Konten dari Pengguna

Kisah Pendiri Hyundai: Dulunya Anak Petani Miskin, Kini Orang Terkaya di Korea

29 Maret 2021 13:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Profil Orang Sukses tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Hyundai/pinterest.com
zoom-in-whitePerbesar
Hyundai/pinterest.com
ADVERTISEMENT
Bagi sebagian para pecinta otomotif memang tak asing lagi dengan perusahaan otomotif dari Korea bernama Hyundai. Hyundai Motor Company merupakan produsen mobil terbesar di Korea Selatan yang didirikan pada tahun 1967 dan mampu menembus pasar internasional yang bisanya dirajai para produsen dari Jepang.
ADVERTISEMENT
Hyundai menjadi perusahaan produsen mobil berkelas dan terkenal ini ternyata memiliki sejarahnya sendiri. Hyundai didirikan oleh Chung Ju Yung sebelum sesukses dan sebesar saat ini siapa sangka Chung Ju Yung merintis usahanya dengan berbagai lika-liku. Bahkan, ia merupakan anak petani miskin yang pernah bekerja serabutan untuk menyambung hidup.
Chung lahir 25 November 1915 di Tongchon, Kogendo, Korea Utara. Ia lahir dari keluarga miskin dari tujuh bersaudara. Ayahnya merupakan seorang petani dan Chung sedari remaja selalu membantu ayahnya dalam bertani.
Chung merupakan seorang yang memiliki mimpi besar, ia sebenarnya memiliki cita-cita sebagai guru tapi karena keterbatasan ekonomi dan kemiskinan yang melandanya orang tuanya tidak dapat membiayainya sekolah. Ia sempat bersekolah di sekolah konfusianisme setempat setiap kali ia menemukan waktu luangnya dari pekerjaan bertani.
ADVERTISEMENT
Ia juga sering membantu untuk menjual kayu di kota untuk menghidupi keluarganya. Saat berjualan di kota, saat itulah ia mulai terpengaruh untuk menjadi pengusaha karena melihat suasana kota dan membaca berbagai surat kabar. Tapi ia sadar dan sedih karena kemiskinan yang melanda dirinya dan keluarganya yang ia tanggung.
Alhasil, Chung pun berniat untuk melarikan diri dari rumahnya berniat untuk mengubah nasib dari kemiskinan yang melanda. Saat usianya 16 tahun, ia melarikan diri dari rumah mereka di desan Asan ke Kota Kowon. Ia bahkan bertekad pergi dengan menempuh 15 mil melalui lembah yang berbahaya.
Saat berada di Kota Kowon, ia bekerja sebagai buruh kontruksi dan digaji sangat kecil meskipun telah bekerja selama berjam-jam. Selama bekerja di sana, ia mengembangkan minatnya pada bidang teknik sipil.
ADVERTISEMENT
Dua bulan kemudian, ayah Chung menemukannya dan memaksa dirinya untuk pulang ke kampung halaman. Sejujurnya ia sangat bertekad melarikan diri dari rumahnya karena ia berpikir bahwa melakukan tersebut akan mengubah nasibnya dna keluarganya dari kemiskinan.
Chung bahkan telah melarikan diri sebanyak 4 kali, pertama saat ia bekerja sebagai buruh kontruksi, kedua ia mencoba melarikan diri ke Kota Seoul bersama kedua temannya. Ia pun sampai di Seoul dan lagi-lagi ayahnya menemukannya ia kembali untuk membawanya pulang.
Kali ini Chung bertahan satu tahun untuk membantu ayahnya bertani dan bekerja di pertanian keluarga. Lagi-lagi ia kabur dari rumahnya. Kali ini ia kabur ketiga kalinya. Ia kabur ke Seoul menggunakan kereta api. Ia pun menjual salah satu sapi ayahnya untuk mendapatkan uang guna membeli tiket kereta api.
