Kisah Rusdi Ahmad Baamir, dari Jualan Tali Rafia hingga Jadi Juragan Batik

Konten dari Pengguna
21 Mei 2020 12:21 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Profil Orang Sukses tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
foto: kontan.co.id
zoom-in-whitePerbesar
foto: kontan.co.id
ADVERTISEMENT
Siapa yang tak mengenal batik? Bagi kita, masyarakat Indonesia, pakaian itu merupakan sebuah kebanggaan. Sejak keputusan Badan PBB untuk Pendidikan, Sains, dan Kebudayaan (UNESCO) menjadikan batik sebagai warisan dunia pada Oktober 2009 lalu, pakaian itu digandrungi semua kalangan. Namun, bagi Rusdi Ahmad Baamir, hubungannya dengan batik menghadapkan kita pada rentang kisah yang patut diceritakan.
ADVERTISEMENT
Saat ini, pria berumur 46 tahun kelahiran Surabaya itu menjadi salah satu pengusaha batik terbesar di Indonesia. Ia memiliki lebih dari 10 gerai batik di pusat tekstil Tanah Abang. Selain itu, Rusdi juga memasok batik hasil produksinya itu ke setidaknya 38 gerai Ramayana Departemen Store yang tersebar di berbagai kota di Indonesia. Semua batik itu ia produksi di Pekalongan, Jawa Tengah.
Namun, pencapaian itu dilatarbelakangi oleh sesuatu yang telah dimulai Rusdi sejak lama, puluhan tahun lalu. Sejak kecil, Rusdi memang akrab dengan dunia bisnis. Ayahnya telah meninggal ketika ia masih belia, dan itu membuatnya menjadi penyokong ekonomi keluarga. Lantaran kondisi itu, ketika Rusdi masih berumur 10 tahun, ia menjadi penjual tali rafia dan plastik bekas di Pasar Ampel, Surabaya. Dari bisnis tersebut, Rusdi mendapat pemasukan Rp. 50 per hari.
ADVERTISEMENT
Beranjak remaja, Rusdi mulai lihai melihat peluang. Suatu hari, seorang kerabat datang dan menawarinya bisnis baru. Ia menawari Rusdi berjualan parfum dan cenderamata Arab Saudi. Dari situ, mulailah Rusdi membangun bisnis itu. Ia melakukan itu dari tahun 1993 hingga 1995.
Namun, seiring berjalannya waktu, Rusdi kian haus dengan pengalaman. Selepas lulus SMA, Rusdi ingin tahu rasanya menjadi karyawan. Jadilah ia bekerja di sebuah pabrik sepatu di Surabaya. Saat itu, meskipun gajinya hanya cukup untuk makan dan ongkos ulang-alik ke tempat kerja, Rusdi tak berkecil hati lantaran yang ia cari adalah pengalaman.
Sayangnya, karier Rusdi di pabrik sepatu mengalami kegagalan. Krisis ekonomi di tahun 1998 membuat perusahaan tak mampu membayar gaji karyawan, dan itu membuat Rusdi mengundurkan diri.
ADVERTISEMENT
Kondisi itu membuat Rusdi memutar otak. Dilatarbelakangi pengalamannya, akhirnya ia berinisiatif memproduksi sepatu bermodal Rp 2 juta. Bisnis itu tak mampu bertahan lama dan Rusdi bangkrut.
Hingga pada suatu hari, saat mengantarkan saudaranya ke Solo, secara tak sengaja Rusdi melihat sebuah pabrik kain yang ditutup. Di dalamnya, ada stok kain berdebu yang menumpuk lantaran 2 tahun tak terpakai. Rusdi lantas berinisiatif membeli kain itu Rp 4.000 per yard dan menjualnya seharga Rp 5.000 per yard ke Pekalongan. Dari berjualan kain berdebu itu, dalam sehari, Rusdi berhasil mendapat untung Rp 40 juta. Ia melakukan usaha itu hingga 2002.
Di tahun itu, usaha kain Rusdi akhirnya merosot karena kalah bersaing dengan pengusaha bermodal lebih besar. Dari situ, Rusdi tak berputus asa. Ia lalu beride mengolah kain sisa usahanya yang belum laku itu menjadi batik. Dari nol, Rusdi memulai usahanya dengan terjun langsung ke Pekalongan, mendatangi perajin dan penjahit.
foto: pegipegi.com
Pada tahun yang sama, Rusdi mulai menjual batik buatannya di Surabaya. Tak disangka-sangka, jualan itu sukses diterima pasar dengan baik. Di tahun ketiga usahanya, yakni 2005, Rusdi mulai memproduksi batik dalam jumlah besar. Ia memiliki pencetakan, pewarnaan, dan itu membuatnya menghasilkan batik siap jual.
ADVERTISEMENT
Di tahun 2006, tak cukup sampai di situ, Rusdi mulai membuka pabrik batik di Pekalongan. Setahun berikutnya, ia membuka gerai batik di Tanah Abang dan memberi nama gerai itu “Batik Salsa”. Nama itu diambil dari nama anak pertamanya, “Salsabila”.
Dimulai dari “Batik Salsa” itu, nama Rusdi kian menjadi pemain utama dalam bisnis batik dalam negeri. Bertahun-tahun berikutnya, keadaan telah membayar perjuangannya dengan sepadan. Dalam sebulan, Rusdi memperoleh omzet hingga ratusan juta. Ia, selain itu, juga memperoleh pencapaian bisnis yang tak tanggung-tanggung, sebagaimana disebut di awal tulisan ini.