Konten dari Pengguna

Tekan Angka Anemia Remaja dengan Intervensi Meaningful Youth Participation

Prita Suci Nurcandrani
Pengajar dan pemerhati komunikasi kesehatan di Universitas Amikom Purwokerto
4 Agustus 2024 12:49 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Prita Suci Nurcandrani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: https://www.unicef.org/indonesia/id/laporan/sorotan-keterlibatan-remaja-dan-pemuda
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: https://www.unicef.org/indonesia/id/laporan/sorotan-keterlibatan-remaja-dan-pemuda
ADVERTISEMENT
Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan yang dapat terjadi pada semua kelompok umur yang dapat menyebabkan penurunan daya tahan tubuh dan produktivitas. Anemia pada remaja putri dapat berisiko lebih parah pada saat hamil dan akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin dalam kandungan serta berpotensi menimbulkan komplikasi kehamilan dan persalinan, bahkan menyebabkan kematian ibu dan anak. Menurut WHO (World Health Organization) prevalensi anemia remaja dunia mencapai 40-88% dan di negara berkembang sekitar 53,7% dari semua remaja putri. Di Indonesia sendiri, berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2018, prevalensi anemia pada remaja mencapai 32%, artinya terdapat 3-4 dari 10 remaja yang menderita anemia. Berdasarkan jenis kelamin pada laki-laki sebesar 20.35%, sedangkan perempuan sebesar 27.2%. Prevalensi anemia pada usia 5- 14 tahun sebesar 26.8% dan usia 15-24 tahun sebesar 32.0% Hal tersebut dipengaruhi oleh asupan gizi yang seringkali tidak seimbang dan kurangnya aktivitas fisik pada remaja. Sebagai pengejawantahan SDGs (Sustainable Development Goals) pada tujuan ketiga yaitu menjamin kehidupan yang sehat dan meningkatkan kesejahteraan penduduk di segala usia, penekanan sistem kesehatan dan pemenuhan hak reproduksi perempuan menjadi sangat penting.
ADVERTISEMENT
Untuk mencapai tujuan tersebut, penggalangan dukungan dapat dilakukan dengan peningkatan komunikasi partisipatif yang didasari usaha secara sadar (melalui proses penyadaran) untuk melibatkan masyarakat dalam membangun diri sendiri dan manajemen diri. Komunikasi partisipatif/konvergensi bersifat dua arah yakni setiap partisipan memiliki hak yang sama untuk bicara ataupun didengar. Sifat komunikasi partisipatif merujuk pada konsep komunikasi pembangunan yang bersifat partisipatif, yang tidak hanya sebatas hadir dalam berbagai pertemuan tetapi lebih kepada menempuh cara-cara dialog untuk pengambilan keputusan. Prinsip yang mendasari pemikiran dalam hal tersebut adalah menerapkan strategi partisipatif selama pembangunan, semua peserta atau subjek terlibat dalam apa yang disebut sebagai pengalaman belajar yang saling menguntungkan. Bentuk komunikasi tersebut sangat kontras dengan pendekatan modernisasi yang secara eksogen memaksakan pengetahuan etnosentris dan hasil pembangunan yang telah ditentukan sebelumnya kepada para peserta yang menggunakan model komunikasi berbasis difusi top-down. Pendekatan partisipatif justru sangat mengutamakan penentuan nasib sendiri suatu komunitas dan individu anggotanya.
ADVERTISEMENT
Partisipasi Remaja yang Bermakna (Meaningful Youth Participation/MYP) merupakan aksi keterlibatan aktif remaja usia 10 – 24 tahun pada setiap level dalam proses pengembangan dan implementasi kebijakan, program, dan layanan yang mempengaruhi hidup mereka. Pentingnya partisipasi remaja telah diakui di beberapa deklarasi global, seperti Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam The United Nations Convention on the Rights of the Child (CRC) yang dikembangkan pada tahun 1989, serta pada Program Aksi (PoA) yang dikembangkan selama the International Conference on Population and Development (ICPD) pada tahun 1994. Partisipasi remaja akan memperkuat pemahaman remaja tentang perlunya berpartisipasi dalam isu strategis, melakukan gerakan yang massif dan kreatif, serta siap menjadi agen perubahan di lingkungan masyarakat. Keterlibatan atau partisipasi remaja dalam program pembangunan membawa pendekatan yang berorientasi pada tujuan, yang dapat berdampak pada dinamika komunikasi dan partisipasi. Meskipun bukan tanpa ketegangan, peran partisipasi remaja adalah jalur yang ampuh untuk mengembangkan lembaga pembelajar, yang memungkinkan mereka untuk bertransformasi dari remaja yang rentan terhadap isu kesehatan menjadi lebih mengetahui dan paham bagaimana merka harus bersikap. Namun di sisi lain, perlu ada keseimbangan antara permintaan akan implementasi intervensi berbasis masyarakat yang sistematis dari kementerian kesehatan namun tetap responsif terhadap perubahan iklim kebutuhan yang mendesak dari masyarakat kalangan remaja.
ADVERTISEMENT