Pemanfaatan Energi Terbarukan: Upaya Meminimalisir Paradoks Pertumbuhan Ekonomi

PRIMADIANI DIFIDA WIDYAPUTRI
Third Year Student of International Relations at Universitas Islam Indonesia
Konten dari Pengguna
23 Desember 2021 16:55 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari PRIMADIANI DIFIDA WIDYAPUTRI tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : www.pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : www.pexels.com
ADVERTISEMENT
Seperti yang kita ketahui ekonomi menjadi sebuah kegiatan yang dilakukan manusia untuk memproduksi suatu barang maupun jasa untuk dapat didistribusikan dan dikonsumsi oleh manusia lainnya. Ekonomi menjadi penting karena kebutuhan manusia sebenarnya tidak memiliki batasan.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian perlu adanya tata kelola ekonomi yang berlandaskan pada kemanusiaan. Sehingga dinamika ilmu ekonomi menjadi ilmu yang mengupayakan pemberdayaan pada kebutuhan manusia.
Tata kelola ekonomi yang diadaptasi oleh negara-negara di dunia memiliki perbedaan pola dan dinamika. Akan tetapi terdapat kesamaan pada peran penting negara dalam tata kelolanya, di mana daya paksa terbesar dimiliki oleh negara sebagai entitas politik.
Negara harus menjadi penjamin dalam tata kelola ekonomi bagi kehidupan warga negaranya. Hal ini sangat relevan karena negara menjadi satu-satunya unit yang dapat mengatur relasi pasar untuk menciptakan ekonomi yang stabil.
Indonesia sebagai negara dengan Sumber Daya Alam yang melimpah memiliki potensi untuk memberikan keuntungan ekonomi jika dikelola dengan baik. Alasannya karena lingkungan alam yang dimiliki Indonesia merupakan aset penting. Contohnya adalah pemanfaatan lingkungan pada aspek energi terbarukan (renewable energy).
ADVERTISEMENT
Membahas energi terbarukan memiliki hubungan signifikan dengan dampaknya bagi lingkungan dan perubahan iklim. Eksistensi energi terbarukan memiliki potensi untuk mengalami krisis energi yang berkelanjutan apabila terus bertambah seiring berjalannya waktu.
Perlu diketahui bahwa Permana (2021) dalam bukunya yang berjudul Degradasi Lingkungan: Pendekatan Kajian Pembangunan yang Berkelanjutan menyatakan apabila sebuah negara melakukan kegiatan investasi berkelanjutan pada proyek energi, maka negara tersebut akan mendapatkan energi secara masif, yang mana menjadi salah satu faktor utama terjadinya krisis energi.
Adanya ketergantungan pada bahan bakar fosil sebagai energi tak terbarukan yang terus menerus digunakan memberikan setidaknya tiga ancaman bagi Indonesia. Indartono (2008) menyatakan bahwa ketiga ancaman ini antara lain ancaman degradasi pada cadangan minyak bumi, ketidakstabilan harga karena permintaan masyarakat lebih besar dibandingkan persediaan yang dimiliki dan ancaman terbesar adalah dampak pada lingkungan yang diakibatkan oleh polusi gas rumah kaca dan pencemaran zat CO2 dari pembakaran fosil.
ADVERTISEMENT
Hubungan sebab akibat (causal relationship) yang terjalin antara pertumbuhan ekonomi dan kualitas lingkungan menjadi salah satu gambaran yang tepat dalam studi kasus pemanfaatan energi terbarukan. Alasan utamanya adalah karena energi terbarukan hadir untuk meningkatkan ekonomi tanpa harus merusak lingkungan. Sehingga alternatif ini dilakukan untuk mengurangi konsekuensi berjalannya pertumbuhan ekonomi tanpa merusak lingkungan. Sebab pemanfaatan energi terbarukan cenderung memberikan eskalasi pada ekonomi makro (Ula, T., & Affandi, A., 2019).
Kemajuan suatu negara dapat dicerminkan melalui pertumbuhan ekonomi yang dimaksudkan untuk menyejahterakan peradaban. Namun seringkali pertumbuhan ekonomi ini memiliki efek samping yang begitu besar dampaknya bagi aspek lingkungan. Salah satunya adalah adanya polusi udara dari pabrik produksi bahan bakar, pengurangan lahan hijau untuk pembangunan gedung, dan eksploitasi lingkungan lainnya. Maka dari itu muncul istilah paradoks pertumbuhan ekonomi. Paradoks pertumbuhan ekonomi dapat diselaraskan sebagai bentuk kegiatan yang meningkatkan ekonomi, namun secara bersamaan memberikan dampak buruk bagi lingkungan.
