungan kerja atau tidak ada konsumen yang membeli barang dagangannya. Pendidikan terancam terhenti karena sistem online tidak bisa diterapkan di pedalaman akibat minimnya fasilitas internet dan ketidakmampuan warga untuk membeli gawai. Papua pun seharusnya menjadi wilayah yang mendapat prioritas untuk diberikan bantuan.
ADVERTISEMENT
Anak-anak di pegunungan Jayawijaya di Papua adalah contoh sulitnya memeroleh pendidikan formal di Papua. Sekolah formal jaraknya jauh dari tempat tinggal dan harus melewati medan pegunungan yang berat. Sulitnya mengakses pendidikan formal membuat anak-anak di pegunungan Jayawijaya mengandalkan kelompok belajar untuk mendapatkan pendidikan dasar. Kelompok belajar ini didirikan oleh para relawan yang peduli pada pendidikan di wilayah Papua. Mereka bergerak independen tanpa campur tangan pemerintah.
Salah satu kelompok belajar yang ada di sana yaitu kelompok belajar Sohalanggen Itigon. Pelajaran yang diberikan kepada warga lokal adalah practical life skill dasar seperti membaca, berhitung, bertani, berkebun, dll. Tujuan mereka sederhana, setidaknya masyarakat Papua bisa membaca dan berhitung sebagai bekal kehidupan sehari-hari mereka. Salah satu relawan pernah bercerita bahwa warga asli di sana kerap kali menjadi korban penipuan karena tidak bisa membaca dan berhitung, sehingga skill-skill dasar ini akan menyelamatkan mereka dari kejadian serupa. Sumber pendanaan kelompok tersebut secara umum ada dua. Yang pertama, penjualan hasil usaha warga setempat seperti kopi, madu, ternak hewan, dan aksesoris gelang. Yang kedua, berasal dari sumbangan masyarakat yang peduli pada pendidikan Papua.
ADVERTISEMENT
Pandemi yang terjadi saat ini pun berdampak kepada kegiatan kelompok belajar di sana. Saat ini, mereka sangat kesulitan untuk mempertahankan operasional akibat faktor ekonomi. Cerita mengenai
kesulitan tersebut diunggah di media sosial oleh akun @volunteerinpapua. Unggahan tersebut ternyata direspon oleh orang-orang baik dari seluruh Indonesia dengan memberikan bantuan-bantuan. Mereka sangat antusias mengikuti berbagai macam kegiatan donasi yang digalang oleh para relawan Papua. Donasi yang diberikan antara lain berupa buku, bahan makanan, dan uang. Berbagai macam bantuan tersebut telah membantu para relawan untuk bertahan di tengah kesulitan-kesulitan yang terjadi. Selain untuk membiayai kelompok belajar, para relawan juga menggunakan dana tersebut untuk membiayai beberapa anak untuk bersekolah di SD hingga universitas.
ADVERTISEMENT
Para donatur, yang umumnya para followers media sosial para relawan, terinspirasi oleh kebaikan para relawan yang dengan sukarela mengabdi di sana. Perjuangan para relawan untuk mencerdaskan warga Papua telah menularkan kebaikan kepada para followers mereka di media sosial untuk membantu sesuai dengan kemampuannya. Selain itu, Para donatur membantu karena merasa bahwa orang-orang Papua adalah saudara mereka di ujung timur Indonesia.
Meskipun demikian, tidak dapat dipungkiri pandemi ini telah memberikan pukulan pada setiap kegiatan, termasuk kelompok belajar Sohalanggen Itigon. Dari dua kelompok belajar yang dikelola, salah satunya telah ditutup dan rencananya kelompok belajar kedua pun akan segera ditutup. Relawan terpaksa menutup keduanya karena biaya operasional yang membengkak namun pemasukan tidak mencukupi akibat pandemi. Pilihan tersebut diambil agar anak-anak yang saat ini sedang menjalani sekolah formal dapat terus dibiayai.
ADVERTISEMENT
Apresiasi harus diberikan kepada para relawan yang terus bekerja membantu anak-anak Papua untuk dapat mengenyam pendidikan meski di tengah pandemi. Kemudian kepada orang-orang baik yang meskipun ikut terimbas pandemi namun tetap meluangkan waktu, uang, dan sebagainya untuk membantu anak-anak Papua. Untuk para relawan dan followersnya, teruslah berbuat kebaikan untuk siapapun, karena kebaikan itu menular kepada hal-hal baik lainnya. Kebaikan yang mereka tebar saat pandemi ini akan senantiasa diingat oleh masyarakat Papua bahwa mereka tidak ditinggalkan oleh saudaranya di seluruh Indonesia. Kebaikan itu akan membuat masyarakat Papua merasa yakin bahwa mereka juga bagian dari Indonesia.