Konten dari Pengguna

Transtheoritical Model: Menyoal Tingginya Kasus Tuberculosis

Prita Suci Nurcandrani
Pengajar dan pemerhati komunikasi kesehatan di Universitas Amikom Purwokerto
29 Agustus 2023 20:20 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Prita Suci Nurcandrani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi batuk. Foto: shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi batuk. Foto: shutterstock
ADVERTISEMENT
Kesehatan dan berbagai peliknya kasus yang terjadi menjadi sorotan sejumlah lembaga di dunia terutama WHO dan lembaga kesehatan yang ada di masing-masing negara. Kumpulan angka kesakitan terus mengalami fluktuasi, bahkan beberapa penyakit tercatat makin meningkat. Tuberculosis yang merupakan penyakit menular yang disebabkan Mycobacterium Tuberculosis juga menuai angka yang mengejutkan. Nampaknya gelombang Covid-19 mencoba memanipulasinya hingga kini akhirnya mereda, menyisakan angka Tuberculosis yang tak kunjung usai untuk dibenahi.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2022 jumlah kasus baru di Indonesia menembus angka 969.000 dan 144.000 kematian dalam satu tahun. Data temuan terus meningkat di tahun 2023 yaitu kasus baru menunjukkan angka 74% dari tahun sebelumnya. Setidaknya 86% untuk TB sensitif obat dan TB resisten obat berhasil masuk dalam pengobatan.
Lalu angka yang cukup fantastis ini menjadi tanggung jawab siapa? Apakah hanya lembaga kesehatan, tenaga kesehatan atau hanya mereka yang aktif di lingkungan kesehatan saja? Tentunya hal ini menjadi tanggung jawab kita semua sebagai individu dan warga dunia untuk saling menjaga kesehatan diri serta orang lain.
Apa saja yang dapat dilakukan oleh masyarakat pada umumnya untuk menekan penyebaran bakteri tuberculosis tersebut? Perilaku hygiene dan memiliki sanitasi yang baik dapat dimulai dari diri sendiri dan lingkungan kita tinggal. Kecukupan sinar matahari yang masuk ke dalam rumah melalui jendela yang terbuka, menerapkan etika batuk, menggunakan masker ketika flu dan berada di keramaian serta tidak meludah sembarangan setidaknya mampu mengurangi angka tersebut. Terlihat mudah namun jika tidak dimulai dari kesadaran dari individu, maka angka kesakitan akan sulit ditekan.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks komunikasi kesehatan, perilaku ini dapat dijabarkan dalam sebuah model yaitu Transtheoritical Model of Behavioral Change. Model ini menekankan pada proses transisi perubahan perilaku seseorang. Beberapa tahapan akan dilalui seseorang ketika mencapai sebuah tujuan, dimulai dari precontemplation, contemplation, preparation, action, maintenance, dan relapse.
Walaupun tidak selalu linear, namun tahapan ini lumrah untuk dilalui. Perubahan perilaku yang bertahap seringkali membutuhkan waktu yang relatif lebih lama, oleh karena itu membutuhkan perencanaan yang cukup matang untuk dapat melakukan tindakan tersebut.
Precontemplation merupakan sebuah tahap awal yang ditandai dengan kecenderungan individu mempertahankan kebiasaan buruk dan tidak merasa bahwa terdapat permasalahan dalam perilakunya. Pada kasus tertentu individu akan merasa tersinggung dan marah ketika diberi pengertian. Tahap contemplation dicirikan dengan munculnya kesadaran akan kebiasaan buruknya mempengaruhi kesehatan, seperti merokok dan batuk yang tak kunjung sembuh menjadi sebuah pertanda awal terserang tuberculosis.
ADVERTISEMENT
Namun, individu tersebut masih mencari informasi yang dapat mendorong perubahan perilaku. Walaupun dapat dikatakan agak terlambat, penguatan harus diintervensi oleh berbagai pihak yang terkait untuk mendorong perubahan. Hal ini bisa didapatkan dari keluarga, kawan hingga lingkungan kerja serta sosial.
Tahapan yang dilalui ketika individu menyadari perilaku buruknya dan mungkin merasakan gejala terjangkit tubercolosis, maka akan mencari informasi yang lebih akurat seperti mengunjungi pusat kesehatan seperti puskesmas atau rumah sakit. Penguatan secara kelembagaan tentunya harus lebih terencana. Penekanan pada tindakan preemptive dan preventif tentunya telah ditetapkan sebelumnya, mengingat kasus TB merupakan isu nasional bahkan global.
Berikutnya adalah tahapan action dan maintenance yang membutuhkan dukungan yang lebih kuat lagi dari berbagai pihak. Hal ini untuk menekan tindakan relapse atau kambuh dari individu. Seperti kembali tidak melakukan perilaku hygiene atau jika pasien yang positif tubercolosis merasa kejenuhan dalam mengkonsumsi obat, maka dapat terjadi tindakan relapse. Tentunya hal ini menjadi tanggung jawab semua pihak untuk mendukung masyarakat sehat, bukan hanya tenaga kesehatan ataupun lembaga terkait.
ADVERTISEMENT