Punya Resto Beromzet Miliaran, Pengusaha Kuliner Dirikan Rumah Tahfid

Konten dari Pengguna
23 Mei 2020 13:44 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Profil Orang Sukses tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
foto: Instagram @jody_waroeng
zoom-in-whitePerbesar
foto: Instagram @jody_waroeng
ADVERTISEMENT
Siapa yang tak mengenal steak? Makanan yang identik dengan Eropa itu seringkali dicitrakan orang sebagai menu yang mahal dan tak terjangkau. Namun, bagi Jody Broto Suseno, hal itu tak berlaku.
ADVERTISEMENT
Telah sejak lama, Jody mulai membumikan steak di kalangan banyak orang, khususnya kawula muda. Untuk memakan steak, orang tak perlu mendatangi restoran dengan menu khusus orang Eropa. Lewat kegigihannya, makanan itu menjadi akrab di kalangan masyarakat, dengan harga yang juga terjangkau.
Sejak mulai didirikan pada tahun 2000, Jody setidaknya telah memiliki usaha kuliner “Waroeng Steak and Shake” sebanyak 50 gerai di berbagai kota. Setiap gerai, omzet per bulannya bisa lebih dari Rp. 100jt. Di sana, orang bisa menikmati aneka steak yang cita rasanya tak kalah dengan hotel berbintang, dengan hanya merogoh kocek mulai dari Rp. 20.000.
Dalam pemandangan sehari-hari, setiap gerai Waroeng Steak and Shake selalu dipenuhi pengunjung. Mereka rela berderet dalam barisan antrean yang panjang asalkan mendapat tempat duduk. Alhasil, usaha Jody itu semakin berkembang dari waktu ke waktu. Tak kurang dari 1000 karyawan telah bekerja di usaha kuliner Jody yang terletak di berbagai kota itu.
ADVERTISEMENT
Adapun pada awalnya, kedekatan Jody dengan steak dimulai ketika ia membantu orang tuanya mengurusi usaha “Obonk Steak” di tahun 1997. Namun, usaha itu tak bisa berlangsung lama. Tak banyak mahasiswa datang ke gerai orang tuanya lantaran harga steak yang ditawarkan terlalu mahal.
Namun, pengalaman membantu orang tuanya itu bukan hal yang sia-sia bagi Jody. Telah sejak SMA, lelaki yang kini berumur 50 tahun itu mengasah kemampuannya berbisnis lewat berbagai macam usaha seperti berjualan parsel, susu segar, roti bakar, hingga kaos partai. Segala yang Jody temui, baik untung dan rugi, berusaha diambil pelajaran guna tak mengulangi hal yang sama pada kesempatan lain.
Kegagalan “Obonk Steak” itu lantas tak membuat Jody berpangku tangan. Ia mencari pelajaran yang bisa diambil dari situ. Baru di bulan September tahun 2000, Jody memutuskan untuk meneruskan perjuangan orang tuanya sebagai pengusaha.
ADVERTISEMENT
Dengan menjual motor pemberian orang tuanya dan menjadikannya modal usaha, Jody membangun gerai Waroeng Steak and Shake pertama di Jalan Cenderawasih, Yogyakarta. Pemilihan nama “waroeng”, kata Jody, bertujuan untuk mengesankan bahwa ia menjual steak dengan harga terjangkau. Mengambil pelajaran dari masa lalu, Jody lantas berhasil mengembangkan usahanya dari waktu ke waktu.
foto: pergikuliner.com
Seiring berjalannya waktu, Waroeng Steak and Shake semakin digandrungi para pelanggan. Ia menjadi gerai yang paling akrab di telinga masyarakat jika sewaktu-waktu hendak memakan steak. Di tahun kedua pendiriannya saja, Jody mulai kewalahan melayani pengunjung.
Maka, untuk mengatasi kondisi itu, Jody mulai mendorong keluarga dan kolega terdekatnya untuk berinvestasi di Waroeng Steak and Shake. Kerjasama itu dilakukan dengan sistem bagi hasil 50:50 dan terus dilaksanakan hingga berdirinya outlet/cabang ke-7.
ADVERTISEMENT
Belakangan setelah cabang ke-7 berdiri, Jody lebih senang mengajak investor dari kalangan ustaz untuk mengembangkan usahanya. Ia lalu mulai mengepakkan sayap bisnisnya ke berbagai kota di Jawa, Bali, hingga Sumatera. Nama-nama seperti Ustaz Yusuf Mansur dan Ustaz Edi Musthofa juga terlibat dalam pengembangan usaha Jody itu.
Karena kedekatan dengan kalangan ustaz itu, Jody mulai memprioritaskan keberkahan dalam setiap bisnisnya. Ia sukses. Saat ini, usaha kulinernya bahkan telah berkembang di berbagai lini, seperti Bebaqaran untuk ikan bakar, Bebek Goreng H. Slamet, dan Festival Kuliner (Feskul). Dengan menjalin hubungan dengan para ustaz, Jody percaya itu akan memberikannya keberkahan, dan hasilnya, bisnisnya kini telah berkembang jauh lebih besar.
Sebagai rasa syukur atas pencapaian itu, Jody lalu berinisiatif mendirikan Rumah Tahfizh di Deresan, Yogyakarta. Di sana, ia mengasuh sekitar 83 santri mukim dan 60 santri kalong yang fokus menghapalkan Al-Qur’an. Kedekatannya pada ustaz mengantarnya pada pola menjalankan bisnis berbasis spiritual.
ADVERTISEMENT
Lewat usaha semacam itu, Jody memercayakan segala hal kepada Tuhan. Semakin ia mengabdikan diri untuk agama dan saudara-saudaranya, bisnisnya kini berkembang dari waktu ke waktu. Kini, ia diketahui banyak orang sebagai salah satu pebisnis Muslim paling dikenal di seluruh penjuru negeri.