Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.97.0
Konten dari Pengguna
Mengenal Martua, Orang Terkaya RI Berharta Rp 27 T yang Dulunya Loper Koran
9 Oktober 2020 12:44 WIB
Tulisan dari Profil Orang Sukses tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
![Martua Sitorus (Foto: Kumparan)](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1602220338/socla6vekfwojfmypokq.jpg)
ADVERTISEMENT
Thio Seng Hap atau yang sering dikenal Martua Sitorus merupakan mantan bos Wilmar International Ltd., sebuah perusahaan yang bergerak di perkebunan dan pengolahan kelapa sawit. Ia merupakan salah satu orang terkaya Indonesia dan Asia menurut Forbes.
ADVERTISEMENT
Pada awal September tahun ini, total kekayaan milik Martua sudah mencapai 1,9 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 27 triliun. Jangan salah, jumlah tersebut tentu tidak didapatkannya secara cuma-cuma. Perjuangan mendapatkan kesuksesan tersebut tidaklah mudah.
Menurut beberapa sumber, ia dulunya dititipkan ke sebuah keluarga di Batak. Keluarga tersebut hidup sederhana. Kondisi tersebut menyebabkan Martua harus membantu perekonomian keluarganya dengan berjualan serabutan.
Berbagai pekerjaan dilakoni Martua, mulai dari berjualan udang dan ikan, hingga menjadi loper koran. Selain membantu orang tuanya, semua itu ia lakukan agar bisa sekolah tinggi. Kerja kerasnya itu terbukti sampai ia bisa bersekolah di SMA Budi Mulia, Pematang Siantar.
Martua juga dapat melanjutkan pendidikannya hingga berkuliah di Universitas HKBP Nomensen di Kota Medan. Setelah lulus, ia memutuskan untuk menjadi penjual kecil bidang bisnis minyak sawit.
ADVERTISEMENT
Lalu, pada 1991, ia bertemu dengan sepupunya yang saat itu adalah raja bisnis Malaysia, Kuok Khoon Hong atau akrab disapa William. Pertemuan itu akhirnya menghasilkan kesepakatan bahwa mereka berdua akan mendirikan sebuah perusahaan yang menanam dan mengolah kelapa sawit .
Momen itulah yang menjadi titik balik kehidupan Martua sekaligus lahirnya perusahaan yang diberi nama mereka, “William” dan “Martua” yang disingkat menjadi Wilmar.
Pada awal pendiriannya, William berperan untuk menyuntik keuangan perusahaan. Sedangkan, Martua ditunjuk menjadi bertanggung jawab untuk melakukan inovasi dan ekspansi perusahaan.
Lalu, untuk memulai usaha, mereka membeli kurang lebih 7.100 hektar perkebunan kelapa sawit serta membangun pabrik kilang minyak sendiri di Sumatera Utara.
Dari situ, mereka mulai menjual kelapa sawit dari hasil perkebunan. Seiring berjalannya waktu, usaha tersebut semakin berkembang menjadi industri kimia oleo yang menghasilkan minyak goreng, lemak khusus, dan berbagai produk oleo lainnya.
ADVERTISEMENT
Berkat tangan dinginnya, Martua mampu mengantarkan Wilmar menjadi salah satu perusahaan sawit terbesar di Indonesia. Kini, Wilmar sudah memiliki hingga 70.000 hektar perkebunan kelapa sawit yang hasilnya akan diolah di pabrik yang sudah mereka bangun menjadi minyak sawit mentah.
Selain itu, Wilmar juga sudah mempunyai kapal tanker untuk mengekspor berbagai produk. Kemajuan itu membuat Wilmar mampu mempekerjakan lebih dari 20.000 karyawan.
Wilmar juga sudah memiliki 900 pabrik di lebih dari 30 negara termasuk China, India, Rusia, AS, Australia, Ghana, dan lainnya. Kehebatan lainnya ditunjukkan Martua saat terjadi krisis moneter pada 1997.
Waktu itu, sebagian perusahaan gulung tikar. Namun hal itu tidak terlalu mempengaruhi perkembangan bisnis Martua. Ia malah mampu memberikan 2,5 persen tunjangan krisis kepada karyawannya.
ADVERTISEMENT
Kemudian, mereka ingin mengembangkan Wilmar hingga sektor internasional sehingga pada tahun 2006, mereka mendaftarkan Wilmar ke Bursa Efek Singapura.
Usaha tersebut membuat Wilmar mendapatkan peningkatan pendapatan hingga mampu menduduki peringkat ke-258 dalam daftar Fortune Global 500 pada tahun 2019.
Atas kepiawaiannya membawa Wilmar pada kemajuan, majalah Forbes menjulukinya sebagai Raja Minyak Sawit Indonesia.
Namun, Martua turun dari jajaran dewan direksi Wilmar pada Juli 2018. Hal itu disebabkan Greenpeace menuduh Wilmar dan perusahaan saudaranya, Gama Corp, membabat ribuan hektare hutan untuk perkebunan sawit.
Hal tersebut tidak menghentikan Martua untuk terus berbisnis. Ia lalu megalihkan fokusnya untuk mengembangkan usaha di bidang propertinya, Gama Corporation.
Bahkan, baru-baru ini, Martua dikabarkan sedang mempersiapkan anak usahanya, Yihai Kerry Arawana (YKA) untuk melepas saham perdana (initial public offering/IPO) di Bursa China. Ia berencana membidik dana sebesar Rp 30,49 triliun dalam IPO tersebut.
ADVERTISEMENT