ADVERTISEMENT
Saat tiba di Seoul ia bekerja sebagai seorang akuntan, semuanya berjalan baik-baik saja hingga suatu saat ayahnya menemukannya dan membawanya kembali ke rumah. Tapi lagi-lagi tekadnya untuk kabur kuat. Ia kembali kabur ke Seoul.
Di sana ia tidak menyia-nyiakan waktu ia bekerja sebagai buruh apapun. Apapun ia kerjakan dan memanfaatkan berbagai peluang. Pekerjaan awalnya adalah sebagai buruh di Pelabuhan Incheon dan kemudian ia bekerja sebagai pekerja kontruksi dan tukang.
Di tahun berikutm Chung mulai bekerja sebagai pengantar di toko beras. Saat bekerja di sini, ia cekatan dalam bekerja sehingga dipuji oleh pelanggan toko. Saat itulah pemilik toko beras memujinya dan mengangkat Chung sebagai akuntan di tokonya.
Saat pemilik toko beras tersebut meninggal dunia, Chung akhirnya mewarisi toko beras tersebut dan meraup untung cukup besar hingga suatu saat pada tahun 1939 tokonya tutup karena colonial Jepang yang memberlakukan sistem penjatahan beras ke tentara Jepang.
ADVERTISEMENT
Chung pun gulung tikar dan akhirnya kembali ke Kota asalnya di Asan. Tapi tidak menyerah, pada tahun 1940 ia berniat untuk kembali pergi ke Seoul untuk mencari peruntungan dan bisnis baru di sana.
Karena pemerintah Jepang memiliki aturan untuk beberapa bisnis, Chung pun memutuskan untuk membuka bisnis bengkel. Ia membeli bengkel servis dari temannya dan mengambil pinjaman 3000 won dari bank untuk mendirikan bisnis tersebut.
Usaha bengkelnya terbilang cukup lancar ia bahkan memperkerjakan hingga 70 mekanik dalam kurun waktu 3 tahun. Sayangnya, pada tahun 1943 pemerintah Jepang memiliki kebijakan untuk menggabungkan bengkel Chung dengan pabrik sehingga ia terpaksa menutup bengkel dan kembali ke desanya. Tapi berkat kerja kerasnya ia berhasil mengantongi 50 ribu won.
Hyundai/hyundai.com
Pada 1940an terjadi perang Jepang dan Korea, Korea akhirnya memperoleh kemerdekaan dari Jepang pada 15 Agustus 1945. Saat perang berakhir, sebagian Kota hancur sehingga pemerintah Korea Selatan mencari orang-orang yang dapat membangun kembali dan mengembangkan Korea Selatan.
ADVERTISEMENT
Saat itulah, masa keemasan bagi para pengusaha Korea Selatan untuk berbisnis karena didukung oleh pemerintah Korea Selatan. Chung pun akhirnya memanfaatkan kesempatan ini. Dan pada tahun 1947 ia mendirikan Hyundai dan Hyundai Civil Industries.
Usaha yang didirikan tersebut menerima kontrak pemerintah untuk membangun berbagai fasilitas seperti pelabuhan, jalan, dan kamp militer. Perusahaan Hyundai terus berkespansi hingga membangun berbagai proyek besar.
Usaha dan pencapaian Chung yang ia perjuangkan selama ini membuahkan hasil. Hyundai terus berekspansi terus menerus hingga menembus pasar global. Saat ini Hyundai merupakan salah satu perusahaan terbesari di dunia dan kedua di Korea Selatan serta telah memperkerjakan lebih dari 75 ribu karyawan. Perusahaan Hyundai juga telah berdiri di seluruh negara salah satunya adalah Indonesia.
ADVERTISEMENT
Berkat kerja kerasnya membangu usahanya kini ia telah mewariskan perusahaan pada anak keduanya bernama Koo Chung Mong yang mana pernah menjadi konglomerat terbesar di Korea Selatan hingga saat ini kekayaannya mencapai Rp 60 triliun.