Kisah Jan Koum, Pendiri Whatsapp yang Dulunya Pernah Jadi Tukang Sapu

Konten dari Pengguna
7 Juli 2020 11:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Profil Orang Sukses tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Jan Koum, sang pendiri Whatsapp. Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Jan Koum, sang pendiri Whatsapp. Foto: kumparan
ADVERTISEMENT
Sepertinya rata-rata pengguna telepon pintar pasti menggunakan aplikasi pesan Whatsapp. Sejak dibeli Facebook pada Oktober 2014, aplikasi tersebut memang kian mendunia.
ADVERTISEMENT
Mengutip kompas.com, Whatsapp menjadi aplikasi pesan instan paling populer di dunia berdasarkan jumlah pengguna aktif bulanan (monthly active user/MUA) di tahun 2019.
Tetapi, sebentar, di balik kesuksesan Whatsapp, tahukah Anda siapa pendirinya?
Anda mungkin hampir tak pernah mendengarnya. Orang itu bernama Jan Koum, lelaki keturunan Yahudi yang lahir di bilangan Fastiv bagian Kiev, Ukraina. Mendirikan aplikasi tersohor di dunia, Koum punya latar belakang yang, boleh dibilang, memprihatinkan.
Lahir dari ayah yang hanya seorang pegawai konstruksi dan ibu yang tak bekerja, Koum mendapati kehidupan masa kecil yang serba terbatas. Di tahun 1980-an, Kiev, tempat Koum lahir, belum memiliki infrastruktur memadai sama sekali. Setiap hari, ia dan keluarga harus hidup tanpa listrik, bahkan mengantre di WC umum untuk mandi.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1990, lantaran semakin tingginya gejolak politik dan gerakan anti-Yahudi di Ukraina, keluarga Koum memutuskan pindah ke Amerika Serikat. Saat itu, Koum yang sudah berumur 16 tahun tinggal di sekitar Mountain View bersama keluarganya. Sayang, tujuh tahun berselang, yakni di tahun 1997, ayah Koum meninggal dunia. Jadilah Koum dan ibunya tinggal berdua di sana, dalam keadaan yang amat kekurangan.
Menghadapi kondisi itu, ibu Koum lantas mencari pekerjaan. Ia lalu bekerja sebagai pengasuh anak, dan untuk membantu ibunya, Koum menjadi penyapu toko. Keduanya melakukan pekerjaan itu dengan satu harapan yang sama: memenuhi kebutuhan hidup.
Namun, sebagaimana yang kita tahu, terwujudnya harapan tak semudah membalikkan telapak tangan: kehidupan Koum dan ibunya tetap makin terperosok. Saking miskinnya, mereka mengandalkan jatah makanan gratis dari pemerintah yang diberikan pada tunawisma dan gelandangan.
ADVERTISEMENT
Waktu demi waktu berlalu, Koum menjalani hari-hari suntuknya di Amerika Serikat. Beranjak dewasa, ibunya bisa menyekolahkan Koum ke SMA di sana.
Meskipun tak dikenal sebagai murid yang pintar, saat itu Koum telah mahir berbahasa Inggris, membuatnya bisa berkomunikasi dan mempelajari banyak hal.
Saat di sekolah, Koum keranjingan mempelajari pemrograman komputer dari buku-buku bekas. Ia belajar secara otodidak hingga bergabung dengan grup hacker yang dikenal bernama w00w0o ketika sekolah.
Lulus SMA, Koum lalu melanjutkan pendidikannya di San Jose University. Saat menjadi mahasiswa, ia bekerja sebagai penguji sistem keamanan komputer di Ernst & Young dan Yahoo, guna memenuhi kebutuhan hidup dan biaya kuliah.
Namun, di pertengahan masa kuliahnya, yakni di tahun 2007, ia memutuskan drop out dan fokus bekerja. Saat itu, Koum masih bekerja di Yahoo dengan David Filo sebagai CEO-nya.
ADVERTISEMENT
Setelah bekerja selama beberapa tahun di Yahoo, Koum mulai berpikiran soal menaikkan kariernya. Jadilah ia melamar menjadi pegawai Mark Zuckerberg di Facebook, namun sayang, ia ditolak.
Dilatarbelakangi kekecewaan itu, munculah ide di benak Koum yang pada akhirnya membuatnya menciptakan sejarah. Setelah ditolak Facebook, di tahun 2009, ia mulai berpikir merintis aplikasi buatannya sendiri.
Whatsapp yang kini menjadi aplikasi pesan paling populer sedunia, dengan pengguna mencapai 2 miliar orang.
Pada awalnya, Koum yang putus asa dengan iseng membeli Iphone karena merek tersebut sedang mengalami ketenaran pada saat itu. Melihat kumpulan kontak dan app store, ide lalu meletup-letup dalam benak Koum. Dari sana, ia melihat potensi besar untuk menciptakan aplikasi miliknya sendiri.
Maka, merespons ide itu, Koum menemui temannya, Alex Fishman. Dari pertemuan tersebut, lahirlah aplikasi Whatsapp sebagaimana yang kita kenal saat ini. Di masa awal pendiriannya, Whatsapp hanya diunduh oleh sekitar 25 orang yang tak lain ialah teman-teman Koum sendiri.
ADVERTISEMENT
Namun, seiring berjalannya waktu, akibat kegigihannya Koum berhasil membuat aplikasi buatannya itu kian meraksasa. Bertahun-tahun setelahnya, setelah Whatsapp kian dikenal oleh seluruh penjuru dunia, Mark Zuckerberg yang pernah menolak Koum sebagai pekerjanya pun mengakuisi Whatsapp seharga US$ 1,9 miliar. Di tahun ini, Whatsapp menjadi aplikasi pesan instan paling populer sedunia dengan pengguna tak kurang dari 2 miliar orang.