Konten dari Pengguna

Pengaruh Kenaikan Temperatur Air Laut terhadap Kehidupan Terumbu Karang

Verent Priscillia
Mahasiswa aktif Teknik Kelautan angkatan 2019 dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
11 November 2020 6:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Verent Priscillia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah didominasi oleh perairan laut, tercatat sebesar 3,29 jt km2 adalah lautan dan 2,55 jt km2 merupakan Zona Ekonomi Ekslusif. Hal tersebut membuat Negara Indonesia diperkaya oleh berbagai keindahan dari sumber daya hayati dan non hayati di laut, terutama dari jenis hayati yaitu terumbu karang yang saat ini tercatat sudah ada kurang lebih 590 spesies terumbu karang di Indonesia. Terumbu karang sendiri merupakan ekosistem yang sangat vital karena memiliki fungsi ekologis yang penting diantaranya sebagai tempat mencari makan biota-biota, tempat memijah, serta tempat mengasuh, menyediakan pasir untuk pantai, dan sebagai penghalang terjangan ombak serta erosi pada pantai.
ADVERTISEMENT
Panorama keindahan bawah laut di Pulau Pramuka wilayah Kabupaten Administrasi Pulau Seribu, Kepulauan Seribu. Sumber. Donny Iqbal/Mongabay Indonesia
zoom-in-whitePerbesar
Panorama keindahan bawah laut di Pulau Pramuka wilayah Kabupaten Administrasi Pulau Seribu, Kepulauan Seribu. Sumber. Donny Iqbal/Mongabay Indonesia
Akan tetapi, kondisi terumbu karang di Indonesia cukup memprihatinkan karena di beberapa wilayah seperti Aceh, Pantai Selatan Jawa, dan Lombok telah mengalami pemutihan terumbu karang. Menurut Goreau dan Hayes, terumbu karang terancam rusak karena naiknya temperatur air laut dan tingkat sinar ultraviolet dari matahari secara drastis dalam jangka waktu yang panjang. Hal ini dapat menghilangnya alga yang bersimbiosis (zooxanthellae), padahal alga ini merupakan tempat bergantungnya polip karang untuk mendapatkan makanan. Keadaan pemutihan yang terlalu lama (lebih dari 10 minggu) pada akhirnya dapat menyebabkan kematian polip karang. Kronologis kejadiannya adalah hewan karang akan mengalami kehilangan 60-90% dari jumlah alga zooxanthellae-nya dan alga zooxanthellae yang masih tersisa dapat kehilangan 50-80% dari pigmen fotosintesisnya selama peristiwa coral bleaching (Glynn, 1996) dalam Westmacott et al. (2000). Menurut Supriharyono (2007), klasifikasi (produksi kapur CaCO3) akan meningkat seiring meningkatnya laju fotosintesis alga zooxanthellae. Sebaliknya dengan terhambatnya fotosintesis, akan menurunkan laju klasifikasi dan petumbuhan karang menjadi lambat.
ADVERTISEMENT
Pemutihan dapat pula terjadi pada organisme-organisme bukan pembentuk terumbu karang seperti karang lunak (softcoral), anemon dan beberapa jenis kima raksasa tertentu (Tridacna spp.), yang juga mempunyai alga simbiosis dalam jaringannya. Sama seperti karang, organisme-organisme ini dapat juga mati apabila kondisi-kondisi yang mengarah kepada pemutihan cukup parah.
Karang Acropora sp (kiri) dalam hamparan luas dan Porites sp (kanan) sedang mengalami pemutihan karang (coral bleaching). Sumber. Ofri Johan/Mongabay Indonesia
Jika kondisi terumbu karang dibiarkan memutih tanpa adanya penanganan khusus lebih lanjut, maka hal ini dapat menyebabkan masalah dalam beberapa sektor. Pada sektor ekologis pemutihan terumbu karang dapat menyebabkan menurunnya laju pertumbuhan, meningkatkan kerentanan terhadap penyakit bagi biota laut, dan menurunnya keragaman hayati baik bagi terumbu karang dan juga ikan-ikan di laut.
Pada sektor sosial ekonomi pemutihan terumbu karang dapat menyebabkan hilangnya pendapat masyarakat sekitar karena keadaan pantai yang tidak seindah saat terumbu karang belum memutih, tangkapan yang berkurang bagi nelayan yang menargetkan spesies ikan karang, dan hilangnya nilai guna dalam sumber daya obat yang penting menggunakan terumbu karang.
ADVERTISEMENT
Mengingat pentingnya terumbu karang bagi laut Indonesia, pemutihan terumbu karang tentu saja dapat dicegah dengan membuat Daerah Perlindungan Laut (DPL) daerah ini akan berperan penting dalam menjaga sumber-sumber larva karang dari daerah-daerah yang telah rusak. DPL dapat pula melindungi daerah-daerah dimana karang tengah berusaha untuk mengkolonisasi kembali daerah-daerah yang rusak, cara yang lain dapat dilakukan dengan menerapkan zona dilarang menangkap ikan dan pembatasan peralatan penangkapan ikan untuk melindungi kawasan berkembang biak dan menyediakan tempat perlindungan untuk ikan, dan meminimalkan penggunaan rumah kaca bagi pariwisata yang berdekatan dengan kehidupan terumbu karang.
Sumber
Latuconsina, Husain. 2010. Dampak Pemanasan Global Terhadap Ekosistem Pesisir dan Lautan. Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan. 3(1): 30-37.
Mutaqqin, Efin, dkk. 2014. Dampak Pemutihan Karang Terhadap Ekosistem Terumbu Karang pada Tahun 2010 di Perairan Utara Aceh. Jurnal Teknologi Kelautan dan Perikanan. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. 5(1): 15-21.
ADVERTISEMENT
Salim, Dafiuddin. 2012. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang Akibat Pemutihan (Bleaching) dan Rusak. Jurnal Kelautan. 5(2): 142-155.
Santoso, D. Arif. 2006. Pemutihan Terumbu Karang. Jurnal Hidrosfir. 1(2): 61-66.