Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Mengawal Transformasi Paud yang Menyenangkan
15 Juli 2023 9:45 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Priyanti Solihah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sebagai seorang "emak-emak" yang notabennya sebagai ibu rumah tangga, tidaklah mudah untuk mempertimbangkan sekolah yang terbaik untuk anak-anaknya. Sekolah yang berkualitas sekarang identik dengan sekolah yang mahal.
ADVERTISEMENT
Sementara itu orang tua juga dihinggapi dengan rasa galau, apakah anaknya akan diterima di sekolah favorit, pasalnya harus dengan beraneka ragam tes , salah satunya dengan tes calistung.
Beruntung Nadiem Makarim meluncurkan kebijakan Merdeka Belajar episode 24 yang bertajuk “transisi PAUD ke SD yang menyenangkan”. Dari kebijakan itu kaum emak-emak merasa senang karena masuk SD tidak ada calistung.
Fenomena ini berbeda dengan zaman saya dulu, masuk SD kelas 1 masih belajar mewarnai, menggambar, bernyanyi, baru belajar calistung saat kelas 2 yang hal itu sangat menyenangkan dan terkesan sampai sekarang.
Selama ini di SD, belajar calistung bersama guru-guru yang sangat sabar mendampingi, itu pun tidak dituntut macam-macam. Sehingga masuk SD tidak seperti sekolah yang menakutkan karena kekhawatiran belum bisa calistung.
ADVERTISEMENT
Zaman sekarang sudah jauh berbeda, masuk SD sudah dituntut untuk bisa calistung, yang di mana hal itu untuk mempermudah guru dalam penerapan kurikulum di SD.
Pasalnya kurikulum di SD sangatlah banyak jam nya, apalagi sekolah-sekolah yang fullday school, sebenarnya ini sangat membebani psikologi anak yang berbeda dengan sistem pembelajaran di Finlandia yang amat sedikit jam belajarnya.
Di Finlandia, anak SD hanya dibebani 2 jam pelajaran dalam sehari, yang penting anak bahagia dulu, tidak dituntut macam-macam. Dulu ketika belum ada PAUD apalagi bimbingan calistung, anak-anak pada zaman dulu masih tetap bisa membaca dan berhitung di SD.\
Beberapa guru di beberapa lembaga sekolahan merasa kebingungan ketika akan mengajarkan konsep calistung kepada peserta didik. Mereka berpendapat pemerintah tidak menganjurkan untuk memberikan materi calistung pada tingkat kanak-kanak.
ADVERTISEMENT
Namun di sisi lain, jenjang sekolah dasar mensyaratkan peserta didik harus sudah mampu calistung. Bayangkan saja seandainya ada tes calistung ketika masuk SD, sedangkan di PAUD belum maksimal dalam pembelajaran calistung.
Betapa beratnya masuk SD, yang menjadi momok bagi beberapa anak, sebenarnya apa fungsi tes calistung masuk SD? Hal ini malah membuat anak jadi minder untuk masuk sekolah karena belum mampu dalam hal calistung.
Efek yang dirasakan anak justru membuat semangat belajarnya terbebani dengan hal itu, dan terabaikannya kesan sekolah yang menyenangkan dan bahagia di SD. Bayangkan saja sekolah di perkotaan sudah menerapkan tes Calistung yang hanya menguntungkan bagi sekolah tertentu saja.
Howard Gardner salah satu pemikir pendidikan Amerika mengatakan bahwa “Anak pintar itu memiliki kecerdasan yang majemuk.” Kecerdasan anak yang beragam ini tidak hanya diukur dari satu aspek saja yakni calistung.
ADVERTISEMENT
Calistung hanya mengukur aspek bahasa dan aspek matematis semata. Padahal anak memiliki kecerdasan lain yang tak kalah menarik seperti naturalis, musik, spasial visual dan sebagainya. Inilah sebenarnya alasan yang tidak masuk akal dari tes masuk SD menggunakan Calistung.
Perubahan Paradigma
Nasib pendidikan SD di masa lalu tidak seperti sekarang. Dahulu, sekolah di usia dasar ya bermain dan belajar yang menyenangkan. Saat ini masyarakat sudah menganggap masuk SD harus bisa calistung, karena menjadi pendidikan yang penting, sebab masyarakat sudah bergeser dan mulai sadar,untuk memasukkan anaknya ke sekolah yang berkualitas.
Nadiem menegaskan jangan sampai SD merasa tidak memiliki tanggung jawab sama sekali untuk mengajarkan calistung kepada anak didik karena itu dianggap menjadi tugas PAUD.
ADVERTISEMENT
Ia mengeklaim masih banyak anak di Indonesia yang tidak berkesempatan masuk PAUD sebelum masuk SD. Tes calistung sebagai bagian dari proses penerimaan peserta didik di tingkat SD, dianggap Nadiem telah melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan dan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Program Transformasi Belajar yang menyenangkan dari Nadiem Makarim harus terus dikawal. Ia harus menjadi pegangan untuk pemangku kebijakan di tingkat Paud hingga SD. Jangan sampai anak belajar di SD dengan beban yang berat.
Mereka tidak boleh dibebani untuk belajar Calistung hanya untuk masuk ke SD favorit dan pilihan mereka. Kegagalan sekolah-sekolah di kota besar dalam memahami konsep belajar di Sekolah Dasar dengan mengadakan tes Calistung harus segera dihapuskan.
ADVERTISEMENT
Problem anak kita saat ini adalah semakin kecilnya ruang bermain, semakin sempitnya lahan dan juga waktu untuk bermain di masa kecilnya.
Sekolah harus menyediakan tempat dan ruang bermain yang representatif dan waktu yang cukup untuk anak kita. Jangan sampai kita justru berfokus pada materi yang berjubel dengan menghadirkan tes Calistung di SD tetapi lupa esensi belajar di SD adalah belajar yang menyenangkan sembari bermain.
Kebijakan Nadiem Makarim ini harus dikawal agar jangan sampai belajar anak di usia dini dan sekolah dasar terganggu gara-gara tes Calistung.