Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Biografi Jenderal Sudirman, Pendidikan, dan Karier Militernya
15 Januari 2025 20:33 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Profil Tokoh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Biografi Jenderal Sudirman mencatat perjalanan hidup seorang tokoh besar yang berjasa dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Sebagai pemimpin tentara, Jenderal Sudirman memainkan peran vital dalam menghadapi penjajahan dan mempertahankan kemerdekaan.
Biografi Jenderal Sudirman
Mengutip dari fahum.umsu.ac.id, berikut adalah biografi Jenderal Sudirman, perjalanan hidup, dan perjuangannya yang tak terlupakan dalam sejarah bangsa.
Jenderal Sudirman, lahir dengan nama lengkap Raden Soedirman, berasal dari keluarga sederhana di Bodas Karangjati, Rembang, Purbalingga.
Ia dilahirkan pada 24 Januari 1916 dari pasangan Karsid Kartawiraji dan Siyem. Ayahnya bekerja di pabrik gula Kalibagor Banyumas, sementara ibunya merupakan keturunan Wedana Rembang.
Semasa kecil, ia lebih banyak diasuh oleh pamannya, Raden Cokrosunaryo, yang merupakan seorang camat.
Meskipun berasal dari keluarga yang tidak mampu, Sudirman memiliki semangat juang yang sangat tinggi dan selalu berusaha untuk mencapai cita-cita, salah satunya dalam dunia pendidikan.
ADVERTISEMENT
Pada usia tujuh tahun, Sudirman mulai menempuh pendidikan di sekolah pribumi HIS (Hollandsch Inlandsche School), yang lebih dikenal sebagai sekolah untuk golongan pribumi.
Ia kemudian melanjutkan pendidikannya di Sekolah Taman Siswa, yang lebih menekankan pada pembentukan karakter dan nasionalisme.
Tidak lama setelah itu, ia melanjutkan ke Sekolah Wirotomo di Purwokerto. Meski kehidupan ekonomi keluarga cukup terbatas, Sudirman tetap menekuni pendidikan dengan tekun dan aktif dalam berbagai kegiatan organisasi keagamaan.
Pendidikan Jenderal Sudirman
Setelah menyelesaikan pendidikan di HIS, Sudirman pindah ke sekolah Taman Siswa di Yogyakarta, yang dikenal memiliki pendekatan pendidikan nasionalis dan lebih memperkenalkan nilai-nilai kebangsaan.
ADVERTISEMENT
Sudirman semakin tertarik dengan dunia pendidikan dan keagamaan, yang kemudian membentuk karakter dan kepribadiannya.
Pada tahun 1932, Sudirman melanjutkan pendidikannya di Sekolah Wirotomo di Purwokerto. Namun, setelah Sekolah Taman Siswa ditutup, ia memutuskan untuk melanjutkan ke Sekolah Muhammadiyah di Solo.
Meskipun tidak berhasil menyelesaikan pendidikannya di sekolah tersebut, ia tetap semangat dan aktif dalam berbagai organisasi sosial dan keagamaan.
Selain itu, ia juga memanfaatkan waktu untuk memperdalam pengetahuan tentang organisasi kemasyarakatan seperti Pramuka Hizbul Wathan yang menjadi wadah penting dalam mengasah jiwa kepemimpinannya.
Organisasi Jenderal Sudirman
Sebagai seorang yang aktif dalam berbagai organisasi, Jenderal Sudirman bergabung dengan beberapa kelompok yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Salah satu organisasi yang ia ikuti adalah Pramuka Hizbul Wathan, yang bergerak di bidang keagamaan dan kepemimpinan.
ADVERTISEMENT
Ia juga menjadi anggota Muhammadiyah yang menjadi saluran bagi perjuangannya dalam memajukan pendidikan dan keagamaan di tanah air.
Aktivitasnya di organisasi tersebut memberi banyak pengalaman yang memperkuat semangat juangnya dalam menghadapi penjajahan.
Ketika Jepang menduduki Indonesia pada 1942, Sudirman bergabung dengan organisasi tentara Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor, yang saat itu dibentuk oleh pemerintahan Jepang.
Di dalam PETA, Sudirman menjabat sebagai komandan batalyon dan dilatih secara militer.
Pengalaman militernya di PETA sangat berharga karena membekali dirinya dengan keterampilan yang kelak digunakan untuk melawan penjajah setelah Indonesia merdeka. Organisasi ini menjadi titik awal karier militernya yang cemerlang.
Karier Militer Jenderal Sudirman
Karier militer Jenderal Sudirman dimulai sejak ia bergabung dengan PETA, sebuah organisasi yang didirikan oleh Jepang untuk mempertahankan tanah jajahannya.
