Kisah Li Ka Shing, Anak Putus Sekolah yang Jadi Orang Terkaya di Asia

Konten dari Pengguna
24 September 2020 12:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Profil Orang Sukses tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Li Ka Shing (Foto: VCG)
zoom-in-whitePerbesar
Li Ka Shing (Foto: VCG)
ADVERTISEMENT
Mungkin orang tidak akan pernah menyangka Li Ka Shing berakhir menjadi pengusaha inspiratif. Kisah hidupnya yang kelam hampir mustahil bagi dia untuk mencapai kesuksesan besar seperti sekarang.
ADVERTISEMENT
Li benar-benar membuktikan bahwa sukses bisa diraih oleh siapapun, bahkan oleh seorang miskin dan penuh penderitaan seperti dirinya.
Li lahir pada 13 Juni 1928 di Guangdong, Cina. Semasa kecilnya, Li yang tumbuh saat Perang Dunia ke-2 berlangsung terpaksa hidup berdampingan dengan bom-bom yang biasa dijatuhkan Jepang di desanya. Karena itulah, keluarganya memutuskan pindah ke Hongkong.
Namun, setelah kepindahannya, Li harus diterpa penderitaan lain. Ayah Li yang berprofesi sebagai kepala sekolah meninggal karena TBC tak lama setelah keluarga itu tiba di Hongkong.
Tak hanya ayahnya, Li juga harus menerima kenyataan bahwa dirinya ternyata juga terinfeksi TBC. Berurusan dengan perang, kehilangan orang tua, penyakit parah, dan kemiskinan ekstrim yang terjadi saat dia masih belia, memberikan dorongan untuk sukses di masa depan.
ADVERTISEMENT
Karena kondisinya itu , Li terpaksa berhenti sekolah pada usia 15 tahun. Mulai usia 14 tahun, dia sudah memiliki pekerjaan tetap di sebuah perusahaan perdagangan plastik dan mengirimkan 90% pendapatannya itu ke ibu tercinta. Bahkan, dia mengaku kalau ia sering bekerja selama 16 jam sehari dalam seminggu.
Merasa mumpuni dengan kemampuannya, Li kemudian berhenti untuk memulai perusahaannya sendiri dengan membuat mainan plastik pada usia 22 tahun. Tak lama setelah itu, perusahaannya segera berubah haluan ketika Li mencium kesuksesan dari produksi bunga plastik yang sedang populer di Italia.
Li menamai perusahaannya itu Cheung Kong. Inovasi Li tersebut dipercayai sebagai ide cerdasnya mengantarkan kemajuan Cheung Kong. Hingga saat ini, perusahaan yang dulunya memproduksi bunga plastik itu berkembang menjadi salah satu perusahaan investasi real estat terbesar di dunia.
ADVERTISEMENT
Tak lama sejak Cheung Kong mulai dilirik investor, Li mulai membeli gedung apartemen dan pabrik di seluruh Hongkong dengan uang yang ia tabung. Li yang cerdik melihat kesempatan itu mendapat diskon besar-besaran akibat kerusuhan besar saat terjadi kerusuhan parah di masa kepemimpinan Mao Zedong pada tahun 1967.
Hingga pada tahun 1979, ia menjadi warga negara Tiongkok pertama yang membeli saham Hutchison Whampoa dari bank HSBC, sebuah perusahaan yang sudah lama menguasai Hongkong. Li bahkan mampu menegosiasi 22% saham Hutchison, hampir setengah dari nilai perusahaan tersebut.
Selama satu dekade, Li berhasil mengubah Hutchison menjadi salah satu perusahaan paling berharga di dunia dengan pendapatan tahunan lebih dari Rp 700 triliun. Ia juga diketahui memiliki saham di Facebook dan Spotify.
ADVERTISEMENT
Kesuksesannya itu memberikan Li kekayaan sebesar Rp 389 triliun menurut Forbes. Jumlah itu membuat Li didapuk sebagai orang terkaya di Asia. Kini, Li mengatakan kalau ia akan banyak melakukan kegiatan amal.
Meski begitu, Li dan keluarga tetap melakukan beberapa akuisisi, misalnya pada bar Greene King di Inggris. Akuisisi itu dilakukan oleh salah satu perusahaan milik Li, CK Asset Holdings yang dijalankan oleh anaknya Victor. Greene King yang memiliki 2.700 bar, restoran, dan hotel itu dibeli seharga Rp 78 miliar.