Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Fluktuasi Tarif Dasar Listrik Akibat Krisis Batubara di Indonesia
3 Maret 2022 18:58 WIB
Tulisan dari PRIMADIANI DIFIDA WIDYAPUTRI tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Beberapa bulan terakhir muncul sebuah isu yang menggemparkan tentang krisisnya eksistensi sumber daya batubara dalam tata kelola energi di Indonesia. Bukan kali pertama, krisis ini pernah terjadi sebelumnya pada tahun 2007, 2008, 2013 dan 2018 dan terulang kembali di tahun 2021 yang berlanjut hingga tahun 2022.
ADVERTISEMENT
Perbedaan signifikan antara krisis yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya adalah pada saat ini terdapat ketidaktetapan pemerintah dalam kebijakan yang dibuat. Kondisi terburu-buru dalam menetapkan kebijakan dirasa tidak komprehensif. Sehingga menimbulkan instabilitas dalam berbagai aspek, seperti salah satunya dikeluarkannya kebijakan larangan ekspor batubara bagi pengusaha.
Lebih lanjut, kebijakan pelarangan ekspor batu ini dikeluarkan oleh pemerintah dengan sangat cepat dan terkesan bimbang, sebab fokus utamanya bukan tentang bagaimana pemerintah mampu menjadi akomodir dalam menyediakan energi bagi masyarakatnya. Namun tentang kebijakan yang berporos pada pemenuhan Domestic Market Obligation (DMO) oleh para pengusaha tambang yang tercatat melalui surat bernomor B 165/MB.05/DJB.B/2022 yang dikeluarkan pada 13 Januari 2022.
Hal ini seharusnya menjadi perhatian penting karena dengan kebijakan yang tidak pasti menyebabkan banyak pihak kalang kabut. Terdapat sejumlah negara yang menyatakan ketidaksetujuannya atas kebijakan ini. Kontinuitas kebijakan yang dikeluarkan juga memberikan efek jera bagi pengusaha, dimana banyak pihak-pihak pengusaha yang tidak mampu memenuhi kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) tergiur untuk melakukan penjualan ke luar negeri untuk mendapatkan profitnya.
ADVERTISEMENT
Catatan penting untuk diketahui bahwa batubara merupakan opsi utama yang menjadi penyokong listrik di Indonesia dari banyaknya Sumber Daya Alam lainnya. Hal ini disebabkan dinamika tata kelola batubara memiliki efektifitas dalam aspek ekonomi.
Galih Honggo Baskoro dalam karyanya yang berjudul PLTU Batubara - Antara Solusi Krisis Listrik dengan Isu Pencemaran Lingkungan Batubara menyatakan bahwa penyediaan energi listrik yang dihasilkan dari batubara menjadi prioritas utama karena dianggap lebih ekonomis dibandingkan dengan energi listrik yang bersumber dari gas maupun minyak bumi.
Meskipun demikian, dengan keunggulan yang dimiliki batubara dari segi ekonomi, mekanisme penyedian energi listrik bagi kehidupan manusia juga harus memiliki tendensi yang kuat untuk menjadikan tingginya jaminan atas kesejahteraan rakyat pada masa yang akan datang.
ADVERTISEMENT
Pasalnya jika polemik krisis batubara tak kunjung henti, kerugian yang besar semakin dialami oleh masyarakat sipil. Dimana ketidaksediaan pasokan listrik di lingkungan hidup akan mempengaruhi kegiatan sehari-hari. Tidak adanya pasokan listrik domestik dari krisisnya batubara akan memadamkan sejumlah wilayah di Indonesia.
Hal ini tentu saja menjadi permasalahan yang sangat serius mengingat seluruh kegiatan masyarakat akan bergantung pada tata kelola energi tersebut. Selain itu juga tercatat dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Didalamnya menyatakan bahwa lingkungan menjadi faktor penentu dalam segala proses pengambilan keputusan dalam memanfaatkan dan mengelola Sumber Daya Alam (SDA).
Maka dari itu segala bentuk aktivitas yang melibatkan lingkungan sebagai sumber kehidupan manusia harus membentuk kesatuan fungsional antara kesejahteraan kehidupan manusia dan kelestarian lingkungan.
ADVERTISEMENT
Melihat fakta bahwa tarif dasar listrik yang mengalami fluktuasi memberikan implikasi pada tidak berlakunya supremasi hukum dalam tata kelola Sumber Daya Alam terutama batubara. Kondisi ini menyebabkan banyak ketidakstabilan yang terjadi di berbagai pihak, yakni pemerintah dan masyarakat.
Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 28 Tahun 2016 tentang Tarif Tenaga Listrik yang Disediakan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) akan terjadi kenaikan tarif listrik pada Juni 2022 mendatang.
Wacana ini secara gamblang menyatakan bahwa fluktuasi tarif dasar listrik mungkin akan terjadi dalam beberapa waktu ke depan. Jika diteliti kondisi ini sangat memungkinaan untuk terjadi dengan mempertimbangkan beberapa hal yang berpengaruh dalam pembuatan kebijakan seperti harga komoditas, grafik pertumbuhan ekonomi dan skema investasi.
ADVERTISEMENT
Untuk saat ini tarif listrik yang dibayarkan sebesar Rp1400-Rp1500 per kWh dengan pertimbangan subsidi dari pemerintah bagi penerima, sehingga tarif dapat lebih murah. Bagi penerima subsidi, jumlah yang harus dibayarkan sekitar Rp400-Rp600 per kWh tergantung dengan jenis daya yang digunakan oleh tiap-tiap penerima.
Jika nantinya wacana pemerintah tentang perubahan tarif dasar listrik maka diperlukan adanya penyesuaian secara masif untuk dapat mengaktualisasikan Sumber Daya Alam dan kesejahteraan rakyat yang terdistribusi dengan baik. Sehingga setiap kebijakan yang dikeluarkan akan tersalurkan sebagaimana mestinya dengan skema prioritas yang lugas.