news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Mengenal Eddie Lembong, Sosok Pendiri Jaringan Apotek hingga Pejuang Toleransi

Konten dari Pengguna
9 Desember 2022 11:53 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Profil Orang Sukses tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi obat-obatan yang harus dibawa ketika traveling. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi obat-obatan yang harus dibawa ketika traveling. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Eddie Lembong adalah seorang pengusaha asal Indonesia yang bergerak di bidang farmasi. Kejadian tragedi 1998 menggerakkan hatinya untuk menjadi seorang yang gencar suarakan toleransi dan hentikan diskriminasi etnis.
ADVERTISEMENT
Eddie Lembong lahir di Tinombo, Sulawesi Tengah pada 30 September 1936. Ia sempat bersekolah di Gorontalo dan Manado, seperti SMA Don Bosco yang lulus pada 1957.
Setelah kelulusannya, Eddie Lembong bercita-cita untuk berkuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, namun ia gagal dalam psikotes. Ia pun melabuhkan keinginannya berkuliah di Universitas Indonesia Bandung (kini Institut Teknologi Bandung) Fakultas IPA dengan jurusan farmasi.
Semasa kuliah, Eddie acapkali aktif dalam menyelesaikan berbagai persoalan sosial. Ia berinisiatif untuk mengetik ulang buku yang ia pinjam untuk dijual, yang kemudian hal tersebut membuat fakultas tempatnya belajar terbebas dari kerusuhan anti-Tionghoa.

Bangun Pabrik Obat Pharos

Ilustrasi obat-obatan. Foto: Shutterstock
Pada tahun 1968 Eddie menjadi fungsionaris BPP ISFI pusat. Selama 12 tahun ia menjadi anggota pengurus pusat Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia sejak tahun 1972.
ADVERTISEMENT
Selama 17 tahun ia menjabat, dalam rentang waktu tahun 1972-1975 sebagai sekretaris jenderal GP Farmasi Pusat, kemudian tahun 1975-1987 sebagai wakil ketua GP Farmasi Pusat dan 1993-1999 sebagai ketua dewan penasihat GP Farmasi Pusat.
Awal mula bisnisnya di dunia farmasi dimulai pada 1971 di mana ia bersama rekannya mendirikan pabrik obat Pharos, yang terinspirasi dari nama Pulau Pharos di dekat Teluk Alexandria, Mesir.
Saat itu, ia memutuskan untuk mengambil alih Pharos sendirian, tak lama sejak ia bekerja sama, dengan segala permasalahan finansial yang mendera perusahaannya.
Pada 1993, Eddie juga membangun jaringan pemasaran produknya melalui apotek Century. Tidak hanya menjual obat, apotek Century juga menyediakan layanan informasi bagi konsumen mengenai obat yang dibelinya.
Apotek Century Mampang Raya, Jakarta Selatan. Foto: Muhammad Darisman/kumparan
Setelah krisis moneter melanda Asia, terutama Indonesia pada 1997, Eddie sama sekali tidak mengambil insentif Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Ia bersama jajaran manajemennya berhasil mempertahankan Pharos tanpa harus berhutang pada siapa pun.
ADVERTISEMENT
Pasca tragedi Mei 1998, Eddie merasa ada yang salah terkait hubungan antaretnis di masyarakat. Ia pun mengundurkan diri dari kepemimpinan PT Pharos pada 1999 dan banting setir untuk membantu menyelesaikan konflik isu etnis tersebut.
10 April 1999, tanggal di mana Eddie Lembong dan Ir Gilbert Wiryadinata mendirikan perhimpunan INTI (Indonesia-Tionghoa) yang bertujuan untuk memperjuangkan hak dan sikap anti diskriminasi etnis Tionghoa.
Pada tahun 2006, Eddie mendirikan Yayasan Nabil yang berfokus pada akulturasi budaya. Melalui yayasannya, ia memperjuangkan status John Lie dan AR Baswedan untuk diangkat menjadi Pahlawan Nasional.
Hingga kini, apotek Century sebagai perusahaan peninggalan Eddy masih terbilang eksis sampai sekarang dengan berbagai pesaing apotek lainnya di industri tersebut.