ADVERTISEMENT
Latar belakang indikator dan standardisasi ekonomi yang sukses pada suatu negara bukan hanya didefinisikan dengan meningkatnya investasi global ke dalam negeri, serta adanya stabilitas inflasi, nilai tukar dan bunga saja, melainkan juga bagaimana pertumbuhan ekonomi yang meminimalisasi dampak buruk pada lingkungan (Firmansyah, M., & Gunawan, D. S., 2007)
Melihat fakta bahwa paradoks pertumbuhan ekonomi terus dialami oleh negara-negara yang masih berada dalam grafik ekonomi pra-industri termasuk Indonesia. Lingkungan masih akan berperan besar dalam akumulasi pertumbuhan ekonomi. Padahal pada kenyataannya lingkungan dapat menjadi modal yang diberikan untuk dikelola dengan baik menjadi aset investasi dalam pertumbuhan ekonomi
Di Indonesia sendiri terdapat 91% emisi yang dihasilkan dari sektor lahan dan energi melalui proses pembukaan hutan, pembakaran lahan, dan pemakaian energi yang masif. Hal ini justru kontradiktif dengan adanya Perjanjian Paris yang ditandatangani oleh Indonesia sebagai kesepakatan global untuk melakukan tindakan preventif pada sektor perubahan iklim. Di dalam Perjanjian Paris tersebut, Indonesia berkomitmen untuk terus melakukan depresiasi emisi sebesar 29%-41% pada tahun 2030.
ADVERTISEMENT
Indonesia memiliki potensi untuk dapat terus melakukan depresiasi ini melalui aspek geothermal, yang apabila dioptimalisasikan dapat mengurangi emisi karbon dan berkontribusi terhadap krisis perubahan iklim. Padahal adanya penekanan pada regulasi terkait pengalokasian kandungan sumber geothermal, dapat mengakomodasi target renewable energy pada tahun 2025 sebesar 23% dan pada tahun 2050 sebesar 50% (Kementerian ESDM., 2018).
Dengan memberikan perhatian lebih pada tata kelola energi panas bumi (geothermal energy), dapat diprediksi bahwa tahun 2025 kontribusi panas bumi melalui Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) akan meningkat sebesar 7,2 Gigawatt. Peningkatan pada energi panas bumi dapat memenuhi Kebijakan Energi Nasional (KEN) dan memiliki relevansi pada tata kelola ekonomi yang mengurangi penggunaan energi tak terbarukan ke energi terbarukan seperti panas bumi (Al Hakim, R. R., 2020).
ADVERTISEMENT
Alternatif pemanfaatan energi panas bumi dianggap efisien untuk meminimalisir adanya krisis energi di Indonesia. Di mana krisis ini memiliki pengaruh yang akan berdampak pada ketahanan ekonomi. Dengan demikian, pemanfaatan pada energi panas bumi memberikan keringanan bagi lingkungan yang terus dapat berperan dalam tata kelola ekonomi namun dengan dampak buruk dan presentase kerusakan seminimal mungkin.
Maka dari itu, perlu adanya politik lingkungan atau politik hijau yang bekerja sama dengan politik penguasaan, kepemilikan Sumber Daya Alam dan perdagangan produknya serta bagaimana cara pemerintah mengalokasikan sumber daya tersebut dengan berbagai kebijakan yang diratifikasi. Justifikasi pada Economic Development, Environment Preservation, dan Reduction Synergy harus menjadi pilar utama sebagai upaya untuk mewujudkan Indonesia yang ramah lingkungan (Lako, A., 2014). Pemanfaatan energi baru terbarukan dapat dimulai dari masyarakat yang memanfaatkan energi dengan skala kecil sehingga dapat menjaga lingkungan, mendukung pembangunan berkelanjutan, dan mendukung ketahanan energi nasional.
ADVERTISEMENT
Referensi
Indartono, Y. S. (2008). Krisis Energi di Indonesia: Mengapa dan Harus Bagaimana. Majalah INOVASI, 18.
Rajagukguk, W. (2015). Hubungan Degradasi Lingkungan Dan Pertumbuhan Ekonomi: Kasus
Firmansyah, M., & Gunawan, D. S. (2007). Antara Pembangunan Ekonomi dan Degradasi Lingkungan. Eko-Regional: Jurnal Pembangunan Ekonomi Wilayah, 2(2).
Lako, A. (2014). Green Economy: Menghijaukan Ekonomi, Bisnis, & Akuntansi. Jakarta: Erlangga.
Al Hakim, R. R. (2020). Model Energi Indonesia, Tinjauan Potensi Energi Terbarukan untuk Ketahanan Energi di Indonesia: Sebuah Ulasan. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 1(1).
Permana, M. (2021). Degradasi Lingkungan: Pendekatan Kajian Pembangunan yang Berkelanjutan. Nas Media Pustaka.
Kementerian ESDM. (2018). Handbook Of Energy & Economic Statistics Of Indonesia 2018 Final Edition. In the Ministry of Energy and Mineral Resources.
ADVERTISEMENT