Konten dari Pengguna

Pengaruh Agama Terhadap Pemikiran Filsafat: Studi Kasus Abad Pertengahan

Priskila Roselynd Anastasya
Mahasiswi Psikologi Universitas Brawijaya
13 Juni 2024 9:15 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Priskila Roselynd Anastasya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sebagai manusia, kita tidak bisa lepas dari filsafat karena berpikir merupakan bagian penting yang harus selalu ada dalam diri kita agar terus maju dan berkembang. Kita juga tahu bahwa agama adalah aspek fundamental dalam kehidupan manusia, yang sejak dahulu sudah menjadi pegangan utama. Emmons & Polutzian (2003) menyebutkan bahwa agama adalah kekuatan sosial yang penting dan memiliki pengaruh kuat terhadap lingkungan sosial. Namun, bagaimana agama dan filsafat saling berinteraksi dan bahkan "berperang" pada Abad Pertengahan?
ADVERTISEMENT

Pengaruh Agama terhadap Pemikiran Filsafat

sumber : Pexels
Pada Abad Pertengahan, dimulainya runtuhnya Kekaisaran Romawi Timur dipicu oleh kebangkitan agama Kristen dan Islam, yang masing-masing juga muncul sebagai kekuatan politik dan mendukung emansipasi berbagai bangsa di Eropa dan Asia Kecil. Kehidupan manusia saat itu sangat dipengaruhi oleh religiusitas, dengan agama yang berkembang pesat dan menduduki posisi sentral.
Seiring waktu, di Eropa, Gereja mendapatkan peran besar dalam menentukan jalan hidup individu dan masyarakat. Dominasi Gereja menjadi sangat kuat, sehingga mengurangi otoritas politik dan kekaisaran. Pada masa ini, para filsuf tidak memiliki kebebasan berpikir, sehingga perkembangan pemikiran di Eropa sangat terhambat oleh keharusan menyesuaikan dengan ajaran agama. Akibatnya, pemikiran filosofis menjadi seragam dan dipandang kurang penting dalam sejarah pemikiran filsafat. Orang yang melanggar atau menyimpang dari pemikiran gereja bisa dituduh sebagai murtad dan ditindaklanjuti dengan pengejaran, bahkan hukuman berat pada zaman itu yaitu inkuisisi.
ADVERTISEMENT

Perkembangan Filosofis

Skolastik adalah istilah yang populer digunakan untuk menggambarkan aliran filsafat pada periode abad ke-9 hingga ke-15, yang sangat dipengaruhi oleh agama, terutama dalam konteks Gereja Kristen. Istilah "skolastik" menunjukkan bahwa pengetahuan pada Abad Pertengahan dipelajari melalui sistem sekolah, dan pengetahuan itu terkait erat dengan kurikulum yang diajarkan di sekolah-sekolah tersebut. Filsafat skolastik merupakan upaya untuk menghubungkan filsafat dengan teologi, atau menghadapi pertanyaan-pertanyaan tentang berpikir, eksistensi, materi, spiritualitas, kebenaran dan kesalahan, kebaikan dan kejahatan, serta halal dan haram, yang sering kali muncul dalam konteks agama. Karena periode filsafat skolastik ini merupakan masa di mana pemikiran teologi dan filsafat berkembang pesat, tidak mengherankan jika masa ini melahirkan beberapa filsuf terkemuka seperti Abelardus, Anselmus, Duns Scotus, William Ockham, dan Thomas Aquinas.
ADVERTISEMENT
Thomas Aquinas adalah salah satu tokoh paling berpengaruh dalam periode puncak Filsafat Skolastik. Aquinas menjadi perwakilan utama filsafat Barat pada era skolastik dan dianggap sebagai salah satu filsuf skolastik terbesar. Kontribusinya terletak dalam upayanya yang orisinal untuk menyatukan pemikiran Augustinus, yang sangat dipengaruhi oleh neo-Platonisme, dengan filsafat Aristoteles. Aquinas berupaya untuk membuktikan secara rasional, dengan menggunakan akal sehat, bahwa iman Kristen dapat dipertanggungjawabkan secara logis dalam konteks dunia filsafat. Aquinas juga mencoba menafsirkan bahwa Tuhan tidak pernah berubah dan yang tidak berhubungan atau tidak mempunyai pengetahuan tentang kejahatan-kejahatan di dunia. Menurut pandangan Aquinas, Tuhan tidak menciptakan dunia, tetapi zat dan pemikirannya adalah abadi.

Dampak Jangka Panjang dan Relevansi Modern

Dari Abad Pertengahan hingga zaman Modernisme, perkembangan menuju era Renaisans dan Pencerahan telah mengubah dinamika antara ilmu pengetahuan dan teologi. Pada masa itu, ilmu pengetahuan mulai mendapatkan posisi yang sejajar dengan teologi. Konsep bahwa teologi sebagai "queen of sciences" mulai meredup seiring waktu. Ilmu pengetahuan tidak lagi berada dalam subordinasi terhadap teologi. Secara perlahan namun pasti, hasil-hasil penelitian sains dianggap lebih berotoritas dibandingkan dengan pemikiran-pemikiran teologis. Pada akhirnya, pada zaman Modernisme, terjadi pergeseran dominasi di mana sains mulai mendominasi agama.
ADVERTISEMENT
Namun, pada zaman Postmodernisme saat ini, ada kecenderungan manusia yang terlibat dalam ilmu pengetahuan untuk kembali mencari unsur-unsur spiritualitas. Hasilnya, tidak lagi terjadi dominasi antara sains dan agama. Keduanya diakui memiliki potensi untuk memberikan kontribusi yang berharga bagi kesejahteraan hidup manusia. Dalam konteks ini, sains dan agama tidak lagi bersaing dalam dominasi, tetapi dilihat sebagai pendekatan yang saling melengkapi untuk memahami dan meningkatkan kualitas hidup umat manusia secara keseluruhan.

REFERENCES

ISLAM, D. U. P. R. RELIGIUSITAS, SPRITUALITAS DALAM KAJIAN PSIKOLOGI.
Rahmatillah, A. (2020). Filsafat: Sarana Berpikir pada Manusia. Manhajuna: Jurnal Pendidikan Agama Islam , 1(1), 42-58. Retrieved from https://ejournal.inkhas.ac.id/index.php/manhajuna/article/view/84
Pertengahan, A. (2009). Abad pertengahan, modernisme & postmodernisme. Jurnal Teologi Stulos, 8, 1.
ADVERTISEMENT
Ramon, T. PERKEMBANGAN FILSAFAT ILMU PADA ABAD PERTENGAHAN.
Taufik, M. (2020). FILSAFAT BARAT ERA SKOLASTIK (Telaah Kritis Pemikiran Thomas Aquinas). Jurnal Ilmiah Ilmu Ushuluddin, 19(2), 185-199.
Zega, P. I. (2023). Sejarah Perkembangan Filsafat. Jurnal Teologi Injili dan Pendidikan Agama, 1(3), 100-115.