ADVERTISEMENT
Meskipun PETA dibentuk oleh Jepang, Sudirman memanfaatkannya untuk memperoleh keterampilan tempur dan melatih semangat juang para pemuda Indonesia.
Ketika Jepang menyerah pada Sekutu, Sudirman memanfaatkan kesempatan ini untuk mengambil senjata dan memperkuat pertahanan Indonesia.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Jenderal Sudirman menjadi salah satu pemimpin Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang baru dibentuk.
Pada 12 November 1945, ia terpilih sebagai pemimpin TKR dalam sebuah pemungutan suara yang cukup sengit.
Sudirman kemudian memimpin pasukannya dalam berbagai pertempuran melawan agresi militer Belanda dan pasukan Sekutu.
Pada 18 Desember 1945, Sudirman resmi diangkat sebagai Panglima Besar TKR dan memimpin perjuangan gerilya melawan Belanda. Ia tidak hanya seorang pemimpin, tetapi juga simbol semangat perjuangan bangsa Indonesia.
ADVERTISEMENT
Perjuangan Jenderal Sudirman
Jenderal Sudirman memimpin pasukannya dalam berbagai pertempuran penting yang sangat menentukan masa depan Indonesia.
Salah satu yang paling terkenal adalah Perang Palagan Ambarawa pada akhir tahun 1945, di mana pasukan TKR yang dipimpin oleh Sudirman berhasil mengalahkan pasukan Inggris yang datang untuk mendukung Belanda.
Meskipun sedang sakit parah, Sudirman tetap memimpin pasukannya dengan semangat yang tidak pernah luntur.
Setelah itu, pada 1948, ketika Belanda melancarkan agresi militer II, Sudirman memimpin pasukannya dalam perlawanan gerilya yang sangat melelahkan.
Dalam perjuangan ini, ia terpaksa berpindah-pindah tempat dan terus memimpin meski dalam kondisi tubuh yang semakin melemah.
Meskipun demikian, semangat juangnya tidak pernah padam dan tetap menjadi inspirasi bagi banyak pejuang Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kehidupan Jenderal Sudirman Pasca Kemerdekaan
Setelah Indonesia merdeka, Jenderal Sudirman diangkat menjadi Panglima Besar TNI.
Ia memainkan peran vital dalam menjaga kedaulatan Indonesia dari ancaman penjajahan Belanda, terutama setelah proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
Namun, seiring berjalannya waktu, kondisi fisik Sudirman semakin menurun akibat penyakit TBC yang dideritanya.
Meskipun begitu, Jenderal Sudirman tetap memimpin pasukannya dari garis belakang dan terus memberikan arahan kepada prajuritnya.
Semangatnya yang tak kenal lelah dan tekadnya untuk melihat Indonesia merdeka sepenuhnya membuatnya tetap menjadi simbol perjuangan yang menginspirasi banyak orang.
Namun, kesehatan yang semakin buruk membuatnya harus menghadapi kenyataan pahit saat ia tidak bisa lagi aktif dalam memimpin pasukan pada akhir tahun 1949.
ADVERTISEMENT
Wafatnya Jenderal Sudirman
Jenderal Sudirman wafat pada 29 Januari 1950 di Magelang, Jawa Tengah, setelah berjuang melawan penyakit TBC yang dideritanya.
Meskipun sudah tiada, jasa-jasanya terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia tetap dikenang hingga saat ini.
Penghormatan terhadapnya tidak hanya diberikan melalui upacara militer, tetapi juga melalui pemberian nama sejumlah fasilitas publik dan monument.
Jenderal Sudirman dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta, dengan prosesi militer yang penuh penghormatan.
Hingga kini, ia tetap menjadi simbol semangat juang dan keberanian bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan.
Biografi Jenderal Sudirman mengajarkan tentang pentingnya perjuangan tanpa mengenal lelah dan semangat yang tak pernah padam.
Perjuangannya dalam merebut kemerdekaan Indonesia menjadi cermin bagi generasi penerus untuk terus berjuang demi kebaikan bangsa dan negara. Semangat kepahlawanannya akan terus dikenang sepanjang masa. (Shofia)
ADVERTISEMENT
Live Update
Gedung Glodok Plaza yang terletak di Jalan Mangga Besar II Glodok Plaza, Kecamatan Tamansari, Jakarta Barat, terbakar, pada Rabu (15/1) malam. Kebakaran dilaporkan terjadi pada pukul 21.30 WIB. Api diduga bersumber dari lantai 7.
Updated 15 Januari 2025, 23:57 WIB
Aktifkan Notifikasi Breaking News Ini