Kisah Alumni UGM Masuk Forbes 30 Lewat Budidaya Tambak Udang

Konten dari Pengguna
20 Mei 2021 12:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Profil Orang Sukses tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Liris Maduningtyas (kiri) saat mengunjungi tambak udang untuk mengaplikasikan Jala Tech. (Foto: Jala.tech).
zoom-in-whitePerbesar
Liris Maduningtyas (kiri) saat mengunjungi tambak udang untuk mengaplikasikan Jala Tech. (Foto: Jala.tech).
ADVERTISEMENT
Di masa kini, milenial di Indonesia semakin maju dengan berbagai inovasi mereka dalam berbisnis start up. Terlebih, kebanyakan dari inovasi-inovasi tersebut berbasis teknologi yang sangat membantu untuk mempermudah bermacam bidang pekerjaan. Salah satunya, adalah Jala Tech.
ADVERTISEMENT
Start up berbasis teknologi yang bergerak di bidang agrikultur yang berfokus pada tambak udang. Jala Tech sendiri merupakan sebuah perangkat internet of things (I0T) untuk mengukur kualitas air tambak udang yang memungkinan para petambak untuk dapat meninjau anomali air serta kondisi tambak udang mereka untuk siap panen melalui data.
Kehadiran Jala Tech sendiri sangat disambut baik oleh banyak petambak udang yang selama ini selalu kesulitan dalam mengelola tambak udang mereka. Mereka merasa pekerjaan mereka lebih ringan dengan bantuan Jala Tech setelah sebelumnya mereka melalui banyak masalah akibat kekurangan teknologi. Selain itu, biayanya juga terjangkau.
Bahkan berkat kontribusinya ini, pendiri sekaligus CEO Jala Tech, Liris Maduningtyas, berhasil didapuk untuk masuk ke dalam daftar Forbes 30 Under 30 Asia tahun 2021 untuk kategori manufaktur dan energi.
ADVERTISEMENT
Sebelum sukses bersama Jala Tech, wanita asal Sleman kelahiran 13 Januari 1992 ini merupakan alumni Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi Universitas Gadjah Mada (UGM). Sebelum mendirikan Jala Tech, ia sempat merintis proyek bernama Gelombang Reksa pada awal 2015 yang kelak jadi cikal bakal Jala Tech.
Adapun inisiatif mendirikan proyek tersebut berawal dari pengalaman pendiri perusahaan yang menaungi Jala Tech, PT Atnic Ekotekno Wicaksana, Ario Wiryawan yang sudah sejak lama bergelut di tambak udang. Selama perjalanan tersebut, Ario yang juga bersama Liris dan rekan lainnya menemukan bahwa manajemen kualitas air menjadi faktor krusial kesuksesan pertambakan.
Mengalami hal tersebut, mereka akhirnya mencoba untuk melakukan survei lapangan ke kolam petambak udang lainnya. Alhasil, mereka menemukan bahwa para petambak tersebut juga menghadapi masalah serupa, yakni manajemen kualitas air.
ADVERTISEMENT
Adapun hal itu bukan tanpa alasan. Pasalnya, saat itu belum ada teknologi yang memungkinkan para petambak udang untuk mengukur kualitas air secara tepat. Problem ini sangat berpengaruh terhadap produksi tambak udang mereka. Banyak di antara mereka yang sampai mengalami gagal panen.
Pada saat itu, para petambak udang masih menggunakan cara tradisional dalam mengelola air tambak. Misalnya untuk mengecek adanya anomali pada kondisi air, mereka mencelupkan jari mereka ke dalam air kolam, lalu mengecap rasa air tersebut dengan lidah mereka. Saat itulah mereka dapat mengetahui kondisi air tambak mereka.
Meski begitu, cara tersebut tentu jauh dari akurat. Hal ini pula yang jadi sumber inspirasi Liris untuk membantu mereka memastikan budidaya mereka berjalan dengan baik dengan memanfaatkan teknologi. Akhirnya, dibentuklah prototipe teknologi bernama Jala pada 2015.
ADVERTISEMENT
Dalam membentuk Jala, mereka membutuhkan modal sebesar Rp 1 miliar. Hal ini guna melakukan validasi dan pengembangan teknologi sampai menghasilkan sejumlah minimum viable product (MVP) untuk kemudia diujicobakan di berbagai tambak udang. Adapun modal tersebut mereka peroleh dari juara kompetisi ASMEIshow pada Maret 2015. Selain itu mereka juga tergabung dalam Inkubator Inotek. Sisa dananya, mereka mengumpulkannya lewat kantong pribadi.
Kegunaan Jala sebagai pemantau kualitas air dan pemberi analisis berdasarkan data kondisi tambak ini diharapkan dapat menjadi pendamping para petambak udang dalam mengelola kualitas air tambak secara akurat, sehingga mereka dapat memperoleh hasil produksi yang optimal.
Platform Jala yang resmi diluncurkan pada 2017 ini juga tidak hanya menyediakan alat saja, namun juga membimbing para petambak untuk menggunakan alat tersebut. Selain itu, Jala juga berperan dalam membantu para petambak untuk mengambil keputusan atas tambak udang mereka. Jala akan membantu menentukan penanganan tambak secara tepat melalui analisis dan sistem pembuat keputusan yang diciptakan Jala.
ADVERTISEMENT
Dengan sistem yang mutakhir, mudah digunakan, serta harga yang terjangkau khususnya bagi petambak udang tradisional, Jala cukup banyak diminati oleh banyak petambak di banyak wilayah Indonesia. Bahkan kini, penggunaannya sudah menyasar penambak di Asia Tenggara seperti Vietnam dan Thailand.
Kini, Jala sudah digunakan oleh lebih dari 9.000 petambak udang dan diaplikasikan hingga ke hampir 17.000 tambak di 6 negara, khususnya negara yang terkenal dengan petambak udangnya seperti Indonesia dan sejumlah negara maritim lainnya. Selain itu, Jala kini juga memperoleh kucuran dana dari sejumlah investor seperti 500 Startups, Hatch, dan Conservation International.