Kisah Alumni UI Masuk Forbes 30 karena Budi Daya Lalat, Dapat Investasi Rp 7,1 M

Konten dari Pengguna
18 Mei 2021 12:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Profil Orang Sukses tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Potret Rendria Labde, milenial yang berhasil masuk Forbes 30 Under 30 Asia tahun 2021 lewat sepak terjang di Magalarva. (Foto: Instagram/@magalarva).
zoom-in-whitePerbesar
Potret Rendria Labde, milenial yang berhasil masuk Forbes 30 Under 30 Asia tahun 2021 lewat sepak terjang di Magalarva. (Foto: Instagram/@magalarva).
ADVERTISEMENT
Generasi milenial di Indonesia kini cukup banyak yang memiliki prestasi membanggakan berkat inovasi-inovasi yang mereka ciptakan. Salah satu hal inovatif yang dilakukan generasi milenial adalah seperti yang dilakukan oleh Rendria Labde. Ia mendirikan perusahaan start up yang bergerak di bidang budidaya lalat.
ADVERTISEMENT
Perusahaan tersebut dikenal dengan nama Magalarva. Uniknya, dibalik kesan menjijikannya lalat bagi banyak orang, justru di tangan Labde beserta Magalarva, lalat mampu menjadi hewan yang sangat bermanfaat, khususnya dalam mengurangi limbah sampah organik.
Perusahaan agriteknologi yang berbasis di Parung, Kabupaten Bogor ini didirkan oleh Labde bersama dengan rekannya, Arunee Sarasetsiri pada 2017 lalu dengan nama PT Magalarva Sayana Indonesia. Sebelumnya, Labde adalah alumni Universitas Indonesia yang tidak memiliki latar belakang di bidang biologi.
Sebelum mendirikan Magalarva, Labde sempat bekerja di sejumlah perusahaan seperti PT. JGC Indonesia sebagai Project Control Engineer. Selain itu, ia juga sempat menjajal bisnis properti dengan menjabat sebagai CEO di PT Magale Sayana Indonesia. Ia juga merupakan Co-Founder dari Kebun Kumara, pusat pendidikan yang bergerak di bidang perkebunan.
ADVERTISEMENT
Awalnya, tak pernah terlintas di benaknya bahwa kini ia menjadikan lalat dan sampah sebagai sumber penghasilan dan kesuksesannya. Di umur yang baru 28 tahun, Labde bahkan berhasil masuk ke dalam jajaran Forbes 30 Under 30 Asia tahun 2021 melalui sepak terjangnya di Magalarva.
Meski tak direncanakan, faktanya Labde sejak dulu memang memiliki perhatian tersendiri pada sampah. Ia seringkali dibuat kagum oleh orang-orang yang mampu berinovasi dengan memanfaatkan sampah menjadi hal baru yang lebih bernilai. Salah satunya adalah pemberdayaan sampah plastik yang memang sudah cukup baik di Indonesia.
Berangkat dari pemain sampah plastik yang sudah banyak, maka Labde terpikir untuk bergerak dengan sampah organik. Berdasarkan riset yang ia lakukan, sampah organik merupakan sampah yang paling banyak dihasilkan. Selain itu, pemberdayaan sampah organik di Tanah Air saat itu masih menggunakan teknik yang terlalu umum.
ADVERTISEMENT
Maka dari itulah, Labde berhasil menemukan inovasi baru dengan menemukan spesies lalat bernama Black Soldier Fly (BSF). Lalat inilah yang dimanfaatkan pegiat lingkungan asal Depok ini untuk menghancurkan sampah organik dengan lebih efisien.
Awalnya, sampah yang diinput oleh Magalarva hanya sekitar 60 kilogram. Kini, sampah yang diinput oleh Magalarva mampu mencapai 100 ton per bulannya dengan perkiraan 300 ton sampah per Desember 2020. Adapun sumber sampah-sampah tersebut berasal dari tempat sampah terpusat seperti sampah hotel, restoran, dan lain-lain.
Selama pandemi Covid-19, sampah restoran dan hotel semakin berkurang karena minimnya pengunjung, sehingga Labde terpikir untuk berinovasi pada sampah pabrik yang menghasilkan organic waste seperti pabrik susu. Kemudian, Magalarva juga terbuka untuk berkolaborasi dengan pihak swasta seperti perumahan.
ADVERTISEMENT
Sampah-sampah ini nantinya menjadi konsumsi bagi para lalat BSF tersebut. Nantinya saat berkembang biak dan menghasilkan larva, maka dapat dimanfaatkan untuk hal-hal menguntungkan lainnya, khususnya dengan dijual dan menjadi sumber penghasilan baru.
Larva dari lalat-lalat tersebut ternyata banyak peminat karena dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan ternak. Kandungan protein dari larva BSF cukup tinggi dan mampu setara dengan protein yang dimiliki tepung ikan. Belum lagi, kumpulan feses dari larva-larva tersebut juga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik.
Magalarva dalam sebulan mampu memproduksi hingga sekitar 4,5 ton larva BSF. Larva-larva tersebut bahkan sudah menjadi produk ekspor hingga menjangkau pasar Eropa dan Amerika Serikat. Harga yang dipatok Labde untuk produk larva tersebut adalah sekitar Rp 35 ribu hingga Rp 45 ribu per kilogram untuk pasar internasional. Sementara di Indonesia adalah sekitar Rp 15 ribu hingga Rp 18 ribu per kg.
ADVERTISEMENT
Adapun dalam pemasarannya, Magalarva menggunakan situs sendiri, media sosial Instagram, serta e-commerce dengan menjualnya langsung ke pelanggan. Selain itu, mereka juga menggunakan jasa reseller untuk memperluas jangkauan penjualan.
Selama menjalankan Magalarva, Labde bahkan berhasil memperoleh dana investasi sebesar USD 500 ribu atau sekitar Rp 7,1 miliar (kurs Rp 14.000). Selain itu, Magalarva juga menjadi bagian dalam program akselerator yang dicetuskan oleh konglomerat Indonesia Salim Group bersama Green Ventures Jepang.