Pernah Bangkrut Jual Ayam, Kini Sukses Jadi Bos Startup yang Selamatkan Petani

Konten dari Pengguna
13 September 2020 12:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Profil Orang Sukses tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Yohanes Sugihtononugroho (kiri) dan M Risyad (kanan), duo pendiri startup Crowde (Foto: Instagram.com/sipaccelerator)
zoom-in-whitePerbesar
Yohanes Sugihtononugroho (kiri) dan M Risyad (kanan), duo pendiri startup Crowde (Foto: Instagram.com/sipaccelerator)
ADVERTISEMENT
Banyak jalan menuju Roma. Barangkali itulah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan perjalanan Yohanes Sugihtononugroho, CEO sekaligus Co-Founder Crowde, perusahaan aplikasi financial technology yang berfokus pada bisnis agrikultur.
ADVERTISEMENT
Melalui startup peer to peer (P2P) lending yang ia kembangkan bersama rekannya, Muhammad Risyad Gannis itu, Yohanes berhasil menyelamatkan 14.000 petani melalui 20.000 investor yang berhasil mereka rangkul.
Cara kerja Crowde sebenarnya simpel, yakni dengan memberi bantuan akses modal kepada para petani yang tergabung dalam aplikasi yang mereka luncurkan. Nantinya, pihak Crowde akan mencarikan investor untuk memodali semua pekerjaan petani.
Data terbaru menunjukkan bahwa Crowde telah berhasil mengalirkan dana sebesar 3,5 juta dolar AS. Investor yang bergabung dengan Crowde pun bukan investor main-main. Contoh saja Bank Mandiri yang siap berinvestasi di Crowde. Selain itu, Yohanes juga mengaku pernah menerima dana sebesar 100 ribu dolar AS.
Keberhasilannya membangun Crowde membawa nama Yohanes dan rekannya masuk dalam daftar 30 orang berusia 30 tahun paling berpengaruh di Asia versi Forbes pada 2018 silam. Gerakan startup-nya yang berfokus kepada hidup petani menuai banyak apresiasi.
ADVERTISEMENT
Berawal dari Jualan Ayam
Untuk sampai di posisi seperti sekarang, Yohanes harus melalui perjalanan yang panjang. Yohanes membangun kepekaannya terhadap nasib petani berawal dari kegiatannya pada KKN saat ia kuliah.
Pada saat itu, Yohanes melaksanakan KKN di sebuah daerah di Jawa Barat. Ia bersama teman-temannya mendapatkan tugas untuk membantu perekonomian seorang ibu petani yang suaminya baru saja meninggal.
Bersama teman-temannya, Yohanes mencari cara bagaimana agar perekonomian sang ibu membaik. Ditemukanlah ide untuk membudidayakan jamur tiram. Yohanes kemudian mengajarkan semua cara budidaya jamur kepada sang ibu.
Tak hanya itu, Yohanes dan rekan-rekannya juga membawakan bibit dan mencarikan pihak pembeli. Sudah enam bulan berlalu, saat Yohanes kembali mengunjungi sang ibu, ternyata perekonomiannya sudah membaik. Bahkan, sang ibu berhasil membiayai sekolah anaknya.
ADVERTISEMENT
Melihat pengalaman itu, Yohanes menjadi sosok yang tumbuh kepedulian terhadap rakyat kecil, terutama petani. Ia sering mendapati para petani harus menjual hasil panennya dengan harga murah. Padahal, kebutuhan akan hasil panen mereka sangatlah besar.
Untuk membawa ide dan kepeduliannya menjadi ladang bisnis pun, seorang Yohanes harus melalui proses yang tak semudah membalik telapak tangan. Ia pernah mengalami pahit-manis dalam berbisnis.
Setelah menyelesaikan kuliahnya, Yohanes melihat bahwa sektor pertanian dan peternakan adalah sektor yang potensial membawa keuntungan. Ia kemudian memberanikan diri untuk membuka usaha peternakan ayam.
Awal-awalnya, Yohanes mendulang keberhasilan. Ayam-ayam ternaknya laku keras di pasaran. Ia menjadi anak muda dengan penghasilan yang lumayan besar. Namun, suatu saat harga ayam turun drastis akibat permainan harga di pasaran. Bisnis Yohanes pun menukik jatuh dan bangkrut.
ADVERTISEMENT
Mengalami hal itu, Yohanes tak mau mundur. Ia tetap punya kepedulian dan tekad yang sama. Ia menghabiskan waktu hampir tiga bulan untuk berkeliling dari satu desa ke desa lainnya agar mengetahui keadaan objektif para petani.
Banyak hal ia temui dari hasil safarinya. Mulai dari petani yang menjadikan putrinya sebagai "jaminan pinjaman", hingga petani yang terlilit hutang akibat bunga yang besar dari rentenir.
Semua pengalamannya itu kemudian terakumulasi dan semakin membulatkan tekad Yohanes. Akhirnya, pada 2015 silam, meluncurlah sebuah aplikasi peer to peer (P2P) lending bernama Crowde.
Sejak 2015 berdiri, Crowde telah berhasil mendulang laba Rp 60 juta - Rp 200 juta setahun. Perusahaan rintisan itu juga kini punya karyawan sebanyak 28 lebih untuk mengoptimalkan kinerja Crowde. Salut untuk Yohanes.
ADVERTISEMENT