Konten dari Pengguna

Terinspirasi Momen Tawuran, Saptuari Berhasil Buat Usaha Beromzet Ratusan Juta

25 Mei 2020 12:27 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Profil Orang Sukses tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
foto: kagama
zoom-in-whitePerbesar
foto: kagama
ADVERTISEMENT
Saptuari Sugiharto (kini 29 tahun), punya jiwa berwirausaha sejak muda. Di masa ketika ia berkuliah di Jurusan Geografi UGM pada tahun 1998, ia telah banyak bertaruh untuk masa depan. Untuk mendapatkan uang tambahan sekaligus menghidupi diri sendiri semasa mahasiswa, misal, Sugiharto tak malu mencoba banyak jenis pekerjaan.
ADVERTISEMENT
Semasa kuliah, lelaki berbadan tegap itu pernah menjadi penjaga toko tas di koperasi mahasiswa. Selain itu, ia juga pernah merintis berbagai jenis usaha, mulai dari berjualan ayam kampung, stiker, menjadi agen kartu seluler, hingga berjualan rokok. Semua itu, menurut Sugiharto, ia lakukan untuk mengambil sebanyak mungkin pelajaran yang bisa ia dapat dari dunia bisnis.
Dari usaha yang bermacam-macam itu, Sugiharto mengamati cara orang untuk bisa sukses dalam berbisnis. Dalam menjalani kegiatannya, ia punya dua motto, yakni “ATM” (Amati, Tiru, dan Modifikasi) dan“PISS” (Positive Thinking, Ikhtiar dan Ikhlas, Sedekah, dan Sukses dunia akhirat).
Lewat kedua cara tersebut, hati Sugiharto menjadi tenang. Ia selalu bersemangat dan tak malu melakukan apapun guna memperbaiki kualitas hidup.
ADVERTISEMENT
Seiring menjalani kehidupan perkuliahan, Sugiharto tak pernah membayangkan masa depannya habis digunakan untuk bekerja di kantor, sebagaimana yang mungkin diinginkan oleh teman-temannya. Sejak awal, ia punya niat dalam hati untuk memiliki usaha sendiri. Pikirannya semasa mahasiswa diledaki ide-ide dan hasrat untuk mengamati banyak hal.
Sampai pada satu hari, pada suatu malam di tahun 2004, ia sedang bekerja sebagai panitia dalam sebuah konser yang mendatangkan Grup Band Dewa. Pada kesempatan itu, Sugiharto tetap memegang teguh kedua prinsip tadi: “ATM” dan “PISS”.
Di konser itu, Sugiharto melihat ratusan orang bertawuran lantaran berebut merchandise dari sang artis. Dengan mata kepalanya sendiri, ia terheran-heran melihat bagaimana barang yang begitu remeh bisa memancing insiden yang cukup besar, dalam sebuah acara yang besar pula. Di titik itu, Sugiharto berpikir, merchandise—baik berupa t-shirt, pin, topi, dan lain sebagainya itu—sejatinya bisa dibuat sendiri. Bahkan, asal ia mempunyai uang, ia bisa membuatnya sebanyak mungkin.
ADVERTISEMENT
Pikiran tersebut lalu terus dipelihara oleh Sugiharto. Seiring berjalannya waktu, ia mencari cara untuk mengubah pikiran tersebut agar tak hanya berakhir menjadi kegelisahan. Hingga pada satu titik, ia menemukan ide dan tak ragu mengeksekusinya.
foto: foursquare
Lantaran insiden tawuran dalam konser itu, Sugiharto lalu memutuskan untuk menjadi pengusaha muda, mendirikan Kedai Digital. Usaha tersebut bergerak di bidang percetakan merchandise seperti mug, t-shirt, pin, gantungan kunci, mouse pad, foto dan poster keramik, hingga banner—sebagaimana yang ia lihat di tawuran malam itu. Untuk modal awal, Sugiharto rela menjual motor dan meminta orang tuanya menggadaikan rumah keluarga. Saat itu, modal yang terkumpul ialah sekitar Rp 28 juta. Dari uang tersebut, Sugiharto mulai mengembangkan Kedai Digital dari nol.
ADVERTISEMENT
Pada tahun pertama, usaha itu berhasil meraih omzet sebanyak Rp 400 juta. Tak sampai di situ, pencapaian tak membuat Sugiharto berpangku tangan. Ia terus bekerja keras mengembangkan usahanya, dengan harapan memperbaiki kualitas hidupnya dan memberi rezeki pada orang lain di saat yang sama.
Saat ini, Kedai Digital telah berkembang menjadi sebuah lingkaran percetakan raksasa. Tak kurang dari 20 outlet atau cabangnya tersebar di berbagai kota di tanah air. Berawal dari insiden tawuran itu, waktu dan kerja keras telah mengantarkan Sugiharto pada keberhasilan sekaligus keinginannya untuk ikhlas membantu orang lain. Kini, ratusan orang telah berhasil ia hidupi lantaran bekerja sebagai karyawan di puluhan outlet usahanya.