Konten dari Pengguna

Chaleo Yoovidhya, Pendiri Red Bull yang Tumbuh di Desa Kecil di Thailand

27 Mei 2022 17:23 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Profil Orang Sukses tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pembaca melihat foto Chaleo Yoovidhya dari situs New York Times dari laptop. Foto: Rizki Ardandhitya Dwi Krisnanda/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pembaca melihat foto Chaleo Yoovidhya dari situs New York Times dari laptop. Foto: Rizki Ardandhitya Dwi Krisnanda/kumparan
ADVERTISEMENT
Miliarder dunia asal Thailand, Chaleo Yoovidhya merupakan seorang pengusaha dan investor yang paling dikenal sebagai salah satu pendiri merek minuman energi, Red Bull.
ADVERTISEMENT
Meskipun sudah tiada, hingga saat ini namanya masih bertengger di urutan kedua dalam daftar 50 orang terkaya di Thailand menurut laporan Forbes 2021.
Chaleo lahir dari keluarga kelas menengah ke bawah dan tumbuh di sebuah desa kecil. Orang tuanya berasal dari tionghoa bekerja sebagai pedagang kecil buah-buahan.
Karena kondisi keuangan keluarganya yang lemah dan kurangnya lembaga pendidikan yang baik di wilayahnya, Chaleo hanya memiliki sedikit pendidikan formal. Dia putus sekolah lebih awal dan mulai bekerja dengan orang tuanya.
Namun, saat tumbuh dewasa, Dia mulai bercita-cita untuk kehidupan yang lebih baik untuk dirinya sendiri. Dia pindah dari desa ke Bangkok, ibu kota Thailand, dan mulai bekerja sebagai penjual farmasi di toko kimia yang dikelola oleh kakak laki-lakinya.
ADVERTISEMENT
Saat merintis perusahaan farmasi kecilnya itu, TC Pharmaceuticals, ia mengembangkan dan memperkenalkan minuman energi pada tahun 1976. Inspirasi itu ia temukan saat memperhatikan bahwa sekelompok besar orang Thailand yang bekerja hingga larut malam, seperti pengemudi truk, mengkonsumsi minuman energi Jepang dalam jumlah besar agar tetap terjaga selama jam kerja yang panjang.
Minuman yang awalnya bernama Krating Daeng ini kemudian menjadi populer di masyarakat setempat. Dalam beberapa tahun, minuman ini menjadi minuman energi terlaris setelah minuman Jepang Lipovitan-D. Salah satu alasan utama kesuksesan minuman ini adalah strategi pemasarannya yang tidak ortodoks, yang menargetkan kelas buruh di atas orang kaya Thailand.
Suatu hari seorang salesman Austria bernama Dietrich Mateschitz, sedang dalam perjalanan di Thailand. Dietrich mencicipi minuman itu dan menyukainya. Kemudian ia langsung mencari siapa pembuat minuman tersebut untuk diajak bermitra agar dapat menjualnya di negara-negara Barat.
ADVERTISEMENT
Chaleo pun setuju dan bahan-bahan minuman segera diubah agar sesuai dengan konsumen Barat. Selain Itu kemasannya pun sedikit lebih berkarbonasi dan dikemas rapi dalam kaleng perak dengan nama baru, 'Red Bull,' berasal dari hewan mirip babi hutan yang berasal dari Asia Tenggara.
Permintaan konsumen internasionalnya terus alami peningkatan. Baik Chaleo dan Dietrich memasukkan USD 500.000 ke dalam merek, dengan masing-masing memegang kemitraan 49 persen. Sisa 2 persen saham dimiliki oleh putra Chaleo, Chalerm.
Red Bull menjadi kisah sukses besar, dan masih tetap menjadi minuman energi terlaris di dunia. Hingga akhir 2019, minuman tersebut terjual 7,9 miliar kaleng di 171 negara. Hingga mereka mendirikan kantor pusatnya di Austria.
Meskipun sudah menjadi taipan Thailand, Chaleo tidak pernah meninggalkan negeri gajah itu. Ia tetap mengontrol perusahaan farmasinya.
ADVERTISEMENT
Perusahaan milik Chaleo ini juga memproduksi beberapa minuman energi lainnya di Thailand. Dia memiliki sebagian Rumah Sakit Piyavate, salah satu rumah sakit swasta terbesar di Bangkok, Thailand.
Mayoritas saham minuman kaleng itu turut dipegang oleh keluarganya, Yoovidhya, dan juga merupakan salah satu importir tunggal kendaraan Ferrari di Thailand.
Meskipun menjadi salah satu pengusaha paling sukses dari Thailand, Chaleo tetap tidak menonjolkan diri hampir sepanjang hidupnya. Bahkan setelah menjadi pusat perhatian, dia tidak pernah memberikan satu wawancara pun selama 30 tahun.