Jusuf Hamka, Mualaf yang Sukses Jadi Bos Perusahaan Tol

Konten dari Pengguna
26 Juli 2021 13:34 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Profil Orang Sukses tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Jusuf Hamka/kumparan.com
zoom-in-whitePerbesar
Jusuf Hamka/kumparan.com
ADVERTISEMENT
Jusuf Hamka merupakan seorang pengusaha sukses berasal dari Indonesia berdarah Tionghoa. Meski telah menjadi sosok kaya raya dengan harta berlimpah, ia tetap menjadi pengusaha jalan tol yang selalu rendah hati dan dermawan.
ADVERTISEMENT
Ditambah lagi, kisah perjalanan hidupnya yang begitu menginspirasi. Termasuk saat ia mulai memberanikan diri belajar agama Islam.
Dia menceritakan awal mula dirinya memutuskan belajar dan berniat masuk agama Islam. Saat itu dia bertemu langsung dengan ulama besar, Buya Hamka yang kemudian mengangkatnya menjadi anak.
Awalnya dia mengatakan mau masuk Islam kepada Buya Hamka. Namun, dia berniat esok hari masuk Islam. Sontak Buya Hamka langsung memintanya membaca syahadat saat itu juga. Buya tak mau menunda hingga esok.
Pria yang terlahir dengan nama asli Alun Josef itu mengaku sangat bahagia bisa menjadi bagian keluarga Buya Hamka. Bahkan dia sampai diberi nama Islam yaitu Jusuf Hamka.
Ada sebuah pesan yang dipegang teguh oleh Jusuf dari mendiang Buya Hamka. Buya meminta Jusuf untuk menyebarkan kebaikan Islam pada teman-teman sesama keturunan Tionghoa.
ADVERTISEMENT
Diketahui, etnis Tionghoa dulu banyak yang beragama Islam. Mereka juga menjadi penyebar Islam ke berbagai belahan dunia. Salah satu yang paling terkenal adalah panglima perang China, Laksamana Cheng Ho.
Ketertarikan dan kemantapan Jusuf Hamka mempelajari Islam, juga disebabkan kisah masa lalu dari China.
Jusuf mengatakan sebenarnya dirinya sudah ingin masuk ke agama Islam sejak lama. Namun ada ketakutan dan keraguan dengan keluarga. Tapi rasa beraninya muncul, usai membaca sebuah majalah yang menceritakan kisah seorang pengusaha yang mualaf.
Saat masih kecil Jusuf Hamka sudah hidup di perkampungan kecil. Banyak temannya yang berasal dari agama Islam dan kerap diminta orang tuanya untuk salat dulu baru boleh main. Rasa penasaran muncul pada diri Jusuf pada agama Islam.
ADVERTISEMENT
Sejak kecil, Jusuf telah ditempa dengan kehidupan pas-pasan. Terbiasa dengan rutinitas berjualan keliling setiap pulang sekolah.
Jusuf menceritakan pada tahun 1986 ia memulai bekerja di bidang konstruksi jalanan sebagai seorang sopir biasa. Pekerjaan yang dilakoninya selama 3 tahun berlokasi di Samarinda, Kalimantan Timur.
Pria yang memutuskan menjadi mualaf itu, terlihat hidup sederhana bersama keluarga kecilnya. Pekerjaannya kala itu hanya mampu menghasilkan pendapatan sebanyak Rp 750 ribu dalam satu bulan.
Atas kerja kerasnya meraih kesuksesan, Jusuf Hamka kini berhasil menjadi seorang bos jalan tol dan dipercaya menjadi pengelola di kawasan Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur.
Dulu hanya bergaji kecil dan hidup penuh kesederhanaan, kini Jusuf Hamka mampu mengelola sejumlah proyek pekerjaan hingga mencapai biaya Rp 25 triliun.
ADVERTISEMENT
Jusuf Hamka kini bisa mendirikan Masjid Babah Alun Desari yang terletak di pinggir Tol Depok-Antasari. Bentuk masjid berarsitektur oriental itu menjadi daya tarik bagi masyarakat sekitar maupun pendatang dari luar kota.
Kini Jusuf Hamka telah membangun tiga masjid sejak tahun 2017. Ia bercita-cita ingin membangun 1.000 masjid. Namun ia sadar bahwa usianya tidak lagi muda karena untuk mewujudkan cita-cita tersebut perlu waktu yang sangat panjang. Untuk mengatasinya, ia mewujudkannya lewat program renovasi masjid jika memang ada yang memintanya melakukan.
Selain itu, di tengah pandemi Covid-19, Jusuf Hamka menghabiskan hampir seluruh waktunya untuk membantu masyarakat yang terdampak langsung mau pun tak langsung. Sehari-hari dia menyiapkan seribu nasi bungkus nasi kuning bagi masyarakat, dan membagikan sembako dari pintu ke pintu.
ADVERTISEMENT
Salah satu program yang dilakukan Jusuf adalah mengintesifkan program nasi kuning pojok halal yang sudah berjalan selama 2,5 tahun. Nasi kuning tersebut dijual dengan harga Rp 3 ribu.
Selain itu, dia juga menjual sembako yang nilainya Rp 25 ribu dengan harga Rp 5 ribu. Dia juga menggandeng Front Pembela Islam (FPI) Jakarta Utara untuk melakukan penyemprotan disinfektan ke kampung-kampung, dan sejumlah rumah ibadah.