FPAN Minta BPKP dan LKPP Kerja Maksimal Walaupun PON Papua Ditunda

Konten dari Pengguna
23 April 2020 20:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Priyo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PAN, Abdul Hakim Bafagih Foto : Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PAN, Abdul Hakim Bafagih Foto : Istimewa
ADVERTISEMENT
Presiden Joko Widodo telah memutuskan bahwa Pekan Olahraga Nasional (PON) XX yang mestinya digelar pada September 2020 di Provinsi Papua ditunda hingga 2021 mendatang. Penundaan dilakukan sebagai dampak pandemi Covid-19.
ADVERTISEMENT
Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PAN, Abdul Hakim Bafagih mengingatkan Badan Pengawasan Keuangan dan pembangunan (BPKP) dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) agar tetap menjalankan langkah-langkah pengawasan dan pendampingan terhadap akuntabilitas keuangan negara secara maksimal.
“Belajar dari penyelenggaraan PON yang sebelum-sebelumnya, kerap terjadi masalah setelah pelaksanaan. Apalagi kalau menyimak dari apa yang telah disampaikan oleh BPKP terkait persiapan PON XX ini, ada banyak kelemahan yang ditemukan dalam penyusunan anggaran dan kegiatannya,” ujar anggota Panitia Kerja (Panja) PON XX di Komisi X DPR itu.
Hakim mengungkapkan, setidaknya ada empat hal yang menjadi sorotan Panja. Pertama, menyangkut Rencana Kebutuhan Anggaran (RKA). Dari apa yang disampaikan oleh BPKP dalam Rapat dengar Pendapat (RDP) dengan Panja PON XX pada Kamis (23/04/2020), terdapat sejumlah hal yang harus menjadi perhatian serius.
ADVERTISEMENT
Diantaranya menyangkut kelemahan dalam proses penyusunan RKA, di antaranya soal belum dimutakhirkannya master plan penyelenggaraan dan belum dilakukannya pembahasan dengan Ketua Harian dan verifikasi internal oleh Tim Verifikasi lnternal PB PON XX Papua. Kemudian terdapat juga kelemahan pada data RKA itu sendiri, seperti adanya rencana kebutuhan yang tidak menyajikan rincian belanja, salah jumlah, dan tumpang tindih.
“Penyusunan harga-harganya saja sudah banyak kelemahan, padahal alokasi anggaran PON XX ini sangat besar dan RKA adalah titik awal perumusan anggaran,” tegasnya.
Kedua, soal logo PON XX. Hakim mempertanyakan perubahan itu karena perubahan desain logo itu ternyata diikuti oleh perubahan biaya yang fantastis dari awalnya tak sampai 200 juta rupiah, menjadi sekitar tiga miliar rupiah. “Ini kenaikan yang sangat besar. Perubahan itu harus dijelaskan secara kronologis agar jangan sampai nanti setelah pelaksanaan menjadi masalah,” tandas anggota DPR asal Daerah Pemilihan Jawa Timur VIII itu.
ADVERTISEMENT
Ketiga, mengenai pengelolaan dana dari pihak ketiga atau sponsor. Sampai saat ini Kemenpora maupun PB PON XX belum membahas mekanisme pengawasan terkait dana sponsor. “Kami minta BPKP dan LKPP dapat memberi masukan pada Komisi X, seperti apa sebaiknya pengawasan itu dilakukan, karena persoalan ini sangat rawan,” ujar Hakim mengingatkan.
Keempat, menyangkut kontrak-kontrak yang berjalan. Ia mempertanyakan mekanismenya jika kontrak dihentikan karena penundaan ini. “Dari 70 persen kontrak yang sudah direalisasi, baru terbayar sekitar 50 persen. Bagaimana dengan sisanya? Lalu jika nanti membuat kontrak baru sebagai konsekuensi penundaan itu, bagaimana pengawasannya? RKA-nya saja sudah bermasalah dan kurs dolar AS yang menjadi acuan, sangat mungkin mengalami perubahan nantinya,” ungkapnya.
Penundaan PON XX hingga 2021 mendatang, menurut Hakim tak boleh membuat pengawasan dan pendampingan mengendor. Karena bagaimanapun, persiapan penyelenggaraan sejauh ini sudah banyak menelan biaya baik dari APBN, maupun APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota sehingga jangan sampai ketika persiapan penyelenggaraan kembali dilanjutkan, kebutuhan anggarannya jadi membengkak dan menimbulkan kerugian negara.
ADVERTISEMENT