Diki Adi Putra, Anak Petani Miskin yang Jadi Koki di Jepang

Konten dari Pengguna
4 Agustus 2020 12:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Profil Orang Sukses tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Diki Adi Putra. Foto : swarapendidikan
zoom-in-whitePerbesar
Diki Adi Putra. Foto : swarapendidikan
ADVERTISEMENT
Sejak lulus SMP, Diki sudah memiliki cita-cita untuk menjadi seorang ahli masak. Hal ini yang menjadi landasan Diki Adi Putra untuk mengambil jurusan jasa boga di Sekolah Menengah Kejuruan. Kala itu, dirinya hanya mengetahui bila jurusan yang ia inginkan tersedia di SMK Swasta. Lantaran tak memiliki uang untuk melanjutkan di sekolah swasta, ia memutuskan untuk tak sekolah. Apalagi Diki kurang mendapatkan informasi soal sekolah Negeri yang lebih murah dengan jurusan boga,
ADVERTISEMENT
Laki-laki kelahiran Bogor, 29 September 1995 itu melanjutkan sekolahnya di tahun 2012. Setelah mengetahui adanya informasi sekolah negeri dengan jurusan jasa boga. Diki kemudian masuk ke SMKN 2 Sawangan, Depok melalui jalur miskin.
Bapaknya adalah seorang petani yang menggarap lahan milik orang lain. Penghasilan per bulannya hanya Rp 500.000. Sedangkan sang ibu hanya lulusan SD dan menjadi ibu rumah tangga biasa. Untuk memberi makan ketujuh anaknya, orang tua Diki mengandalkan bantuan dari anak ke 4 dan 5 yang bekerja menjadi buruh pabrik.
Kunjungan pihak sekolah ke rumah Diki yang sederhana. Foto : Swarapendidikan
Mimpi Diki untuk menjadi seorang chef bakal terwujud di sekolah itu. Segala pelajaran yang ada ia kuasai termasuk dengan praktikumnya. Anak petani miskin itu juga menjadi salah satu siswa berprestasi di bidang jasa boga diangkatannya.
ADVERTISEMENT
Setelah lulus di tahun 2015, Diki mencoba mengikuti seleksi kerja di Jepang. Sekolahnya menjalin kerja sama Bursa Kerja Khusus (BKK) dengan PT JIAEC (Japan Indonesia Economic Center). Diki tidak mau menyia-nyiakan kesempatan. Dari 72 siswa yang mengikuti tes, tersaringlah 18 orang termasuk Diki.
Setelah melalu rangkaian tes seperti berat badan, tinggi badan, buta warna, psikotes dan wawancara, Diki dinyatakan lulus. Selanjutnya, ia diharuskan untuk mengikuti pelatihan tahap 1 dan 2 di Yogyakarta atau Depok.
Tidak mudah bagi Diki untuk meraih cita-citanya. Biaya pelatihan selama dua bulan harus ia tanggung sendiri. Baik biaya akomodasi, transportasi, dan konsumsi yang tak sedikit membuatnya gentar. Lantaran tak memiliki uang, Diki sempat mengurungkan niatnya. Orang tuanya kemudian mencoba mencari pinjaman dan akhirnya terkumpul Rp 1.500.000 untuk bekalnya dua bulan di Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Namun sayang, ketika berangkat dari Depok, kereta yang ia tumpangi ke Stasiun Gambir mengalami penundaan. Sementara kereta ke Yogyakarta sudah berangkat. Pihak sekolah dan PT. JIAEC kemudian menjadwalkan ulang pelatihan Diki. Lokasinya pun diganti menjadi di Depok.
Pada November 2015, Diki akhirnya berangkat ke Jepang. Di Negeri Sakura itu, Diki ditempatkan di Miyazaki Sunfoods yang bergerak di bidang pengelolaan ayam. Di sana, ia diberikan rumah tinggal bersama tiga orang lain yang bekerja di perusahaan yang sama. Anak ke enam dari tujuh bersaudara itu menggunakan sepeda untuk ke tempat kerjanya.
Selama bekerja di Jepang, Diki selalu mengirimkan uang untuk orang tuanya. Dengan uang hasil kerjanya, Diki mampu membiayai sekolah adiknya di SMK Swasta dan menaikkan derajat ekonomi keluarganya.
ADVERTISEMENT
Diki Adi Putra mampu membuktikan bahwa anak petani miskin juga dapat meraih impiannya dengan kerja keras dan semangat membara.