Konten dari Pengguna

Kisah Tony Fernandes, Bos Air Asia Rela Tak Digaji Demi Pertahankan Karyawan

13 April 2020 12:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Profil Orang Sukses tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tony Fernandes. Foto: airasia.com
zoom-in-whitePerbesar
Tony Fernandes. Foto: airasia.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Wabah virus corona Covid-19 membuat dampak yang begitu besar bagi perekonomian negara, bahkan banyak perusahaan harus mengalami kerugian karena pandemi itu. Salah satu sektor usaha yang sangat jelasnya imbasnya tentu saja maskapai penerbangan. Hal ini juga berlaku bagi maskapai yang dikenal dengan tarif terjangkaunya, yakni Air Asia.
ADVERTISEMENT
Pendiri dan bos Air Asia Group, Tony Fernandes bahkan mengatakan keresahannya melalui akun Instagram resmi, Minggu (12//4/2020). Dalam unggahan tersebut, Tony menyebut kondisi ini pertama kali terjadi selama membangun Air Asia dalam 20 tahun terakhir. Hal ini disebabkan perusahaan tidak mendapatkan pemasukan akibat 96 persen armada berhenti beroperasi untuk meminimalkan tingkat penyebaran virus corona.
Tony pun berusaha untuk tetap mempertahankan seluruh staf agar tak terjadi pemutusan hubungan kerja atau PHK, akhirnya ia bersama Kamarudin (CEO AirAsia) memilih untuk merelakan gajinya selama periode ini berlangsung.
Di balik sifat kepemimpinan Tony yang bisa dibilang sangat memperhatikan karyawan, ternyata hal tersebut tidak terlepas dari masa perjalanan hidupnya yang cukup rumit dan penuh perjuangan untuk merintis maskapai ini. Beberapa pekerjaan pernah dilakoni Tony Fernandes sebelum namanya dikenal sebagai pendiri AirAsia.
ADVERTISEMENT

Sempat menjadi Pelayan Hotel

Dalam bukunya berjudul Flying High, dia mengurai satu per satu pengalamannya menjadi orang sukses dengan penghasilan fantastis. Jatuh bangun karier tentu saja pernah dirasakan pria kelahiran Kuala Lumpur 56 tahun silam ini.
Siapa yang mengira jika awalnya Tony bukan berasal dari orang yang kaya raya. Perjalanan karier ia tempuh bermodal kerja keras dan tidak takut gagal melalui keputusan-keputusan ekstrem yang diambil oleh Tony, termasuk saat mengakuisisi Air Asia.
Saat usia 20 tahun bahkan ia sempat menjadi pelayan hotel sebagai tuntunan hidup, yang mengharuskan Tony untuk bangun setiap jam 5 pagi, mempersiapkan restoran, menyajikan makanan dan berurusan dengan pelanggan yang banyak permintaan.
Di saat anak muda seusianya masih banyak menghabiskan waktu untuk bermain atau ke pesta, Tony lebih memilih untuk bekerja menambah pengalaman dan mengerti banyak hal dari orang lain.
ADVERTISEMENT
Pekerjaan yang ia tekuni tak semerta-merta ia lakukan dengan suka hati, kadang ia menyadari betapa panjang jam kerja dan tuntutan fisik yang harus ia terima, belum lagi gaji yang tidak sebanding dengan beban kerja. Namun dari sana ia belajar bagaimana memposisikan diri untuk merangkul semua orang tanpa harus membedakan namun memberikan rasa hormat kepada sesama.
Seperti perjalan profil orang sukses lain yang mengalami jatuh bangun, hal tersebut juga dirasakan oleh Tony Fernandes. Saat lulus jurusan Akutansi dari London School of Accounting (LSA) bahkan ia sempat luntang-lantung mencari pekerjaan.
Dari sekian perusahaan yang dilamar, ternyata ada satu perusahaan kecil yang menerima Tony, namun ia menyatakan jika tidak senang berada di perusahaan tersebut, karena ilmu yang selama ini ia punya dari kuliah hanya berakhir menjadi tukang fotokopi. Selama beberapa minggu Tony memutuskan untuk pindah dan mencari pekerjaan akutansi di industri musik.
ADVERTISEMENT
Kepintarannya di bidang akuntan, membuat ia dilirik untuk menjadi manajer keuangan. Tugasnya pun pasti bertambah rumit, namun hal itu Tony lalui dengan baik, bahkan ia bia melihat bagian-bagian yang tadinya tidak diperhatikan oleh pemilik perusahaan.
Karena banyaknya pengalaman yag telah ia terima di London, Tony kemudian kembali ke kampung halaman di Malaysia sebagai General Manjajer industri musik. Langkah awal yang ia lakukan saat itu dengan mengubah cara kerja stafnya kemudian setiap orang bertanggung jawab untuk melakukan pekerjaan sesuai penugasan.

Membeli Air Asia Seharga 1 Ringgit Malaysia

Pesawat udara parkir di Apron Bandara I Gusti Ngurah Rai, Badung, Bali, Kamis (7/3/2019). Foto: ANTARA FOTO/Fikri Yusuf
Saat itu Tony bersama sahabatnya mempunyai ambisi untuk mempunyai maskapai penerbangan. Pucuk dicinta ulam pun tiba, keinginan besarnya dapat terwujud saat perusahaan badan usaha milik pemerintah Malaysia menjual Air Asia pada tahun 2001 karena terjerat utang yang mencapai US$ 11 juta atau setara Rp 150 miliar.
ADVERTISEMENT
Atas saran dari Perdana Menteri Malaysia kala itu, Mahathir Muhammad, Tony pun membeli AirAsia dengan tabungan dan uang hasil menggadaikan rumahnya. Uniknya, bersama seorang koleganya, Datuk Kamarudin bin Meranun, Tony membeli AirAsia hanya sebesar 1 Ringgit Malaysia atau setara Rp 2 ribuan di tahun tersebut. Namun jangan salah, karena nyatanya perusahaan itu meninggalkan utang ratusan miliar kepada Tony dan Kamarudin.
Pelan tapi pasti, maskapai penerbangan ini bangkit dari keterpurukan bisnis bahkan balik modal setelah satu tahun dikelola Tony. Kemudian, pada tahun 2004 mereka berhasil melakukan Initial Public Offering (IPO) di bursa saham Kuala Lumpur hingga mendapat penghargaan dari kerajaan Inggris. Pengusaha ini juga mempunyai prinsip hidup untuk terus mengejar mimpi karena sebagian impian bisa menjadi kenyataan.
ADVERTISEMENT