Co-Branding sebagai Strategi Unintentional Communication

Prita Suci Nurcandrani
Pengajar dan pemerhati komunikasi kesehatan di Universitas Amikom Purwokerto
Konten dari Pengguna
13 Mei 2022 16:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Prita Suci Nurcandrani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh: Prita Suci Nurcandrani
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Amikom Purwokerto
Strategi Komunikasi. Foto: Milik Pribadi
Dunia bisnis dan usaha dihadapkan oleh berbagai strategi pemasaran dan strategi komunikasi yang beragam untuk mencapai tujuannya yaitu menjadi brand yang paling diingat, brand yang paling diminati bahkan brand yang layak direkomendasi untuk dinikmati. Perubahan era pemasaran yang begitu cepat juga sangat mempengaruhi berbagai strategi hingga sampai pada titik terendah yaitu pandemi. Era ini membuat begitu banyak merek-merek temaram digantikan dengan produk-produk yang bersifat primer dan serta makin melejitnya produk kesehatan.
ADVERTISEMENT
Para era kebiasaan baru saat ini, rupanya muncul sebuah strategi yang sebenarnya sudah lama namun happening kembali yaitu co-branding. Kemungkinan strategi ini adalah sebuah strategi yang dianggap mampu untuk saling menguatkan antara brand yang satu dengan brand lainnya untuk bangkit dari era keterpurukan saat pandemi. Selain itu kolaborasi ini bertujuan untuk mencapai tujuan pemasaran yang lebih luas. Namun, brand tersebut uniknya tidak berkolaborasi dengan lini bisnis yang sama seperti Coca Cola dengan Face Up, McDonald dengan BTS dan Chupa Chups dengan Polka Cosmetics.
Pada tilikan komunikasi, hal tersebut dapat dikatakan sebagai unintentional communication di mana strategi komunikasi ini menggunakan cara-cara yang tidak biasa atau bersifat insidensial. Jika diamati, brand yang melakukan cara ini adalah brand yang sudah kokoh dengan brand miliknya sendiri sehingga diharapkan justru akan makin memperkokoh brandnya.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, strategi ini sebenarnya cukup beresiko terhadap tingkat kepercayaan, persepsi, dan respon pasar setelah co-branding. Apakah brand tersebut masih akan tetap menjadi top of mind, makin populer atau justru malah melemahkan brand yang telah dibangun selama ini. Oleh karena itu peran riset pasar, riset komunikasi dan riset Public Relations lebih ditekankan sebelum mengambil langkah strategi untintentional communication.
Sementara itu pilihan strategi yang dianggap lebih aman dan konvensional yaitu intentional communication, di mana strategi ini merupakan komunikasi pemasaran di mana sebuah brand akan memperkuat keterlihatan dan kredibilitasnya melalui sebuah tampilan yang konsisten, seperti visual logo, warna identitas perusahaan dan layanan yang diberikan hingga keunikan dari produk yang ditawarkan. Biasanya strategi ini dilakukan oleh sebuah merek baru yang mulai memasuki pasar dan mencoba memperkokoh keberadaannya hingga memiliki branding sendiri. Strategi ini dianggap cukup mumpuni untuk menguatkan sebuah brand sebelum melakukan perluasan lini bisnis atau melakukan strategi unintentional communication.
ADVERTISEMENT