Kisah Miliuner dari Pati, Dulu Miskin Sampai Makan Telur Dibagi 8

Konten dari Pengguna
17 Agustus 2021 14:29 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Profil Orang Sukses tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Witjaksono/btop.web.id
zoom-in-whitePerbesar
Witjaksono/btop.web.id
ADVERTISEMENT
Rezeki setiap orang sudah diatur oleh sang pencipta, begitu juga nasib seseorang. Siapa sangka ada anak buruh yang kini jadi pebisnis dengan aset triliunan rupiah.
ADVERTISEMENT
Hal ini dialami langsung oleh pria asal Pati, Witjaksono. Witjaksono adalah pebisnis yang memiliki puluhan perusahaan.
Ia juga ditunjuk sebagai ketua Serikat Nelayan Nahdalatul Ulama (SNNU) yang ditunjuk langsung oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Melihat kesuksesannya saat ini, siapa yang sangka kalau dulunya Witjaksono adalah seorang anak buruh dan pembantu yang hidup jauh dari kehidupan mewah. Sang ibu bekerja di sebuah pabrik kacang yang kerjanya mengangkut karung seberat 50 kg.
Sementara itu, ayah Witjaksono adalah seorang pegawai negeri golongan 2A. Tugas sang ayah adalah mengantar surat dan menyapu halaman.
"Bapak saya pegawai negeri. Pegawai negeri golongan beliau sampai pensiun itu grade nya cuma 2A kalau enggak salah. Pekerjaannya itu cuma nganterin surat sama nyapu di kantor. Jadi ngelap-ngelap. Ya, mungkin semacam OB, lah," ungkap Witjaksono
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, bungsu dari enam bersaudara ini mengaku pernah kesulitan saat akan makan. Ia hanya makan dengan nasi, kecap, dan kerupuk. Saking susahnya, ia juga pernah makan dengan telur yang dibagi menjadi delapan bagian.
"Setiap hari kita tuh makan ya, Bro, memakai telur saja itu sudah bonus. Jadi setiap hari saya makannya nasi, dikasih kecap atasnya, sama kerupuk," imbuhnya.
"Satu telur itu dibagi delapan. Karena kita berenam, saya anak paling kecil. Kita berenam, bapak sama ibu (jadi) delapan. Itu pun masih ada keluarga kami yang dari kampung yang kita ajak datang ke tempat kita untuk sekolah," tambahnya.
Dengan satu telur yang dibagi delapan, Witjaksono mengaku sang Ibu tidak pernah mengambil jatahnya. Ia memberikan jatahnya kepada seorang keluarga yang menumpang di rumahnya.
ADVERTISEMENT
Witjaksono mengatakan memakan daging ayam adalah sebuah kelangkaan. Ia dan keluarga hanya memakan daging ayam setahun sekali saat Lebaran. Karena itu, ia selalu merasa rindu dengan suasana kumpul bersama saat Lebaran.
Pria 40 tahun itu ternyata sudah mencari uang sendiri sejak usianya menginjak 6 tahun. Saat masih duduk di bangku SD, Witjaksono bersekolah di sekolah yang sama dengan anak-anak Bupati, pejabat, dan orang kaya.
Karena itu, Witjaksono mulai berjualan berbagai mainan agar dibeli oleh teman-temannya. Barang-barang yang ia jual pun beragam. Mulai dari ikan hias, kelereng, hingga kartu bergambar.
Uang yang ia dapatkan ternyata tidak hanya untuk membeli jajanan semata. Witjaksono menabungkan uang hasil jualannya untuk membeli buku.
Saat semasa kuliah, Witjaksono bekerja di sebuah warnet. Setelah berhenti menjadi penjaga warnet, ia pun membuka jasa pengetikan untuk membantu para mahasiswa yang kesulitan menyusun skripsi.
ADVERTISEMENT
Pantang menyerah, ia pun akhirnya berhasil menuai buah dari kesabaran dan ketekunan yang ia tanam sendiri.
Dukungan yang kuat dari keluarga akhirnya membawa Witjaksono mulai berani merintis usaha sejak masih muda. Ia mengawali bisnis sejak berusia 23 tahun.
Sebelum terjun di dunia wirausaha, ia mengaku harus mendapatkan sumber keuangan yang cukup stabil. Lantas ia memilih untuk menjadi seorang pegawai bank dengan dedikasi tinggi. Saat itulah, ia justru mendapatkan banyak ilmu tentang mengelola sebuah perusahaan.
Transisinya menjadi pengusaha juga bukan perkara mudah. Ketika ia sudah memiliki pendapatan tetap dengan bekerja di bank, ia harus memulai lagi dari nol dan sempat luntang lantung saat melangkah dalam merintis kariernya sebagai pengusaha. Seiring berjalannya waktu, pada 2009, Witjaksono mulai berhasil hingga mampu mengakuisisi sebagian besar saham PT DAJK.
ADVERTISEMENT
Barulah, berbekal latar belakang anak pesisir di Pati dan pemahaman yang cukup perihal kemaritiman, dan modal sekitar 10 juta, ia berhasil mendirikan PT DPUM Tbk.
Pabrik yang mulanya berlokasi di Pati dan hanya mampu menghasilkan hanya mencapai puluhan ton ikan dan hasil laut per harinya, kemudian mengalami perluasan.
Modal awal yang hanya 10 juta Rupiah tersebut di kemudian hari kembali dengan nilai berlipat, berubah menjadi aset dengan valuasi melebihi 1,6 Triliun per Triwulan ketiga di tahun 2016.
Perusahaan tersebut juga memiliki empat ribu karyawan yang pada tahun itu juga, berhasil memproduksi hingga 100 ton ikan per hari dengan kemampuan daya simpan mencapai 25 ribu ton yang terdiri dari ikan dan sumber daya laut lainnya.
ADVERTISEMENT
Pria kelahiran 1981 tersebut kini telah menjadi salah satu pengusaha muda berpengaruh di Indonesia. Namanya masuk dalam Majalah Forbes Indonesia sebagai satu di antara lima "Local Champions 2017."
Ia dinilai berkontribusi dalam peningkatan ekonomi negara lewat ekspor hasil pemberdayaan sumber daya lokal.