Konten dari Pengguna

Catatan Khusus Hari Tanpa Tembakau se-Dunia 2020

Pliplo Supriyadi
Freelancer
31 Mei 2020 11:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pliplo Supriyadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ilustrasi
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi
Ketua Umum Komnas Pengendalian Tembakau
dr. Hasbullah Thabrany, MPH, Dr.PH
ADVERTISEMENT
“Cegah Remaja Dibodohi Industri Rokok, Bebaskan Rumah dari Asap Rokok dan Virus Korona”
Mendekati Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS), kita menerima video viral berisi gambar anak-anak merokok dengan santai bersama orangtua mereka untuk “mencegah Covid-19”. Video anak-anak merokok muncul beberapa kali viral di media sosial. Siapa yang membuat? Entahlah. Dalam Pandemi Covid-19, ada upaya memasarkan rokok sebagai pencegah Covid-19, meskipun WHO dan para ahli kesehatan yang puluhan tahun bergelut dengan penyakit jelas menyajikan data bahwa rokok maupun vape adalah faktor risiko yang memperburuk dua kali lipat infeksi Covid-19. Podcast Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas John Hopkins mengingat hal itu. Mengapa di Indonesia justru beredar video dan hoax lain yang memasarkan rokok? Ada yang salah di negeri ini.
ADVERTISEMENT
Organisasi Kesehatan Dunia, WHO, mengeluarkan Tema Besar HTTS tahun ini adalah Perlindungan Remaja dari Pengaruh Industri Rokok. Industri rokok merupakan industri yang sangat menguntungkan. Sebab, rokok mengandung bahan adiktif, ketagihan, bahan yang menyandu dan memabukkan ringan. Berbisnis barang memabukkan yang mengandung racun nikotin dalam dosis kecil membuat orang terus menerus mengkonsumsi. Sekali seseorang ketagihan, maka untuk puluhan tahun bahkan sampai mati ia akan terus membeli dan mengkonsumsi. Maka pemasaran awal kepada generasi muda menjadi strategi pemasaran utama industri rokok. Iklan-iklan macho untuk laki-laki dan gaya hidup baru yang menonjolkan “kehebatan” menjadi ikon untuk menarik remaja dan pemuda. Bentuk rokok yang langsing dan pas di jari perempuan juga mengundang remaja dan pemudi merokok. Selain itu, terjadi kamuflase iklan tersembungi dengan gerakan sponsor bermerek dagang rokok bagi kegiatan olah raga dan seni di mana banyak pemuda bergiat dengan “membungkus pesan membangun generasi muda”. Itulah taktik dagang yang akan menjerumuskan bangsa dan sayangnya banyak tokoh bangsa dan tokoh masyarakat tidak menyadari kamuflase, menyajikan “wajah simpatik” tetapi merenggut korban di masa depan. Di negara-negara lain, iklan iklan yang membodohi remaja dilarang.
ADVERTISEMENT
Maka, jangan heran jika prevalensi perokok di Indonesia. Lihat data dalam tabel di bawah ini. Prosentase perokok pada penduduk usia 15 th ke atas, tidak termasuk e-cigarette (vape) meningkat dari 33% di tahun 2000 menjadi 39% di tahun 2015 (data WHO 2020). Sementara di negara-negara tetangga, bahkan di Cina, prevalensi prokok tersebut menurun. Hal itu karena Indonesia tidak mau tanda-tangan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dan berkilah bahwa tanpa FCTC sekalipun, Indonesia mengendalikan konsumsi rokok dengan cukai, pendidikan kesehatan, kawasan tanpa rokok, dll. Tetapi, upaya-upaya Indonesia tersebut kalah jauh dibanding upaya industri rokok memasarkan rokok dengan harga yang masih murah karena cukai yang belum cukup tinggi menghambat remaja membeli rokok.
ADVERTISEMENT
Data Survei Perilaku Merokok di kalangan remaja oleh Kemenkes tahun lalu (2019) menunjukkan bahwa 19,2% pelajar merokok (35,6% pada laki-laki dan 3,5% pada pelajar perempuan). Selain itu, 1% pelajar kini mulai mengkonsumsi vape, suatu produk tembakau yang baru saja diperkenalkan. Jika diperhitungkan dengan perokok pasif, maka 57,8% pelajar terpapar asap roko di rumah. Dengan fakta-faka ilmiah dari puluhan ribu riset menunjukkan bahwa asap rokok, baik perokok aktif pasif membahayakan diri dan orang lain, dan fakta bahwa asap rokok memperberat virus korona, maka bangsa Indonesia kini menghadapi risiko ganda. Sangat wajar jika Organisasi Muhammadiyah telah mengeluarkan fatwa bahwa mengkonsumsi rokok konvensional maupun rokok elektronik merupakan perbuatan haram.
“Perilaku merokok memiliki risiko lebih tinggi terhadap infeksi dan perparah komplikasi COVID-19,” kata Prof.Dr. Amin Soebandrio, PhD, SpMK (K), Kepala Lembaga Biologi dan Pendidikan Tinggi Eijkman.
ADVERTISEMENT
Dr. Feni Fitriani Sp.P(K), Ketua Pokja Masalah Rokok Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, menambahkan, “Merokok meningkatkan reseptor ACE 2, yang juga reseptor virus corona penyebab COVID-19. Jadi perokok memiliki risiko kena COVID-19 yang lebih besar, bukan sebaliknya sebagaimana banyak informasi hoax yang beredar.”
Maka, Komnas Pengendalian Tembakau dalam kesempatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia hari ini meminta semua keluarga untuk bebaskan anggota keluarga dari bahaya virus korona, diam di rumah dan bebaskan rumah dari asap rokok. Jika terpaksa harus keluar rumah, pakai selalu masker, jaga jarak dengan orang lain minimal dua meter, dan selalu cuci anggota badan dengan sabun ketika kembali ke rumah.
Untuk itu, pemerintah juga diharapkan untuk lebih jelas menyampaikan kepada masyarakat bahwa salah satu pencegahan yang harus dilakukan adalah dengan berhenti atau setidaknya mengurangi merokok dan menyediakan panduan serta program pendampingan bagi masyarakat yang mau berhenti merokok demi melindungi mereka dari pandemi global COVID-19.
ADVERTISEMENT